30 December 2013

A 7-year-old Going on a Shopping Spree

Andrew paling sebal kalau saya belanja. Pasang copot sepatu, bolak balik masuk ruang ganti, akhirnya ngga beli apa-apa. Hari ini gantian dia yang genit sampai tante penjaga toko ikut geleng-geleng kepala.

The winning tweet
Ceritanya berawal dari menang kuis. Yes! Dapat voucher bisa belanja tas. Dasar nasib, belum sempat belanja, sudah ketahuan bahwa yang diikutkan kuis adalah foto si Andrew. Yah, memang sih, itu kuis dari twitter @FimelaFamily tentang #GayaSiKecil dan saya pasang foto anak saya yang memang model part-time itu. Alhasil, begitu menang, si kecil pemilik gaya meng-klaim voucher Just For Kids/TypoError yang saya dapat. 

HORE, kita belanja.
Pertama masuk Just For Kids. Mondar mandir dia ngga ketemu t-shirt yang cocok dan pas buat badannya yang agak panjang itu. Sepatu juga kecil, topi juga kecil... jadilah kita ‘mengungsi’ ke toko sebelah, TypoError yang membawa lebih banyak aksesoris. Baju TypoError semuanya untuk dewasa. Sebenarnya ada yang ditaksir anak saya, sudah dipegang-pegang itu kemeja, mau buat luaran (yaelah gaya bener) katanya, tapi saya cut. “Kalo kamu pake itu ntar jadi daster.” Akhirnya kita beralih ke aksesoris.

Sebuah topi army dipegang, dibalikin. Dipegang lagi. Trus masuk ruang ganti. Pose-pose sedikit habis itu dia cari kacamata hitam. Pertama yang frame biasa, trus frame biru muda.... trus saya suruh coba frame putih, dia ngga suka. Pas dia mau ambil frame kuning berbentuk hati, saya stop “Apa-apaan itu kacamata cewek.” Dia ngakak. Please deh ini anak. Pilihan dia jatuh pada cap army (the only cap with green-ish color there) dan kacamata frame biru muda.

“Fotoin dong Ma, aku belanjanya ini.”
Sampe kasir, harganya lewat dari nilai vocer. Hahaha ya sudahlah. Eh... Andrew bukannya berhenti malah sibuk pegang kalung (“itu barang cewek!” Jerit saya) dan mencoba cincin tengkorak berwarna merah menyala (“Aku suka yang serem-serem loh Ma, ini keren.”) yang langsung ditolak oleh saya sebagai pihak pembayar belanjaan. “Wah, sekarang aku punya kacamata hitam, aku bisa ke beach.” Komentarnya di kasir yang disambut tawa satu toko.

15 menit kemudian setelah ber “thank you” dengan tante penjaga toko, kita keluar bawa kantongan.

Dudu: Kacamata hitamnya boleh dipake, Ma?
Mama: Ini di dalam mall kaleeeee.
Dudu: Biar keren dong Ma. Biar semuanya lihat. Tolong copotkan labelnya.
Haizzzzzzz
Eh, malah ketawa liat saya putus asa.

Dudu: Tapi aku senang loh. Ini pertama kalinya aku belanja.
Mama: Ya syukur deh kalo kamu senang.
Dudu: Ternyata shopping is fun. Let’s do it again.
Mama: Laen kali kamu beliin itu tas inceran Mama.
Dudu: Baiklah, lain kali Mama boleh shopping juga... tapi bayar sendiri ya, Ma.

Well, he got to choose items he likes; he got to try them on too. He got to pay and brought the shopping bag home. Who says boys don’t go shopping? This one boy definitely knows what he wants to add to his wardrobe.


Thanks to @FimelaFamily and @justforkids28 for making this possible.

24 December 2013

Guci: A Hidden Destination

It started with a sudden turn my mom made somewhere in Tegal. 
After an hour or two drive, we finally get to see this:



Selamat datang di Guci.

Setelah mendengar tentang Guci sekian lamanya dari Nenek yang bolak-balik retret bersama gerejanya ke sana, akhirnya kita mampir juga ke “daerah wisata legendaris” ini. Kenapa legendaris? Soalnya cerita tentang Pemandian Air Panas di Guci sudah dari jaman saya masih kecil, dan kita bisa setahun dua kali lewat Pantura, tapi itidak pernah ke Guci. Akhirnya kesampaian, dan sekaligus dua kali. Desember 2012 dan Maret 2013.

Ngapain sih di Guci? Well, the first thing is escaping the hustle and bustle of big city noise. Udara segar, pemandangan alam yang indah dan suasana yang relax membuat Guci cocok dikunjungi bersama keluarga. Tapi mirip-mirip sama Puncak, kalau musim liburan penuh banget. Dan wajib booking. Soalnya, luck doesn’t come twice. Meskipun di kunjungan pertama kita berhasil dapat kamar di hotel Duta Wisata Guci Tegal (owned and managed by 2Tang), di kunjungan kedua, hotel itu penuh banget dan kita terpaksa pulang hari dan nginep di Brebes.

Dari dua kali kunjungan itu, kita dapat banyak pengalaman.




Day Visit vs Staying Overnight
Pulang hari juga asyik kok. Guci ngga mengenal waktu meskipun asumsi saya lokasi wisata ini baru buka sekitar jam 8, tapi karena wisata alam, ya 24 jam available. So if you want to do a day trip, go early and decide where you’d go and stay overnight afterwards. Brebes, Tegal, Purwokerto? Kalo dari dan balik Jakarta sih buat saya yang bawa anak kecil, agak kejauhan ya.

Kalau menginap, siap-siap bosen sama makanannya. Banyak warung jajanan, tukang sate dan buah segar, tapi ya itu. Makan paling enak di hotel. Anak saya juga bisanya makan di hotel. Banyak hal yang bisa dilakukan dan kita jadi lebih santai. Tapi siap-siap kalau malam dingin dan bingung mau ngapain begitu matahari terbenam. Good family bonding chance sih.



Hotel Duta Wisata Guci Tegal

Where to Stay
Highly recommended is Hotel Duta Wisata Guci. Selain ada kolam renangnya (gratis bagi tamu hotel), kamarnya juga cukup bersih. Keluarga bisa menyewa villa dan tinggal lebih nyaman. Tapi di sekitar Hotel itu ada beberapa hotel lain yang lebih kecil dan beberapa vila yang disewakan sepanjang jalan menuju Guci. Jika mengunjungi Guci saat high season, sebaiknya booking dahulu.


What to Do (with kids)
  • HIKING! Ya ngga beneran naik gunung sih, tapi berjalan ke atas bukit lalu melihat pemandangan Guci dari atas. Bagus banget! Di kunjungan kedua kita naik sampai ke atas, ketemu hutan pinus (?) (This is Andrew's favorite thing to do: "Aku suka ke Guci, gunungnya tinggi dan kita bisa naik sampai atas.")
  • Permandian air panas. Ada permandian umum kalau mau air panas, atau kalau sekadar bermain air sih bisa di kolam renang hotel. 
  • Naik kuda.
  • “Treasure Hunting” berkeliling pasar melihat makanan dan buah segar.


Swimming Pool at Duta Wisata Guci



Maximize Your Trip:
Yang jelas, lupakan gadget dan TV selama di sini. Selain susah sinyal (dan colokan haha), suasana tempat ini juga somehow membuat kita ngga ingin pegang gadget.

Hello from the Guci Hilltop

18 December 2013

A Smart Challenge

Smart itu pintar? SALAH! Smart itu cerdas... cerdik... licik... ya pokoknya ngga gampang dikibulin. Kalo bisa malah kita yang ngibulin orang lain hehehe.



Anak saya smart. Saya ngga (berani) bilang Andrew pintar, soalnya raportnya suka kebakaran dan saya sering dilaporkan kalau anak saya kurang konsentrasi di sekolah. Tapi anak saya smart. Soalnya dia bisa mengatur waktu belajarnya sendiri, dan menegosiasikan itu dengan ‘pawang’nya yaitu Papa saya (si Opa) yang GUALAKnya minta ampun kalo sudah soal sekolah. Buat si Opa ini, hari pendidikan nasional itu tiap hari... termasuk hari Minggu.

Opa: Andrew belajar sekarang!
Andrew: Nanti dong Opa. Jam 2 ada film Pororo, Jam 3 aku mau nonton Doraemon, Jam 4 aku mandi. Jam 5 deh aku belajar sampai allahuakbar.
(maksudnya sampai Adzan Magrib)

Atau ngibulin si Oma biar dibelikan mainan.
Andrew: Oma, kalau ini hari terakhir Oma, Oma mau apa?
Oma: Oma ada tabungan buat kamu, buat mama kamu....
Andrew: Oma ada tabungan? Bisa beli mainan? Bisa nginep hotel bagus dong.
Nah kena kan...

Bukan hanya anggota keluarga yang jadi korbannya. Andrew punya kemampuan negosiasi yang menurut saya agak licik. Contohnya seperti di postingan saya tentang Kids Meal, di mana dia berhasil menukar jus yang ada di menu dengan jus apel kesukaannya (padahal tidak tertulis di menu) tanpa extra charge. Atau kejadian waktu saya menunggu boarding pesawat di Soekarno-Hatta, ketika ada satu cewek cantik 20-an duduk mainan iPad di samping kita.

Andrew: Tante, itu iPad ya?
Tante: Iya. Ih kamu lucu deh. Namanya siapa?
Andrew: Andrew, Tante.
Tante: Mau naik pesawat juga?
Andrew: Iya. Tante mau ke Semarang juga?
Tante: Iya... Kamu kok lucu sih?
Andrew: Tante, iPadnya ada gamenya?
Tante: Ada nih (menyalakan game)
Andrew: Maininnya gimana?

Bisa ditebak bahwa tidak sampai semenit kemudian si Andrew mendapatkan pinjaman iPad untuk main game dari seorang Tante cantik yang baru dikenalnya. Dan waktu itu Andrew masih TK. Smart kan?

Tapi Smart juga berarti ngga pernah kehabisan akal.

Anak saya suka bawa mainan pistol-pistolan ke Mall. Jadi kalau jalan-jalan kita berdua suka dapat pandangan iri dari anak-anak kecil lain dan pandangan horror dari orang tuanya karena Andrew sibuk “nembak” kesana kemari. Saya sering melarang dia bawa senjata ke mall soalnya saya stress takut dia ngga sengaja mukul orang or menjatuhkan barang dagangan.

Andrew: Ma, boleh bawa pedang?
Mama: NGGAK!
Andrew: Pistol ini?
Mama: Nggak boleh. Kamu tuh kenapa sih bawa senjata melulu? Bawa tuh buku, robot-robotan yang muat masuk ke dalam tas jadi ngga susah kan bawanya.
Andrew: Ya udah deh bawa buku dan robot-robotan.
Mama: (memperhatikan apa yang dimasukkan ke tasnya) EH! Itu kenapa pistol ikut masuk?
Andrew: Kan kata Mama yang bisa muat di tas. Ini pistol kecil kok muat di tas. Boleh dong.
Mama: (sudah malas berdebat) Ya terserah deh sana asal jangan merepotkan Mama.
Andrew: Asyikkk Mama baik deh. Mama cantik... aku sayang Mama.

Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Kalau perlu, jalan tikus pun dicoba asal tujuan tercapai. Gitu kali prinsipnya ya?

Tapi kecerdikan Andrew tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya juga. Ada si Om yang hobi bikin barang recycle. Yang membuat Andrew tiap ketemu barang baru selalu bertanya “Kenapa cara kerjanya begini?” atau “ Gimana ini bikinnya?” Ada si Opa yang bikin Andrew jadi disiplin dan berpegang pada janji... dan bisa negosiasi waktu. Dan ada acara TV yang ditontonnya yang membuat Andrew jadi bicara bahasa Indonesia baku dan kerap catch adult off-guard when they first meet him.

“Anak loe pinter ya. Bahasa Indonesianya bagus.” Kata seorang temen saya yang terkagum-kagum waktu pertama bertemu Andrew. Belum lagi kalau dia melontarkan pertanyaan “ingin tahu” sederhana yang tidak bisa dijawab oleh teman-teman saya seperti “Kenapa tante suka permen? Permen itu kan membikin gigi jadi sakit.” atau pertanyaan complicated macam yang terlontar ketika dia menyaksikan adegan Superman mematahkan kepala Jendral Zod: “Kenapa Superman sedih, Ma. Harusnya kan dia senang musuhnya sudah kalah.” Pertanyaan itu berujung percakapan panjang tentang suku bangsa dan asal usul sesorang.

Dan sekarang dengan bahasa Inggris yang sudah cas cis cus alias lancar, semakin banyak orang dewasa yang bengong kalau bertemu anak saya.

Tapi anak zaman sekarang memang sudah berbeda dengan zaman saya dulu. Anak saya sudah fasih main tablet sejak usia 4 tahun, sementara saya dulu baru pegang HP pas sudah SMA. Dengan segala resources yang ada, memang seharusnya anak sekarang jadi lebih smart. Cita-cita anak saya (yang dulu pas TK mau jadi nelayan itu) adalah menjadi seorang professor atau game developer.

Dari tadi cerita anak saya terus hehehe maklum namanya juga emak-emak ya kan? Trus apa dong yang membuat saya merasa smart? Yang pasti saya merasa smart kalau berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan ajaib yang dilontarkan anak saya. Apalagi kalau berhasil balik ngibulin si Smart Boy itu. Rasanya seperti jadi orang paling smart sedunia. Padahal lawannya cuma anak kecil 7 tahun.




Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Ultah Blog Emak Gaoel

http://emakgaoel.blogspot.com/

16 December 2013

Hore menang tiket nonton Outback!



Semuanya bermula dari ketika Andrew menjawab pertanyaan berikut ini di website XYKids.

Apa yang kamu ketahui ttg koala dan apa yang kamu mau lakukan kalo punya teman koala?

Jawaban Andrew:

Aku tahu mereka sering nempel di pohon, mereka makan daun...e r... apa Ma? Oh iya eucalyptus. Mereka tidur di pohon. Mereka hidup berkelompok jadi sering bersama-sama satu sama lain. Bulunya abu-abu dan badannya gemuk. Kalau dipeluk Koala pasti empuk. Kalau berteman sama Koala aku mau peluk-peluk biar jadi guling. Aku ingin punya teman Koala yang bisa jadi adik, soalnya aku tidak punya adik.

Koala punya arti tersendiri buat saya. Kalau ditanya apa yang saya ingat dari Koala? Pasti bau (serius ini kayak anjing ngga dimandiin sebulan) dan beratnya yang bikin tangan encok waktu nyobain gendong pas di Perth. Yah, tapi saat itu juga saya masi SD. Koala dewasa kan memang berat. Fast forward to today.... saya punya seorang anak cowok yang nempel sama saya. Anak cowok yang susah disuruh mandi dan beratnya juga minta ampun kalo digendong. Ya kurang lebih mirip koala deh. Hanya saja koala yang ini sering merengek minta mainan bukan eucalyptus.

(waktu baca entry ini, si anak protes: “Kenapa Mama menjelek-jelek-an aku di depan umum?” trus ngambek sama saya.)



Anyway, sekilas tentang film Outback:

Seekor Koala albino bernama Johnny berusaha menemukan tempat dimana dia bisa diterima tanpa diskriminasi. Bertemu seekor tasmanian devil bernama Hamish dan teman monyetnya, Johnny akhirnya menjadi bintang freak show karnaval keliling. Dalam satu pejalanan, gerbong tempatnya tinggal terlepas dan ketiga binatang ini terpisah dari rombongan dan terjebak membantu binatang-binatang yang tinggal di billabong mempertahankan daerah mereka dari serbuan buaya jahat bernama Bog.



SPOILER ALERT!

Selesai nonton, saya minta Andrew menggambarkan 3 adegan kesukaan dia di film Outback. Yang pertama tentu saja si monyet yang selalu bawa kamera kemana-mana dan sibuk mendokumentasikan petualangan mereka. Yang kedua adalah si anjing-anjing Dingo anak buah buaya jahat Bog. Yang ketiga adalah adegan pertarungan Johhny the Koala Kid melawan dua ekor ular.

“Jadi waktu itu si Koala bilang ‘I can only feed one person who will it be?’ terus ularnya berantem. Punya aku punya aku begitu, sambil pukul-pukulan pakai kepala. Habis itu mereka malah kusut.” Dan Andrew ketawa ngakak ngga berhenti.


Yang jelas keluar dari bioskop saya jadi ingin punya koala... at least bonekanya deh.

10 December 2013

Made For Mommy

Mama: Dudu, kamu didaftarin workshop bikin sandwich sama Tante Wieny tuh.
Dudu: Sandwich itu apa, Ma?

Ya ampuunnnnn anak gue :(





Mama: Roti bakar Mama. Tapi yang ini ngga pake dibakar.
Dudu: Ooo...
Mama: Nanti kamu bikinnya buat Mama ya.
Dudu: Baiklahhhh.

Kenapa bikinnya buat Mama?
Soalnya di meja workshop sudah tersedia selada, saus tomat, mayonaise, timun dan tomat yang ngga akan disentuh sama anak saya. He's not into vegetables... not the ones that obvious anyway. 

I peeked behind him as he was asking whether I want mayo on my sandwich or if I prefer heart-shaped cheese to the star one. Then the MC kicked me out, telling all moms to let the children be creative. Sebelum saya pergi, Andrew sempat ditanya sama kakak pembimbing. Saya cuma dengar jawabannya, "soalnya roti aku buat Mama, Tante. Makanya aku tanya-tanya terus."

Ternyata hasilnya enak! 
Punya saya ada selada, tomat, keju, sosis dan lain-lain. Meriah!
Dan Andrew sempat bikin untuk dirinya sendiri.... isinya cuma keju. Persis kalau saya bikin "Roti Bakar Mama" kesukaannya.
Dasar.




Post-sandwich conversation...
Mama: Gimana seneng ngga?
Dudu: Nggak seneng.
Mama: Kok nggak seneng?
Dudu: Kotor. Susah potongnya.... tapi aku senang nyetaknya jadi hati sama bintang. Sama boleh pake pisau juga sama tantenya.

09 December 2013

Best (Hollywood) Dad Ever!

While many other Hollywood Dads qualified for the title, my pick goes to Orlando Bloom.



I first saw him on The Lord of The Rings as the Elf, Legolas. Who knows behind the silvery long sleek hair is this curly brown haired guy. Since then, he had gone to play Will Turner and marry (and divorce) Supermodel Miranda Kerr. He has one son, Flynn... who seems to adore swashbuckling as much as his dad. 

Pictures are taken from Justjared.com... I'm thankful for whoever paparazzi snapped the beautiful moments. 

03 December 2013

Seandainya Anakku Main di Chocokid Littletown



Saya dan putra saya, Andrew, tinggal di apartment Mall of Indonesia. Dan setiap ke mall kita selalu penasaran buat masuk ke satu store manis di depan karusel. Udah ngintip-ngintip tapi belum pernah kesampaian bermain di sana. Soalnya… anak saya ngga suka coklat.

Saya juga bingung kok ada anak kecil ngga suka coklat.

Anyway… Ngga suka coklat bukan berarti ngga suka “bermain” dengan coklat. Anak saya paling heboh kalo ketemu chocolate fountain. Sibuk menusuk buah dan marshmallow untuk dicelupkan ke air mancur berbentuk coklat tersebut. Siapa yang makan? Ya saya. Hahaha… Makanya saya jadi mampir ke website Chocokid Littletown (http://www.chocokid-littletown.com), saya langsung senang. Soalnya ternyata di sana bukan hanya coklat, coklat dan coklat, tapi banyak juga aktivitas lain. Good news buat Andrew (yang tadinya ragu-ragu masuk tempat bertuliskan “coklat”) bahwa dia bisa bermain di sini.

Jadi, seandainya Andrew dapat kesempatan main di Chocokid Littletown saya yakin yang pertama dia samperin adalah si SAPI. Kapan lagi kita yang tinggal di apartment (and ngga punya kebon) bisa memerah susu dan langsung minum susu segarnya. Then, he’d go straight to the ice cream van. Meski ngga suka coklat, Andrew suka es krim dan mendekorasi. Apalagi kalau dapat chef hat dan apron seperti chef beneran. Hasil karyanya? Tentu saja biasanya diberikan untuk Mama-nya (saya) untuk dimakan.


Cow Milking
Ice Cream Van