24 April 2022

Ampas Kopi Jadi Pupuk, Apa yang Harus Diperhatikan?

"Ini apaan?"
Tanya Mama saya ketika melihat bungkusan yang sedikit janggal di dekat alat berkebun yang biasanya dia gunakan.
"Ampas kopi, buat pupuk."
"Gimana pakainya?"


Hm… iya juga. Gimana pakainya?

Mama saya adalah tipe orang yang gampang menumbuhkan tanaman. Semua yang dia tanam sukses tumbuh lebat. Mau bunga, sereh, bawang merah, kangkung, sampai pohon pisang dan pohon mangga, semuanya tumbuh lebat. Padahal ya sebenarnya tidak diapa-apakan. Katanya begitu.


"Kayaknya sama deh, Ma, dengan kalau buang ampas kopi harian ke tanaman. Ini cuma dikumpulin jadi banyak aja.
Oh jadi hanya untuk pupuk biasa saja ya."

Ampas kopi Starbucks yang bisa dibawa pulang

Saya, sebagai penyumbang terbesar ampas kopi di rumah, jadi berpikir juga. Selama ini kan kalau minum kopi, ada ampasnya lalu saya buang ke tanaman di kebun secara random. Kadang bunga kebagian, kadang si nanas, kadang pohon pisang. Paling-paling hanya bawang merah yang saya lewatkan karena katanya tidak boleh kebanyakan air. Apakah yang saya lakukan sudah benar? Apa sebenarnya fungsi ampas kopi pada tanaman?

Halo Google, coba tolong berikan jawabannya.
Jawabannya iya. Ampas kopi mengandung potasium dan fosfor yang baik untuk composting. Jadi, ampas kopi ini paling baik digunakan sebagai pupuk. Caranya adalah dengan meletakkan sedikit ampas kopi dan dicampur dengan tanah. Soalnya ampas kopi yang dibiarkan kering di permukaan tanah dapat menghalangi penyerapan air oleh tanah yang ada di bawahnya. Jadi jangan lupa diaduk ketika menambahkan ampas kopi ke bagian tanah di sekitar tumbuhan. Rasio yang paling ideal untuk tanah dibandingkan kopi adalah 4:1

Yang perlu dihindari adalah memberikan ampas kopi yang fresh, alias bukan bekas diseduh. Soalnya ada kandungan caffeine yang kurang baik untuk perkembangan tumbuhan.

Bunga depan beranda jadi lebay begini tumbuhnya

Tanaman apa saja yang bisa mendapatkan manfaat ampas kopi?
Tanaman bunga adalah yang pertama disebutkan oleh seorang expert di homesandgardens.com. Pantesan bunga-bunga di kebun ini kok gampang sekali tumbuh. Terutama satu bunga yang lokasinya ada di depan pintu kamar kerja saya, yang paling sering kebagian ampas kopi. Sementara tanaman induknya berbunga hanya satu, yang ini bisa sampai 5 pucuk.

Kopi juga mengusir siput. Pernah di suatu waktu, beranda saya diserbu siput. Bisa sampai ada 12 siput berkumpul seperti sedang konferensi. Sejak ada bunga yang rajin saya sirami ampas kopi ditanam di dekat beranda, siputnya hilang sama sekali. Konon, siput dan lintah tidak menyukai kopi karena teksturnya yang kasar.

Tanaman lain yang ditanam Mama: Kangkung (kiri belakang) dan bawang merah (depan) 
Plus bonus kenangan panen ubi dan nanas jaman dahulu (gambar bawah)


Tapi, kok saya bisa dapat ampas kopi Starbucks sebanyak itu? Jadi, pertengahan pandemi tahun lalu saya mampir ke Starbucks yang lokasinya di perumahan dan menemukan bungkusan yang tidak biasa. Ketika saya tanyakan ke Baristanya, katanya ampas kopi tersebut boleh diambil secara cuma-cuma. Wah, saya merasa dapat harta karun. Sejak itu, saya suka meminta disimpankan oleh Starbucks langganan. Kalau pas lihat di Starbucks yang saya kunjungi pun, saya suka bawa pulang.



15 April 2022

Film Adaptasi Novel Agatha Christie: Death on The Nile

“Ada Death on the Nile, Du.”
“Mau menonton?”
“Atau Murder on the Orient Express?”
“Mama bagaimana sih, itu kan kita sudah menonton bersama-sama.”
“Oh, Mama lupa. Nontonnya sama kamu ya?”

Di tengah kebingungan mau nonton apa di Netflix karena Spy Family baru ada 1 episode, Inuyasha adanya yang Final Act dan sisanya tidak ada yang menarik, akhirnya kita pindah ke Disney+. Mumpung masih ada langganannya hehehe.

(Cerita kita langganan Disney+ Hotstar lewat Telkomsel di sini)

Sambil setengah complain-complain karena saya fans Miss Marple dan bukan Hercule Poirot yang sombong, saya nonton juga cerita klasik Agatha Christie tersebut. Kata Dudu: “Ini film yang ada Wonder Woman-nya.” Maksud dia si Gal Gadot. Sementara saya lebih sibuk sama Armie Hammer yang pernah main di Lone Ranger barengan Johnny Depp sampai Dudu berkomentar kalau saya hanya inget aktor ganteng saja. Hahaha.

Death on The Nile
127 menit
Cast: Kenneth Branagh, Gal Gadot, Armie Hammer, Annete Bening, Tom Bateman, Letitia Wright, Russel Brand


Ini sinopsisnya, according to Dudu:
Death on the Nile adalah sekuel untuk film Murder on The Orient Express, di mana Detective Hercule Poirot mengurus kasus pembunuhan di kali Nile di Egypt di saat pesta pernikahan. Awal filmnya agak pelan tapi memberi waktu untuk mengetahui karakter-karakter film dan melihat semua lokasi yang indah di London dan Egypt, seperti Thames River, the Sphinx dan Pyramid of Giza. Pada akhirnya, awal yang pelan membantu membuat akhir yang asyik dan penuh dengan mystery. Sampai akhir banyak bagian dari awal dimana kita harus mengingat detail kecil-kecil untuk membantu mengerti hal-hal yang terjadi nanti, jadi harus tetap vigilant untuk menebak pembunuhnya!

07 April 2022

Mengenal Jenis Jurnal dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-Hari

Konon, journaling itu baru terasa manfaatnya kalau konsisten. Jadi, sebulan kemarin saya coba untuk konsisten.

Ada dua jenis jurnal yang saya buat: Progress Tracker Journal, yang saya modifikasi jadi Daily Habit Journal, dan Gratitude Journal. Keduanya adalah oleh-oleh dari acara yang saya ikuti. Beda jurnal, beda isi, beda fungsinya juga. Coba kita telaah lebih jauh bedanya masing-masing jurnal.



Daily Habit Journal
Idealnya jurnal ini dibikin di buku tulis, digambar dan dikasih warna agar terasa personal. Saya bikin di Excel online, dan terbagi ke dalam beberapa kategori. Kenapa di Excel? Soalnya nggak punya spidol warna-warni yang memadai. Lagipula pilihan warnanya lebih banyak di excel juga kan. Ide untuk membuat Daily Habit Journal datang dari Progress Tracker Journal yang saya lihat di acara launching buku Empowered ME (Mother Empowers) oleh Puty Puar bulan lalu. Ada beberapa tipe jurnal lain yang dibahas di acara tersebut seperti Action Plan Tracker atau Wheel of Life, tapi Progress Tracker inilah yang paling do-able, alias mudah dilakukan untuk saya.

Kalau Progress Tracker lebih spesifik, misalnya ketika saya sedang belajar Bahasa Korea maka saya akan pakai tipe jurnal ini untuk melihat seberapa jauh ‘perjalanan’ saya. Namun karena saya masih building habit, alias membangun kebiasaan belajar Bahasa Korea secara rutin, jadi yang saya gunakan adalah Daily Habit Journal. Tujuan saya membuat Daily Habit Journal ini juga sedikit berbeda di bulan pertama, karena saya sebenarnya ingin melihat habit apa yang sudah terbentuk dan apa yang sulit dimulai

Dari Daily Habit Journal yang saya buat selama sebulan kemarin ini, saya melihat bahwa ada beberapa hal yang sudah mengalir dengan sendirinya. Seperti minum air putih setiap pagi. Atau menulis blog dan baca komik yang meskipun tidak teratur tapi sering dilakukan. Sementara masak dan stretching sudah masuk kategori tidak ada harapan, dan saya berencana mengganti kedua hal tersebut dengan habit lain yang mungkin lebih doable, seperti mulai menulis fiksi.

Daily Habit Tracker Journal saya di bulan Maret kemarin

Ketika kemarin saya evaluasi, saya mencoba mencari pola dan menemukan bahwa di akhir pekan, saya cenderung lebih tidak produktif haha. Lupa minum vitamin, ngeblog juga bolong, belajar juga tidak. Yang dilakukan di Sabtu-Minggu biasanya hanya baca komik dan rebahan. Wah, jadi kepikiran. Akhir pekan ini ‘me time’ dan sering dihabiskan untuk bepergian atau event komunitas. Tapi seharusnya ada hal-hal yang ingin tetap saya lakukan seperti ngeblog atau minum vitamin agar waktu yang digunakan berasa optimal.

Gratitude Journal

Yang ini saya bikin di buku catatan. Minimal menuliskan satu hal yang membuat saya bersyukur setiap hari. Kebiasaan ini dimulai ketika mengikuti workshop bertema “Gali Potensi Diri” dari Komunitas Single Moms Indonesia di bulan Februari. Mengusung tema ‘self love’, Gratitude Journal mengajarkan kita bersyukur atas kebahagiaan yang diterima hari itu. Kesempatan mengapresiasi dan berterima kasih pada diri sendiri. Cara ini lumayan berguna menetralisir hal-hal negatif yang terjadi di sekitar saya.

Gratitude Journal saya di bulan Maret

Saya menuliskan Gratitude Journal ini ketika hendak menutup laptop dan mengakhiri hari. Meskipun sebenarnya tidak ada waktu khusus untuk menuliskan jurnal ini, tapi ketika hari berakhir dan menuliskan 1-2 hal baik yang ingin saya syukuri hari itu, hati jadi lebih tenang. Mengakhiri hari dengan hal-hal baik. Menulis isi Gratitude Journal juga tidak perlu kebanyakan mikir. Bersyukur bisa dimulai dari hal kecil, misalnya bisa punya waktu mandi lebih lama atau kebagian hibah durian dari tetangga. Tidak perlu menunggu menang undian dulu untuk bisa menuliskan isi Gratitude Journal.

Gratitude Journal tidak saya evaluasi. Hanya saya baca ulang di akhir bulan agar menyadari bahwa bulan kemarin itu not so bad dan bulan depan bisa lebih optimis lagi. Dari peserta workshop kemarin itu, ada yang cerita kalau Gratitude Journal yang dijalankan membawa positivity dan optimisme dalam hidupnya, lalu ada saja rejeki yang datang. Wah, hebat!

Tapi selain kedua jurnal tadi, saya juga keep jurnal yang isinya curhatan kalau sedang galau. Haha. Yang itu fungsinya untuk materi buku fiksi saya suatu hari kelak. Lalu ada juga healing jurnal, yang biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan terhadap diri sendiri yang perlu dijawab. Misalnya “apakah yang membuatmu kecewa?” atau “apa yang membuatmu tidak bisa memaafkan diri sendiri?” Jenis jurnal yang terakhir ini tidak secara rutin saya gunakan, hanya ketika sedang dibutuhkan saja. Misalnya ketika habis patah hati. Eh?

Bisakah digunakan untuk anak?

Saya baru mau menyarankan ke Dudu untuk pakai tracker seperti ini. Tapi kalau untuk Dudu sepertinya lebih cocok yang digital atau bentuknya apps ya. Kalau untuk anak yang lebih kecil, bisa dijadikan permainan dan diberikan reward ketika berhasil dilakukan. Misalnya puasa. Bisa dibuatkan papan untuk ditempelkan stiker di hari-hari si anak berhasil puasa. Lalu di akhir bulan sama-sama dievaluasi dan kalau memang ada reward yang dijanjikan di awal ya bisa diberikan.

Wah, bisa jadi proyek liburan sekolah bersama Dudu nih!

Apapun jenis jurnalnya, yang penting adalah konsistensi dan evaluasi. Kalau tidak konsisten, agak sulit mencari pola di Daily Habit Journal dan biasanya impact Gratitude Journal juga kurang terasa. Jadi memang harus konsisten setiap hari.

03 April 2022

Dudu's Toybox: Ide Barter Mainan yang Akhirnya Kesampaian

Buat apa beli mainan, kalau bisa tukeran?

Ide awalnya begitu. Karena Dudu yang waku itu kayaknya masih SD, kepengen punya mainan baru dengan sistem barter. Mainan milik dia yang sudah tidak dimainkan lagi, ingin ditukar dengan mainan temannya. Mainan lama si teman kan jadi mainan baru dia. Daripada orang tuanya harus membelikan mainan, dan kadang susah juga mintanya, mending mainan yang ada sekarang dibarter saja. Begitu pikirnya waktu itu.


Tapi Mama sibuk, jadi idenya waktu itu hanya tinggal cerita.

Selain sibuk, sebenarnya agak sedikit bingung juga bagaimana merealisasikannya tanpa harus punya website dan tim sendiri. Dan banyak hal juga yang harus dipikirkan seperti bagaimana mengirimkannya, bagaimana mengkoordinasikan antara pemilik barang dan peminat. Soalnya waktu itu yang ingin digunakan adalah konsep barter. Waktu itu bahkan, si bisnis ini sudah ada namanya: Pinjam-Pinjam.

Fast forward delapan tahun kemudian, yaitu 1 April kemarin. Saya kembali mengaktifkan akun instagram Dudu’s Toybox. Satu akun yang konsepnya untuk memajang semua mainan, buku dan baju milik kami berdua yang sudah tidak digunakan lagi. Keadaannya masih baik, beberapa bahkan masih baru. Saya mulai dengan buku. Konsepnya sederhana. Saya upload di IG, barang-barang yang ingin didonasikan lalu yang berminat bisa komentar dan saya kirimkan gratis hanya mengganti ongkir saja.



Ke depannya, saya ingin mengajak teman-teman yang punya buku atau mainan anak untuk ikutan posting, lewat titip posting di akun Dudu’s Toybox. Sistemnya begini:

  • Pemilik barang mengirimkan foto barangnya dengan detail keterangan (misalnya kalau buku ada sinopsisnya atau mainan ada merknya) serta lokasi si pemilik barang.
  • Saya akan upload barang tersebut beserta keterangannya, serta akun IG si pemilik barang.
  • Yang berminat bisa langsung comment di postingan atau langsung menghubungi si pemilik barang.
Konsepnya sedikit berbeda dengan ide awal si Dudu yang maunya barter langsung. Dudu’s Toybox masih membawa spirit untuk barter, tapi tidak memberi dan menerima dari orang yang sama. Bisa saja setelah titip posting, ada barang orang lain yang menarik perhatian si pemilik barang. Ujung-ujungnya kan jadi barter juga. Tapi, kalau dikembalikan ke kami berdua, ini tujuannya memberi dan berbagi. Dengan memanfaatkan media sosial yang sudah booming dan sedikit banyak dipercaya orang, serta konsep belanja online yang sudah lebih familiar bagi masyarakat Indonesia, harapannya kami bisa jadi tempat yang memudahkan orang yang ingin membuka ‘adopsi’ bagi barang-barangnya yang sudah tidak terpakai lagi.

Kalau begitu bukan Dudu’s Toybox lagi dong namanya? Kan bukan hanya barang milik Dudu? Well, idenya dari Dudu. Jadi saya akan tetap menggunakan nama si pemilik ide ‘bisnis’ ini. Berharapnya sih ada banyak Mama-mama di luar sana yang terbantu dengan adanya oper-operan mainan ini.

Demikian blog post, curhat sekaligus proposal bisnis kami berdua. Ada yang mau join sama kami berdua?