17 February 2018

Arti Film Perjuangan Untuk Anak Jaman Sekarang

Sebelum bertanya pada Dudu, saya mencoba mengingat kembali film perjuangan apa yang pernah saya tonton? Mungkin ada, tapi saya tidak ingat satu pun.

Astaga.

Lalu bagaimana saya expect Dudu untuk menonton film perjuangan? Mungkin satu-satunya yang bisa menghubungkan Dudu dengan “film perjuangan” adalah bagaimana para survival di The Walking Dead berjuang bebas dari kepungan zombie. Dudu mungkin aware bahwa bangsa Indonesia pernah dijajah Belanda. Tapi karena Dudu sekolahnya internasional, tidak pernah ada penekanan bahwa sejarah tersebut penting dan seharusnya menjadi bagian dari dirinya.


Atau tidak. 




Toh, Dudu bukan orang Indonesia. Kan dia keturunan sekutu yang ikut mengebom Hiroshima dan Nagasaki, lalu meratapi kapal-kapal yang tenggelam di Pearl Harbor. Mungkin sebenarnya perjuangan Martin Luther King Jr. lebih berfaedah buat sejarah Dudu kelak.

Kalau saya tidak ingat satu pun film perjuangan yang saya tonton, bagaimana saya mau mengkritisi atau memberi saran bagi para pembuatnya?

11 February 2018

Ikutan Trending di Dunia Blogging

Paling enak itu jaman dulu, belum banyak yang ditemukan. Coba kalau Alexander Graham Bell hidup di jaman sekarang, dia pasti pusing melihat benda ciptaannya malah menjauhkan yang dekat bukan mendekatkan yang jauh. Padahal mungkin dulu dia menciptakan telepon supaya komunikasi lebih mudah. 

Jadi blogging itu gini ya Om, Tante...
Graham Bell menciptakan telepon, sesuatu yang baru pada masanya. Dan sampai sekarang, secanggih-canggihnya ponsel, tetap saja merupakan pengikut trend komunikasi. Iya sih, ada tambahan fitur A, teknologi B dan lain sebagainya. Tapi pada intinya kan benda tersebut tetap sebuah telepon (meskipun fungsi yang paling sering dipakai adalah Whatsapp dan Instagram).

Blogging juga begitu, terutama setelah banyak yang menyadari bahwa “profesi” ini menjanjikan. Banyak yang latah punya blog (terutama kategori lifestyle) dan mendadak jadi blogger. Ikutan trend. Tidak salah dong? Well, it’s okay to follow but we do have to create something that’s uniquely ours. Sebutan simplenya “identitas”. Sama seperti brand ponsel yang sering datang menghampiri para blogger itu. Ada yang kameranya bagus, ada yang punya fitur waterproof, ada yang tahan banting, dan lain sebagainya.

10 February 2018

Resolusi Untuk Jatuh Cinta

Resolusi 2018 ini sebenernya cuma daur ulang dari tahun sebelumnya. Isinya ya begitu-begitu aja: mau bikin buku, mau jalan-jalan ke luar negeri sama Dudu dan mau kuliah lagi. Terus kalau ditanya mana yang urgent mau diwujudkan tahun ini? Well, tidak ada sih. Semuanya sama saja, mungkin malah sama urgent-nya karena sudah resolusi tahun sebelumnya.

Tapi tahun ini sedikit berbeda. Soalnya saya mengawali tahun dengan liburan ke Korea, yang berarti #DateWithDudu ke luar negeri yang bukan cuma Singapore/Malaysia itu kesampaian. Itu satu resolusi yang begitu ada teriakan “Happy New Year!” sudah langsung terlaksana. 

Jalan-jalan lagi yuk!
Resolusi berikutnya adalah mau bikin buku. Sudah ada wacana dari jaman saya senang menulis fanfiction, ikutan kelas-kelas menulis buku sampai numpang baca teenlit di toko buku, tetap saja tidak terlaksana. Ada beberapa buku yang saya beli spesial untuk jadi inspirasi, tapi tidak kunjung terwujud juga. Buat resolusi yang ini sih kendalanya saya tidak tahu mau mulai dari mana.

06 February 2018

K-Drama With Dudu Episode 1: Bukan Winter Sonata

Akhirnya saya dan Dudu ke Korea juga.

Pas winter.
Pas suhu di Korea Selatan sedang dibawah 0 derajat.


Dengan segala drama akhir tahun mulai dari asam lambung yang kambuh H-1 dan membuat saya harus minum 3 macam obat sebelum makan kimchi, sampai packing dan pembuatan itinerary yang tidak selesai-selesai karena pekerjaan saya yang mendadak menumpuk di bulan Desember.


But let me start with how it all began: teman seperjalanan.

Kita berdua pergi ber-9, dengan tim yang sama dengan Playdate ke Singapura 2 tahun lalu. Harusnya ber-10, tapi yang satu gagal dapat visa dan kalau saya ceritain di sini nanti orangnya baper lagi haha. Total 5 dewasa 4 anak dengan persiapan khusus karena kita perginya 1 Januari 2018.

Tidak mudah buat cari teman seperjalanan yang cocok, apalagi kalau kita jalan bawa keluarga masing-masing. Untungnya kita ber-9 survive perjalanan ke Korea ini haha. Ya kita sudah survive Playdate ke Singapura dan 16 Jam stuck di kereta Gajayana jadi kayaknya winter sonata di Korea tidak sesulit itu.

Januari 2017, sebuah tawaran tiket murah datang menghampiri. Ke Korea PP naik Garuda hanya 3,5jt/orang. Mau dilewatkan sayang, mau diambil juga tanggalnya masih jauh banget: 31 Desember 2017 malam. That means kita akan tahun baruan di pesawat. Things might change over the year and we might not depart at all. Tapi yang namanya resiko harus diambil dan akhirnya kita ber-10 nekat beli tiket.

05 February 2018

Berdamai Dengan Diri Sendiri

Kunci berdamai dengan diri sendiri adalah mencari tahu apa yang harus diketahui, melakukan apa yang harus dilakukan dan melepaskan apa yang memang bukan milikmu.

Terdengar pasrah tapi bukan.

Soalnya pelajaran itu saya dapat di kelas Buddhism yang saya ambil waktu kuliah dulu. Jadi ini salah satu pelajaran paling kompleks dan kalau disuruh bikin paper, saya bakalan berputar-putar lalu bingung sendiri dan akhirnya menyerah menjelaskan. Pokoknya ya gitu deh. Tapi ketika saya paham maksudnya, meskipun tidak bisa jelasin lagi ke orang lain, saya jadi lebih ikhlas sama hidup yang harus dijalani.

Sekarang, 13 tahun kemudian, bolehlah saya mencoba menjelaskan lagi untuk menjawab tantangan One Day One Post dari Komunitas ISB.

Mencari tahu apa yang harus diketahui mengacu kepada diri sendiri. Untuk tahu apa yang bikin marah, saya harus kenal diri saya sendiri. Menjawab pertanyaan "siapa saya?" biasanya menghasilkan jawaban yang tidak jauh dari kepribadian, pandangan hidup, perasaan, niat, dan kesadaran. Nah, ini semua harus disadari sebagai beban. Bagian ini agak kompleks karena memang ultimate goal dari ajaran Buddha yang ini adalah "selfless" alias bebas dari keterikatan duniawi tentang diri sendiri. Aduh nyerah jelasinnya.

Mungkin bisa pakai contoh begini: kita tahu niat kita baik dengan meminjamkan uang pada teman yang membutuhkan. Jadi awalnya kita tahu dan sadar bahwa kita memang punya niat meminjamkan kepada orang tersebut. Kita merasa harus meminjamkan karena teman memang butuh dan kita punya dananya. Jadi kita melakukan apa yang kita harus lakukan, yaitu meminjamkan uang. Tapi begitu kita tahu itu uang dipakai judi togel kita jadi kesel. Well, kalau sudah kita pinjamkan, pemakaiannya kan bukan urusan kita lagi. Jadi sebaiknya kita lepaskan apa yang harus kita lepaskan. Toh awalnya kan kita niat meminjamkan. Makanya niat itu ujung-ujungnya jadi beban.

Niat saya kan baik, kok akhirnya tidak happy ending?

Well, lihat niat sebagai niat. Bukan sebagai awal dari satu kisah berkepanjangan. Kita tahu niat kita meminjamkan uang, jadi seharusnya happy ending terjadi ketika kita benar-benar meminjamkan uang. Dan semuanya jadi lebih indah juga kan, kalau kita berhenti dan melepaskan apa yang ada di luar kemampuan kita?

Seringkali yang membuat saya marah adalah hal-hal yang tidak bisa saya kendalikan. Misalnya kalau saya kena macet di perjalanan pulang dari kantor. Padahal jalanan yang padat, kecelakaan dan lampu merah yang rusak ada di luar kuasa saya. Tetap saja saya frustrasi dan kesal kenapa itu semua ada di luar kuasa saya sampai saya bisa kena macet. Padahal kalau kita mau ikhlas bahwa kita memang terjebak macet, lalu memutar radio, mungkin semuanya jadi lebih baik. Atau kita bisa memutuskan mampir ke restoran bersama teman sambil menunggu macet. Kita tidak bisa mengendalikan macetnya, tapi kita bisa mengendalikan kegiatan kita di saat macet.

Dan ketika kita sadar bahwa kita tidak bisa mengendalikan macet lalu melepaskannya, maka kita bisa lebih lega dan fokus sama apa yang ada di sekeliling kita. 

So, let me close this train of thoughts with a quote from Buddha:
"Holding on to anger is like grasping a hot coal with the intent of throwing it at someone else; you are the one who gets burned."