27 September 2023

Cari Peluang Uang Tambahan untuk Ibu Tunggal

Kita selalu mencari peluang untuk mendapatkan uang tambahan. 

Waktu Dudu masih TK dulu, pekerjaan pertama saya tidak menghasilkan banyak uang. Cukup untuk kehidupan sehari-hari tetap sulit menabung untuk liburan dan kelak kalau Dudu mau masuk SD. Terus cari uang tambahan dari mana agar tidak mengganggu cash flow yang ada sekarang jika mau pergi liburan keluarga atau membeli barang yang sedikit mahal, misalnya Dudu perlu punya handphone.


Itu saya, yang full-time bekerja, dan bisa menitipkan Dudu pada orang tua. Bagaimana dengan single moms yang ketika masih berpasangan dulu memilih untuk jadi ibu rumah tangga? Tentunya ada gap year di antara karir, harus catch up dengan banyak hal dan melalui proses panjang untuk kembali ke dunia kerja. Apa yang bisa dilakukan selain mencari pekerjaan tetap agar kembali berpenghasilan?

Kalo orang bilang ada banyak jalan menuju Roma, sebenarnya ada banyak peluang mendapatkan uang tambahan. Apa saja?

Ikut kompetisi ibu dan anak.

Lomba mewarnai, lomba foto, lomba fashion show dan lainnya. Semua kompetisi itu sering diikuti oleh saya dan Dudu ketika dia masih kecil. Kalau menang dapat uang. Kalau tidak? Selain dapat pengalaman, biasanya ada goody bag yang dibagikan dan isinya lumayan untuk kehidupan sehari-hari. Saking seringnya ikut lomba, saya sampai punya IG agregator lomba anak yang masih berjalan sampai sekarang.

Bagaimana caranya ikutan lomba? Dulu saya dan Dudu rajin hadir ke acara anak-anak di akhir pekan. Terutama yang gratisan dan terbuka untuk umum di mall. Kalau ada kompetisinya, ya kita daftar saja ikut. Selain bisa jadi kesempatan bonding bersama anak, kalau menang kan bisa dapat hadiahnya.

02 September 2023

Makna Merdeka Bagi Ibu Tunggal

Tanggal 30 Agustus kemarin saya menghadiri Diversity, Equity and Inclusion (DEI) Summit yang diselenggarakan oleh Manulife Indonesia. Acara yang saya hadiri sebagai perwakilan Single Moms Indonesia ini membawa pesan “Bring DEI to Life.” 

Hubungannya apa sama merdeka?

Ada satu pesan yang saya dengar di DEI Summit pertama di Indonesia ini yang membuat saya berpikir tentang makna merdeka. Kira-kira begini: Coba bayangkan betapa tidak nyamannya kita ketika harus menyembunyikan sesuatu agar terlihat normal dan tidak dikucilkan oleh orang lain. Apa yang terjadi jika kita harus merahasiakan kondisi kita, dan struggling sendirian. 

Yang dibahas di DEI Summit kemarin lebih kepada disabilitas, terutama disabilitas fisik. Namun memang disebutkan bahwa disabilitas ini bukan hanya fisik tapi juga mental dan kondisi. Perbedaan bukan hanya apa yang terlihat langsung di depan mata. Misalnya seorang karyawan yang memiliki ADHD tentunya akan lebih sulit fokus dibandingkan rekan-rekannya yang tidak ADHD. Namun ADHD yang tidak berani diakui ini menghalangi kinerja dan menyebabkan karyawan tersebut dicap tidak perform. Begitu juga dengan status ibu tunggal. 

Banyak single mom yang menyembunyikan status mereka ketika melamar pekerjaan karena takut diperlakukan berbeda, misalnya diganggu rekan kerja atau atasan lawan jenis. Bisa juga malah jadi tidak diterima karena perusahaan khawatir mereka akan banyak ijin karena harus mengurus anak sendirian. Padahal yang seharusnya dilakukan adalah menciptakan equity dan melakukan inclusion untuk mereka yang berbeda.

Jadinya ya, para ibu tunggal ini belum merdeka. Bukan hanya dalam pekerjaan, namun juga dalam kehidupan sehari-harinya. Stigma yang muncul membuat mereka kurang nyaman menjadi diri sendiri, dan akhirnya stress karena harus terus berpura-pura. Padahal masih terluka. Karena itulah saya ingin menciptakan sebuah kondisi di mana para ibu tunggal ini bisa merdeka. 

Merdeka yang bagaimana?