30 December 2017

Bicara Nutrisi, Gizi dan Susu Kental Manis

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh perkumpulan dokter gigi Indonesia, penggunaan susu kental manis yang salah kaprah itu malah lebih banyak terjadi di kota besar.

Kok bisa?


Well, kalau melihat iklannya, susu kental manis (yang seharusnya disebut krimer kental manis itu) memang terlihat menyasar keluarga menengah di kota besar. Padahal harganya relatif murah. Inilah yang kemudian menjadi concern dalam Fun Discussion yang diadakan oleh Kelompok Kerja Jurnalis Penulis Kesehatan (K2JPK) bersama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI pada 14 Desember yang lalu. Dengan tema “Cukupi Kebutuhan Gizi Keluarga, Jangan Salah Pilih Susu. Bunda Indonesia Bisa!” diskusi yang melibatkan berbagai kalangan ini bicara masalah nutrisi dan tumbuh kembang anak.


Lenny N. Rosalin, Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak

21 December 2017

Menjadikan Gadget Sebagai Teman Belajar Lewat Quipper Video

Akhir pekan kemarin, saya dan Dudu mencoba Quipper Video. Penasaran soalnya.

“Keponakan gue pakai Quipper tuh,” begitu komentar seorang teman waktu saya cerita. “Sekarang ada yang buat anak SD juga?”


Awalnya saya juga bingung, bagaimana menggunakan Quipper Video ini untuk Dudu. Selain karena dia masih SD, kurikulumnya yang internasional juga sedikit berbeda. Lalu saya ingat kata kunci dari Dra. Itje Chodijah, M.A., Education Expert yang hadir di acara TUM Luncheon Bersama Quipper hari itu: “Quipper bukan pengganti sekolah tapi pasangan sekolah. Teknologi ini adalah pelengkap pendidikan.” Jadi, untuk kita berdua, Quipper Video jadi sarana belajar sejarah dan budaya Indonesia yang otherwise bakalan terlewat dari kehidupan Dudu seperti kemerdekaan Indonesia dan zaman kerajaan-kerajaan itu. 



"Pelajarannya yang di Quipper, aku belum sampai sih, belum diajarkan di sekolah. Tapi aku bisa belajar yang lain-lain, yang tidak diajarkan di sekolah aku," begitu komentar si Dudu waktu saya tanya gimana rasanya belajar pakai Quipper Video. "Kurasa bagus untuk belajar dari video, karena kalau kamu tidak mengerti kamu bisa ulang lagi terus dan gurunya tidak akan marah karena disuruh ulang-ulang."

14 December 2017

Melihat Peluang Lewat Content Writing dan Optimisasi SEO

Menjadi seorang content writer bukanlah tujuan akhir, tapi awal perjalanan menulis kita.

Kira-kira begitulah kesimpulan yang saya dapat dari workshop bersama CNI dan Komunitas Indonesia Social Blogger (ISB) kemarin di Burger King Pasar Festival. Workshop ini merupakan seri ke-2 dan sayangnya saya tidak ikut sesi pertamanya. Untungnya ada beberapa juga yang baru hadir di sesi ini dan Teh Ani Berta selaku pembicara bersedia mengulang sedikit presentasi awalnya. Beginilah kisah content writer wannabe di satu Minggu sore yang mendadak jadi jauh lebih berfaedah.


“Content writer ini bukan untuk blogging,” begitu penekanan Teh Ani di awal presentasinya. Soalnya, meskipun sama-sama menulis, content writer dan blogger itu berbeda. Sebagai blogger, kita punya blog, nulis buat diri sendiri dan senang-senang sendiri. Sementara content writer mengisi website orang, perusahaan atau institusi lain seperti misalnya Brilio, Citizen6, Vivalog dan Kompasiana. Kalau kita suka baca website dan ada tulisan mengajak kita untuk sumbang artikel dan mengisi di web mereka, itu adalah ajakan jadi content writer. Dibayar? Tidak selalu sih. Tapi sebagai content writer yang kita cari kan sebenarnya portfolio.