31 August 2016

Ayo Ikut Belanja Seru di Ikea Indonesia

Hej!

Jauh sebelum tulisan itu terpampang di pintu masuk IKEA Indonesia, saya pernah melihatnya di kertas surat dari sahabat pena pertama saya jaman SMA yang berasal dari Malmö, Swedia. Setelah hampir 10 tahun hilang kontak, kami bertemu lagi di media sosial dan tiga huruf itu kembali muncul di hadapan saya. I truly missed talking to her, like I missed walking through the aisle of IKEA. Buat saya, keduanya membawa kembali kenangan masa lalu saya, yang tertinggal di belahan bumi sebelah sana. 



Saya dan Andrew sudah merencanakan mau ke IKEA Indonesia berdua, sarapan meatball lalu belanja. Tapi Andrew keburu pergi duluan dengan orang tua saya (yang waktu itu sudah super tidak sabar mau ke IKEA 
Indonesia), sementara saya baru kesampaian berbulan-bulan kemudian ketika ada talkshow rumah ramah anak dari The Urban Mama. Kata orang "there's a will, there's a way," jadi pada suatu pagi saya berhasil pergi ngedate sama Dudu ke IKEA Indonesia.

Varför? Kenapa?
Ini adalah 5 itinerary kita di IKEA Indonesia


29 August 2016

Kekuatan Super Sebuah Pulpen

Setengah dekade sebagai jurnalis lifestyle, “nasihat” yang sering saya dengar adalah tentang sepatu. “Good shoes will take you to good places.” Atau quote Marilyn Monroe yang terkenal itu: “Give a girl the right shoes, and she can conquer the world.” Tapi buat saya, yang penting itu bukan sepatu tapi pulpen.



Saya selalu pakai sepatu high heels andalan ketika harus bertemu petinggi perusahaan dan negara, yang sebagian datang dari luar negeri itu. Ketika ngobrol sambil berdiri memang lebih membawa percaya diri, namun ketika kita duduk terpisahkan meja untuk interview, sepatu sudah terlupakan. Yang terlihat di atas meja, selain rekorder adalah notepad dan pulpen. Saat itulah, memiliki pulpen istimewa lebih mengena daripada sepasang sepatu mahal yang tersembunyi di kolong meja. Untuk saya, pulpen adalah nyawa dan saya biasanya lebih panik kalau ballpoint.macet daripada rekoder (atau jalanan) macet. Dan sudah jadi kebiasaan dalam tas saya selalu ada pen dan notebook, just in case ada ide mendadak muncul di jalan yang harus segera ditulis. 

Lalu saya gantung sepatu. Pensiun jadi jurnalis dengan high heels. Tapi saya tidak gantung pulpen. 

Setiap pen ada special giftboxnya

26 August 2016

My Curious Encounter with Indonesian Books

I read books, that's why I wear glasses. I spent my hours, drowned in library stacks. Something that I can proudly say, I passed on to Dudu. But when it comes to Indonesian writers, I have to admit I'm clueless. I find my comfort in English books that I usually skip the aisles with my own languages at the bookstore. I don't have anything beyond high school mandatory readings. I figure it's not fair.

The topic thrown at BEC discussion on their Facebook group page is challenging, not because I don't know any Indonesian writers, but because I'm not familiar enough with anyone to write a blog post about. Because I never buy a book in Bahasa Indonesia on purpose, my encounter with local books are always a pleasant surprise. Like what happened with these ones 

Ocean Melody
Ocean Melody by Gemala Hanafiah
Paperback, 282 pages

The book arrived on my hand one weekend, when I attended a travel blogger event. Didn't really know what to expect from this book, especially when I read the synopsis on the back and realized it talks about surfing. But the cover is compelling and after I followed Gemala on twitter and instagram, I started to flip the pages before long. An interesting story about an amateur going on surfing for the first time and her struggle to ride the largest wave out there. There's even a surfing 101 step-by-step guide inside the book. Ocean Melody takes you to the most beautiful (and memorable beaches, along the shoreline of our archipelago. I would never do surfing myself, so reading Gemala's book is like stepping into a thrilling adventure and the feeling of victory as you managed to finish the book. 

24 August 2016

Sukses di Disney, Chilla Kiana Rilis A Copy of You

Dalam acara launching Disney Time Please kemarin, ada satu penyanyi muda yang menarik perhatian saya dan Dudu saat makan siang. Kebetulan kami makan di pinggir panggung dan si penyanyi sedang sound check. Rambutnya panjang dan wajahnya cantik. Apalagi dia menyanyikan lagu kesukaan semua anak, “Let It Go.” Ternyata namanya Chilla Kiana.


Lalu siapa Chilla Kiana? Setelah sukses besar bekerjasama dengan Disney dalam project lagu “The Glow”, Chilla Kiana kembali membuktikan kemampuan bernyanyinya dengan sebuah single baru berjudul “A Copy Of You”, dengan menggandeng label rekaman Universal Music Group. Video Klipnya bisa dilihat di Youtube.

22 August 2016

5 Fakta Seru dari Seminar ASI IDAI

ASI selalu jadi pembicaraan hangat, bahkan bertahun-tahun kemudian ketika anak saya sudah masuk 10 tahun usianya. Minggu lalu, ketika para ibu menyusui di kantor saya berhasil meminta HRD untuk membawa kulkas dan menyediakan ruang menyusui di tempat outing (yes, para ibu-ibu bisa ijin pompa di tengah outbound begitu), rasanya saya jadi melihat lagi perjuangan para ibu ASI ini.

DR.Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K),
Ketua Umum IDAI, memberikan cerita sambutan
.
Si Dudu juga anak ASI, tapi saya tidak memaksakan dia jadi anak ASI. Bukan eksklusif karena dia minum susu formula juga, dan makan pisang di usia 5 bulan. Waktu itu yang namanya menyusui tidak pakai teori karena menurut saya ya mamalia yang lain baik-baik saja kok, kenapa saya harus stress. Baru kemarin inilah saya menghadiri seminar ASI yang diadakan di Kantor Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan menemukan berbagai pemikiran menarik. Let me share that with you.

17 August 2016

Menciptakan Ulang Tahun yang Berkesan

Saya pernah menulis sebuah renungan tentang “how far would you go for your child’s birthday?” Saya sendiri pernah mengubah itinerary liburan keluarga, demi merayakan ulang tahun Dudu yang jatuh pada tanggal 14 Juli di Paris. Tapi kalau ditanya ke anaknya, ya ulang tahun ke-4 itulah yang paling dia ingat. “Tiup lilin di bawah Eiffel Tower, Ma.” Jadi rencana saya sukses.

Tapi masa iya harus sejauh itu merayakan ulang tahun agar berkesan? Ulang tahun Dudu yang jatuh pada hari libur sekolah biasanya tidak dipestakan. Hanya tahun pertama yang ada pesta kecil-kecilan dengan keluarga besar di rumah. Ulang tahun ke 10 kemarin bahkan hanya tiup lilin di atas puding melon. Tidak ada kue. Dan karena ulang tahun yang jatuh pas liburan inilah, saya selalu berusaha mencari hal-hal kecil yang bisa menjadi kenangan indah untuk ulang tahun Dudu.

Ini ide saya:


14 August 2016

Time Please: Ketika Disney, Pramuka dan Microsoft Bicara Volunteering

Cara paling mudah menjadi bahagia adalah membuat orang lain bahagia,” begitu kata Daniel Mananta di panggung peluncuran gerakan Time Please Disney bersama Gerakan Pramuka Indonesia dan Microsoft Philantrophies, 6 Agustus lalu di Gandaria City. Dan karena kita semua pasti punya waktu, maka berbagi waktu adalah cara temudah menuju bahagia. 


Kalau dulu saya ikut Pramuka sampai tingkat Penggalang, si Dudu hanya tahu bahwa Pramuka itu pelajar berseragam coklat yang harus masuk sekolah di hari Sabtu. Maka itu, ketika undangan menghadiri acara Pramuka ini mampir ke inbox, saya langsung semangat.

11 August 2016

Kata Dudu Tentang Sekolah Full-Day

“Hi, my name is Andrew. My school is in Raffles. I go home at 2 o’clock, if there’s remedial or CCA, I go home at 3 or 4 o’clock.”

Gara-gara debat sekolah full-day, saya jadi penasaran apa kata Dudu sebagai seorang anak yang masih sekolah. Saya sendiri tidak termasuk yang setuju karena sekolah bukan hal yang berkesan dan ingin saya ulangi lagi haha. Tapi yang sekolah kan si Dudu ya, jadi kenapa tidak tanya sama si Dudu saja? Agak campur-campur bahasanya karena si Dudu kalau bercerita (apalagi tentang sekolahnya) suka mendadak ketularan Cinta Laura.




09 August 2016

Buku Panduan Berani ke Dokter Gigi

Siapa yang anaknya takut ke dokter gigi? Bagaimana kita membujuknya? Apakah Mama semua tahu bahwa ASI bisa membuat gigi bolong? Lalu kapan sebaiknya kita memberikan makanan manis pada anak? Semua pertanyaan itu terjawab di acara launching buku cerita seri gigi oleh Komunitas Kejora yang pendirinya adalah 2 orang dokter gigi.



drg. Tara Prathita SpKG dan drg. Stella Lesmana bertemu di tempat kerja. Stella yang dokter gigi anak sering menemukan para pasien ciliknya ketakutan ke dokter gigi dan datang dalam keadaan menangis. Jangankan anak-anak, orang tua saja sering takut memeriksakan gigi. Termasuk saya. Padahal kuncinya sederhana, memberitahu anak tentang proses pemeriksaan gigi sehingga anak yakin kalau ke dokter gigi itu bukan berarti akan selalu menyakitkan. Selain itu, pada pasien anak-anak, banyak pula ditemukan orang tua yang kurang perduli dengan kesehatan gigi anak. Sehingga mereka datang ketika gigi anak sudah bolong.

Memang seram sih, kalau kunjungan pertama ke dokter gigi adalah untuk menambal gigi bolong.