31 March 2022

Buku Antologi: Perjalanan Ibu Tunggal

Tahun lalu, saya berpartisipasi dalam sebuah buku antologi. Kali ini cukup spesial karena saya bukan hanya terlibat sebagai penulis tapi juga panitia seksi repot hingga terbit dan launchingnya buku ini. Bukan hanya menuliskan kisah tapi juga marketing bukunya. Tapi kita cerita tentang bukunya dulu ya.

Perjalanan Ibu Tunggal: Ragam Cerita Tentang Bangkit dan Berdaya
Penulis: Afriana, Meiyana, Elvira, Sari, Veranty, Ruth, Lucy, Ida Ann, Veronica, Ikha, Ratih, Agnes, Maranata, Dini, Renni, Siti Masyitoh, Wanodya
378 Halaman
Penerbit Samudra Biru, Jogja


Buku ini berisi 50 cerita tentang perjalanan hidup para ibu tunggal yang bergabung di dalam komunitas Single Moms Indonesia (SMI), yang dikelompokkan ke dalam 7 chapter dan dilengkapi dengan sudut pandang expert di bidangnya. Misalnya chapter pertama yang bercerita tentang perceraian, baik prosesnya, healing-nya dan struggle yang dialami para penulisnya, dipasangkan dengan tulisan Rizki Rahmawati Pasaribu S.H., LL.M atau yang akrab dikenal dengan panggilan Pengacara Kiky. Atau chapter yang diberi judul “Single Moms Mandiri Finansial” yang dilengkapi dengan tulisan dari Erlina Juwita M.M. CFP, CSA, seorang financial planner. Karena dari setiap curhatan pasti ada hikmah yang bisa diambil. Kan namanya juga sebuah perjalanan.

26 March 2022

Bahagia Jadi Ibu Tunggal Berdaya

“Halo, Mama Dudu.”

Tahun ini adalah tahun ke-16 saya menjadi seorang ibu tunggal. Jadi Mama Dudu. Sapaan di atas sudah jadi identitas kedua buat saya. Identitas yang saya banggakan juga, meskipun kadang menimbulkan pertanyaan buat teman yang baru kenal. Soalnya sebagai single mom, saya suka terlihat single beneran. Haha. Terlihat happy-go-lucky belum punya anak, belum punya tanggungan. Masih senang-senang sendiri. Sampai kita tukeran IG. Lalu muncul pertanyaan pertanyaan beruntun karena akun IG saya namanya Date with Dudu.


Siapa Dudu? Anak gue. Anak lo umur berapa? 16 tahun.
Hah?


Saya hamil saat kuliah dan karena satu dan lain hal memutuskan untuk jadi seorang ibu tunggal. Ketika saya lulus, Dudu sudah berumur 1 tahun. Mulai dari kuliah sambil mengasuh bayi, lalu mencari kerja sambil membesarkan anak. Tahu-tahu anaknya sudah jadi remaja tahun ini, dan kita sudah melaluinya berdua saja. Saya tidak pernah punya pasangan lagi, si Dudu juga (katanya) belum mau pacaran karena masih mau main game. Hahaha.


Bahagia jadi berdaya

Kehadiran Dudu memberikan saya pelajaran bahwa tidak ada kata terlambat untuk bahagia, meskipun apa yang terjadi ini sebenarnya di luar rencana semula. Saya memulainya dengan menjadi seorang ibu tunggal berdaya. Apa itu? Berdaya, kalau dalam KBBI diartikan sebagai (1) berkekuatan; berkemampuan; bertenaga; dan (2) mempunyai akal (cara dan sebagainya) untuk mengatasi sesuatu dan sebagainya.

Status single mom di usia 21 tahun tidak menjadikan saya terlambat untuk mengejar mimpi dan melakukan hal-hal yang disuka, karena tinggal ditukar saja rencananya. Yang seharusnya dikerjakan pada umur 20-an, ya dilakukan di umur 30-an setelah anak lebih mandiri. Jadi, berdaya versi saya berarti menyadari bahwa saya punya kekuatan, kemampuan, tenaga dan akal untuk menjadi seorang ibu yang bahagia. Jangan sampai terjebak victim mindset alias berpikir bahwa saya ini korban yang tersandera anak dan takdir. Apalagi saya menjalani peran sebagai orang tua tunggal, semakin banyaklah alasan untuk jadi ibu berdaya.

Bahagia mengejar karir

Ketika Dudu masuk SD, saya pindah dari media ke e-commerce karena mengejar gaji yang lebih besar untuk kebutuhan hidup yang juga meningkat. Dunia e-commerce yang fast-pace mungkin tidak cocok buat seorang single mom usia 30-an seperti saya, bersaing dengan anak muda yang sebagian besar adalah fresh graduate berambisi. Bagaimana saya, yang fokusnya terbagi dengan anak, bisa mengejar karir di dunia ini?

Di sini, cara saya untuk mengatasi persaingan adalah dengan menunjukkan kemampuan. Menjadi seorang ibu berarti saya mampu bertanggung jawab atas kehidupan orang lain, dalam hal ini anak. Dan sebagai seorang single mom, saya mampu melakukan hal tersebut sendirian. Dudu adalah bukti ‘kesuksesan’ saya. Weekend saya memang buat nge-date sama Dudu. Tapi weekdays saya, bisa dipakai fokus mengejar karir dan mimpi di industri yang sekarang. Dan saya bahagia.


Bahagia melakukan hobi

Dudu yang semakin besar, berarti saya punya lebih banyak waktu untuk diri sendiri. Waktu ini saya gunakan untuk melakukan hobi, yang kemarin sempat terbengkalai. Misalnya dengan ikut les bahasa, nonton konser Kpop di Youtube, volunteer di komunitas, atau ikut online event. Loh, terus Dudu ditinggal? Yah, anak ABG ini sekarang lebih memilih main game sama teman-temannya dibandingkan nge-date sama Mama. Tapi karena pandemi ini membuat kita di rumah saja, saya masih berusaha makan siang dan makan malam bersama Dudu. Sekarang saya bahagia karena melakukan semua hal yang saya suka, tanpa kehilangan waktu bersama Dudu.

Kalau ditanya apa rasanya jadi seorang ibu, jawabannya saya adalah “seru”. Loh kok seru? Nggak susah? Mungkin ada susahnya, tapi saya lupa. Lebih banyak kenangan seru dan bahagianya. Yang diingat cuma sering traveling sama Dudu, sering keliling kota mencoba restoran baru dan pergi event seru. Kok bisa? Ya soalnya saya kan ibu tunggal berdaya. Hahaha.


25 March 2022

Sudut Andalan Buat Foto di Rumah

Di belakang rumah saya ada sepotong tembok biru. Tembok itu warnanya berbeda dengan seluruh rumah yang didominasi warna putih. Kenapa ada tembok biru itu, saya juga tidak begitu tahu. Yang jelas, sekarang tembok itu sering menjadi sudut andalan saya foto-foto di rumah.


Sejak pandemi, saya pulang ke rumah orang tua. Ini membuat saya memutar otak kalau harus foto, baik untuk ilustrasi blog, feed instagram atau lainnya. Soalnya dulu saya tinggal di apartemen yang satu komplek dengan mall. Jadi, kalau mau foto bisa turun ke area kolam renang, bisa ke taman, bisa ke fasilitas lainnya, atau bisa juga keliling komplek dan mencari coffee shop lucu. Sekarang hanya bisa di dalam rumah. Selain karena takut keluar gegara pandemi, saya juga kehilangan coffee shop lucu, taman yang cantik dan kolam renang yang walking distance.




Ada beberapa sudut rumah favorit yang sering jadi andalan saya untuk foto. Karena sering mencoba, saya jadi menemukan beberapa hal:
  • Kalau pas tempat tidur saya pakai seprai putih, ini bisa jadi background foto produk dan flat lay. Tapi kalau pas pakai warna lain ya tunggu seprai putihnya dicuci dan kering haha.
  • Cari spot rumput yang rimbun lalu dijadikan background juga.
  • Bisa memanfaatkan beragam background seperti tembok batu atau pintu garasi untuk spot foto.
Tapi tetap, favorit saya ya si tembok biru. Yang menyenangkan dari sudut ini adalah lokasinya yang di bagian belakang rumah dan outdoor. Jadi mau pagi, siang, ataupun sore, sudut ini mendapatkan sinar matahari yang banyak. Makanya kalau buat latar belakang foto-foto jadi pas, tidak perlu pusing sama pencahayaan. Sekarang warna biru si tembok sudah memudar, tapi kalau difoto masih bisa diakali dengan filter haha. Cita-citanya sih, ingin saya cat ulang. Tapi harus dicari tahu dulu ini warna biru apa, soalnya saya ingin tetap sama warnanya.

 

Bukan cuma tembok biru-nya, tapi batu-batu putih yang ada di bagian bawahnya juga menolong ketika butuh foto dengan latar belakang sedikit berbeda. Biasanya sering jadi penolong ketika saya mau foto buat sponsored post atau ketika Dudu mau ikutan lomba foto. Seakan-akan sedang di pantai atau di taman, padahal hanya di kebun belakang. Hehehe. Lalu, yang terkadang sering membuat saya mengeluarkan kamera handphone adalah rumput liar atau ilalang yang sering tumbuh di antara batu-batu tersebut.

Sudah terkubur batu, kok ya masih nekat muncul. Tapi, ini sebenarnya jadi inspirasi dan penyemangat juga kalau sedang tertimbun pekerjaan atau stress sama deadline. Ada ilalang tumbuh di bebatuan, masa saya tidak bisa survive sama kerjaan?

20 March 2022

Menjawab Pertanyaan dan Rasa Penasaran tentang Inner Child

“Kayaknya gue punya inner child belum selesai deh. Gimana cara menyelesaikannya ya?”

Topik yang muncul di salah satu grup WA baru-baru ini membuat saya penasaran juga. Apa itu inner child? Soalnya topik Inner Child ini memang lagi banyak jadi topik obrolan. Percakapan di WA pun jadi panjang.

“Kayaknya kita perlu tahu dulu inner child artinya apa.”
“Iya bener, lalu perlu dilihat apakah inner child kita terluka sebelum pergi healing-healing.”

Emang ada inner child yang tidak terluka? Lalu, healing-nya gimana?


Daripada banyak pertanyaan dan salah pengertian, saya langsung mendaftar acara #BincangISB yang berjudul “Bertemu dengan Inner Child,” yang diadakan pada Sabtu, 19 Maret kemarin. Acara yang menghadirkan Psikolog Diah Mahmudah S.Psi, dan Psikoterapis Dandi Birdy S. Psi, para founder Biro Psikologi Dandiah ini memberikan pencerahan tentang inner child.

Menurut Teh Diah, inner child ini adalah sosok anak kecil, yang memiliki sisi happy dan sisi unhappy pada orang dewasa di masa kini. Biasanya baru bisa disebut inner child pada orang yang sudah dianggap dewasa, pada usia minimal 21 tahun. Dalam psikologi, definisi inner child ini dijelaskan oleh John Bradshaw, salah satu tokoh di dunia psikologi dan penyembuhan yang menuliskan tentang inner child di bukunya “Homecoming: Reclaiming and Healing Your Inner Child,” sebagai pengalaman masa lalu yang belum atau tidak mendapatkan penyelesaian yang baik. Jadi bisa negatif bisa positif.

17 March 2022

Kalah, Menang dan Cerita tentang Terbang

“Si Dudu masih mau lomba ya, Mom?”
“Iya nih.”
“Anak saya udah nggak mau, dia kecewa kemarin kalah.”

Dulu, Dudu sering ikut lomba. Lomba fashion show, lomba foto, casting, bahkan kompetisi jadi penyiar radio cilik. Kalau dia menang, saya ikut bangga. Soalnya biasanya, saya juga yang sepihak mendaftarkan anaknya setelah setengah memaksa, “kamu ikut lomba ini ya.” Hahaha. Tapi efeknya, kalau dia kalah, saya juga ikutan kecewa.

Kenang-kenangan lomba Kartini di TK 

Tapi, yang namanya kompetisi kan ada menang, ada kalah. Sebenarnya juga si Dudu banyakan kalahnya, sih. Sebagai emak-emak kompetitif (katanya), saya pernah ditanya gimana caranya mengajarkan anak agar tidak putus asa ketika kalah lomba.

Saya pakai perbandingan dengan ketika saya mau “terbang.”

Saya senang travelling, naik pesawat lalu terbang dan mendarat di tempat yang berbeda. Percaya nggak percaya, pas hamil si Dudu, saya pernah stress berat. Sampai ke psikolog kampus dan mulai journaling untuk menemukan penyebabnya. Ternyata jawabannya adalah “kurang sering terbang.” Saya yang tinggal di kota kecil pas kuliah, lalu sering terbang ke kota besar pas liburan semester, atau terbang pulang ke Indonesia. Karena hamil, saya memilih stay di kota saya, mengambil summer jobs atau liburan ke daerah yang bisa dicapai dengan mobil. Lalu saya stress. Hidup kurang seru kalau tidak “terbang.”

Emangnya, apa yang membuat terbang begitu special?

1. Terbang perlu persiapan

16 March 2022

3 Film Bertema Keluarga Rekomendasi Dudu

Karena saya akhir-akhir ini jarang nonton film, jadi blog post ini yang nulis si Dudu. Tadi siang saya minta dia menuliskan 3 film yang dia baru tonton akhir-akhir ini, ceritanya apa, moral of the story dan kenapa orang harus menonton film-film ini. Ini hasil tulisannya (dengan minimal edit dari Mamanya):

Encanto (2021)
Durasi: 1 jam 49 menit
Rating: PG

Encanto itu adalah film yang ada di Disney+, tentang keluarga yang masing-masing mempunyai kekuatan ajaib, kecuali satu anak bernama Mirabel, yang tinggal di rumah ajaib. Suatu hari rumah mereka mulai retak dan keluarga Mirabel mulai kehilangan kekuatanya. Ini membuat Mirabel mencari tau alasan mengapa hal ini terjadi. Film ini mempunyai tema keluarga dan memiliki pelajaran untuk kenapa melambangkan(1) seorang anak special bisa mempunyai dampak negative. Orang-orang seperti orang tua atau anak anak pun bisa menonton film ini, dan mendapatkan pelajaran yang berharga, dan mendengarkan lagu lagu yang mudah diingat dan mau didengarkan berkali kali kapan saja.


Black Widow (2021)
Durasi: 2 jam 13 menit
Rating: PG-13

Black Widow adalah film Marvel yang ada di Disney+ dimana Natasha Romanof a.k.a. Black Widow bersama keluarga tirinya melawan organisasi Red Room, di mana Natasha dilatih menjadi pembunuh. Dari deskripsi itu bisa diketahui film ini bertema keluarga. Loh kok temanya sama dengan film sebelumnya? He he he, interaksi Natasha sama keluarganya bagus dan benar-benar membuat kita peduli sama mereka, terutama interaksi adiknya Natasha Yelena. Meskipun menurutku film ini seharusnya dirilis duluan lebih tepatnya sebelum Endgame. Tapi selain itu filmnya ini menunjukan banyak hal baru untuk MCU, dan musti untuk ditonton kalau salah satu fans Marvel dan mempunyai Disney plus.


Turning Red (2022)
Duration: 1 jam 40 menit
Rating: PG

Turning Red itu film yang baru saja keluar di Disney+, di mana ada anak SD di China yang berubah menjadi panda merah besar saat mempunyai emosi kuat, dan dia bilang ini terjadi karena keturunan dia meminta kekuatan untuk menjaga desa dia. Film ini tentang menjadi dirimu sendiri dan jangan membuang dirimu sendiri hanya untuk membuat keluargamu senang, karena kamu itu orang kamu(2) sendiri. Kita ditunjukan seperti apa ibu yang percaya anaknya tidak pernah bersalah, dan mempermalukan anaknya(3), karena dia percaya dia melakukan hal yang benar. Film ini juga bisa menjadi tontonan anak anak dan orang tua untuk pelajaran untuk menjadi kamu sendiri(4).


Buat yang bingung dengan Bahasa Indonesia si Dudu, ini ada kamusnya:
(1) Labelling - alias memberi label
(2) You are who you are, kamu ya kamu
(3) Si ibu cenderung menyalahkan lingkungan di sekitar anaknya, namun tindakannya malah mempermalukan si anak.
(4)Maksudnya becomes who you are, alias menjadi diri sendiri.

(Cek cara melihat rating film di sini)

Entah karena nontonnya Disney+ atau memang anaknya selalu fascinated dengan hubungan keluarga, ini sebenarnya semua satu tema. Well, dari ketiga film ini, saya paling pengen nonton Black Widow, sih. Tapi ya, kemarin nonton Loki saja belum selesai.

13 March 2022

Cerita Nostalgia Tentang si Panda

Perkenalkan ini namanya Panda.
Teddy bear kesayangan, orang ke-3
yang menemani perjalanan saya dan Dudu.

“Mama, ini bukan seekor panda.”
“Iya Mama tau, tapi namanya Panda.”


Long story short, boneka yang konon saya miliki sejak usia 2 tahun, ini warnanya belang-belang. Dulu sih kelihatannya hitam putih. Jadi waktu kecil saya kira ini boneka seekor panda. Sejak itu, namanya Panda. Sejak itu pula, saya harus menjelaskan asal muasalnya karena setiap yang melihat pasti bertanya, “ini kan beruang.”

“Ya, tapi kan beruangnya dua warna, jadi mirip Panda.”
“Di bagian matanya nggak hitam.”
“Soalnya Panda yang ini tidak suka begadang.”
Sampai di sini, biasanya yang bertanya sudah menyerah untuk melanjutkan.

06 March 2022

Kenalan dengan Diri Sendiri di Launching Buku Empowered ME

Mengenali diri sendiri itu penting. “Kalau kita nggak benar-benar tahu apa yang sesuai sama kita dan keluarga kita, jadi capek mengejarnya ke mana-mana karena ada banyak referensi di luar sana.” Satu quotes dari Puty Puar, penulis buku Empowered ME (Mother Empowers) memberikan pandangan baru tentang arti perempuan berdaya.

Foto buku by Penerbit GPU

Launching buku Empowered ME (Mother Empowers) yang saya hadiri sore hari itu sedikit berbeda karena bukan hanya ngobrol-ngobrol dan tanya-jawab, tapi ada mini-workshop journaling-nya. Wah, seru. Ini adalah launching buku pertama yang saya hadiri secara online, dan banyak manfaat yang bisa dibawa pulang selepas acara. Bukan cuma manfaat bukunya, tapi juga susunan acara dan ide-idenya. Soalnya, saya juga sedang belajar jadi event dan community planner nih di komunitas yang saya ikuti, jadi virtual launching begini bisa jadi referensi. Sekali hadir, dapat banyak ilmu.

Launching buku yang diadakan lewat Zoom pada Sabtu, 5 Maret 2022 jam 3 siang itu dipandu oleh Nathalie Indri dari Inspibook - Inspigo, menghadirkan editor bukunya, Nadira Yasmine dan surprise guest, Yohanes Abdullah, yang adalah ayah dari Puty. Masing-masing punya cerita tentang buku ini dan tentang Puty, yang bikin launching buku Empowered ME (Mother Empowers) jadi makin berwarna.

05 March 2022

Serum adalah Senjata Rahasia untuk Kulit Lebih Cerah

Kemarin, saya dan teman-teman satu grup WA ngobrolin skincare lagi. Topik utamanya adalah “gue males make up deh, kan pake masker ya. Cuma kalo pas ketemu klien terus makan bareng, jadi keliatan kucel banget.” Dilema banget kan.

Kemarin pusing gara-gara di rumah terus bikin kulit kering karena berada di ruangan ber-AC sepanjang hari. Sekarang sudah bisa keluar rumah, pakai masker awalnya aman karena hanya meeting. Jadi tidak perlu make up. Lalu semakin ke sini, hidup berdamai dengan pandemi berarti sesekali terpaksa buka masker karena dijamu makan. Pake make up salah karena nempel di masker dan harus touch up, tidak pakai make up juga kucel. Jadi serba salah.

Solusinya gimana?
“Ya skincare-an dong, biar nggak perlu make up.”

Good idea, tapi saya tidak pernah tahu harus memulai dari mana. Jadi saya kembali menyimak obrolan di grup WA dan mulai mendapatkan petunjuk.

“Kan masalah lo kucel, ya lo cari lah yang bisa mencerahkan wajah.”
Oh iya bener.


Apaan nih yang bisa mencerahkan wajah?

Ada Pond’s Triple Glow Serum. Serum dianggap powerful untuk kita yang sedang mencari extra boost di rutinitas skincare yang sudah dijalani sehari-hari. Anggap saja seperti senjata rahasia. Kalau biasanya sudah pakai pembersih wajah, toner dan pelembab, ya tinggal selipkan serum di antara toner dan pelembab. Kenapa serum? Soalnya serum, meskipun mengandung konsentrat yang lebih tinggi, biasanya ringan dan mudah diserap oleh kulit. Nah, sekarang tinggal mencari serum pencerah wajah terbaik yang sesuai kebutuhan.

04 March 2022

Pentingnya Memahami Peranmu Hadir di Dunia

Siapa saya?

Kalau ditanya begitu ya jawabannya “Mama Dudu” hahaha. Di biodata, title “Mama Dudu” ini mutlak ada. Tapi sekarang Dudu sudah teenager, peran saya sebagai seorang Mama juga sudah tidak sesibuk dulu. Lalu sekarang, saya siapa?


Untuk saya, memahami peran dalam hidup ini penting. Karena biasanya saya lupa bahwa peran saya di dunia ada lebih dari satu. Kalau peran sebagai warga negara mungkin tidak sebesar atlet yang menyumbang medali emas, tapi sebagai Mama Dudu, peran saya paling besar. Malah cuma satu-satunya, soalnya si Dudu cuma punya satu ibu. Jadi, ketika saya merasa sebagai “remahan rengginang,” perasaan minder dan insecure itu tidak tahan lama. Soalnya saya suka rengginang sih, jadi emang sampai remahannya juga saya makan hahaha. Well, on a more serious note, mengenali siapa saya di adegan mana adalah hal penting karena hidup saya jadi lebih baik dan teratur. Kok bisa?

03 March 2022

Tebak-tebak Pekerjaan Mama

Dudu sering bilang kalo saya tidak seperti Mama pada umumnya. Saya tidak bersih-bersih rumah dan saya tidak masak.
“Kalau begitu Mama apa dong?”
“Mama ini seperti ayah, cari uang dan bekerja. Lalu main game sama saya.”


Hal ini membuat saya berpikir ulang tentang role sebagai orang tua. Stereotypical banget ya. Papa kerja, Mama urus rumah. Dan saya, yang selalu ngaku tomboy sampai ada orang pintar yang suruh saya jadi feminin dikit biar dapet jodoh ini, memang prefer role yang pertama. Saya pikir yang namanya tomboy berhenti di manjat pagar, naik ke genteng sampai diomelin nenek tetangga atau se-simple pergi cuma bawa dompet sama hape dikantongin haha. Ternyata terbawa ke kehidupan sehari-hari juga.

Bukan hanya saya perempuan yang bekerja. Mama yang cari uang untuk anaknya. Beberapa waktu lalu, saya pernah bertanya di komunitas Single Mom yang saya ikuti, bagaimana anak mendeskripsikan pekerjaan si Mama. Dan jawabannya lumayan seru-seru. Dimulai dari Dudu ya.

“Mama kerjaannya apa?”
“Yang sekarang?”
“Iya.”
“Editor? Copywriter?”
“Ya itu dulu sih.”
“Sekarang Mama bekerja sebagai apa?”
“Livestreaming Campaign.”
Anaknya bengong sesaat sih. Lalu saya balik bertanya.
“Emangnya editor kerjaannya ngapain?”
“Membetulkan tulisan orang lain, lalu mengomel saat ada spelling yang salah.”

Hahahaha. Kok begitu?

Udah cocok jadi blogger belum anaknya?

Bagaimana dengan anak lain? Kemudian, saya melemparkan pertanyaan ke grup komunitas emak-emak yang saya ikuti dan jawabannya lucu-lucu. Coba disimak di sini:

01 March 2022

Kesabaran yang (Harus) Ada Batasnya

Ketika melamar kerja, selalu ada satu pertanyaan yang membuat (hampir) semua orang mengambil jeda sebelum menjawabnya: “apa kelebihan dan kekurangan kamu?” Tidak jarang yang kemudian menyebutkan kekurangannya dulu dan kemudian berhati-hati menyebutkan kelebihannya karena takut disangka sombong.

Begitu juga dengan tulisan ini, ketika saya mendapat tema “Review kelebihanmu yang tak dimiliki orang lain.” Satu poin yang menunjukkan bahwa saya lebih unggul, extra effort yang dilakukan untuk mencapai sesuatu karena kesulitan yang mungkin orang lain tidak alami. Reaksi pertama saya adalah sama seperti Dudu di iklan Morinaga tahun 2010 itu: “Aduhhhh, apa ya?”


Kalau ngomongin kelebihan, kayaknya nggak ada deh yang unik bagi diri saya sendiri. Saya pribadi percaya kalo here’s nothing new under the sun. Tapi ada a few things yang sering di-mention orang di sekeliling saya, yang saya anggap sebagai kelebihan atau strong points yang saya miliki. Meskipun kalau dipikir lagi, atau dari sudut pandang berbeda, hal-hal ini bisa menjadi kelemahan juga.

Kata orang, saya “sabar.”