31 July 2023

Satu Catatan Berkesan Seorang Ibu-Ibu Banyak Mau

Membuka kembali buku harian lama berarti membaca kembali mimpi yang tertunda. 

Puitis ya hehe.

Satu cerita lama yang saya baca ulang adalah mimpi saya buat kuliah lagi. Ketika saya punya anak kemarin, yang namanya kuliah S2 jadi prioritas kesekian. Soalnya jurusan kuliah yang saya mau bukan jurusan yang akan membuat karir lebih maju atau jurusan komersil. Jurusannya dipilih karena saya ingin belajar ilmu itu. Makanya jadi hal yang tidak urgent. Lalu ketika si Dudu mau kuliah, kita pergi college shopping. Saya jadi keingetan kalau saya pernah punya mimpi mau kuliah lagi.

Ternyata selama bertahun-tahun ini, jurusan yang saya inginkan tidak berubah. Antara melanjutkan studi master di bidang Religious Studies atau Cultural Anthropology.

Ketika saya utarakan itu, sekeliling saya menanyakan kenapa saya tidak mau ambil MBA. Alasannya, saya sekarang bekerja di bidang marketing. Tentunya gelar MBA akan sangat membantu karir dan gaji, sehingga finansial saya bisa membaik juga. Lah, tapi itu tadi. Saya mau kuliah mengambil jurusan yang saya suka lalu mencari karir yang sesuai dengan jurusan tersebut. Bukan sebaliknya. Lalu karirnya bagaimana? 

Membuka kembali catatan lama, saya jadi sadar kalau memang saya belum memikirkan karir mau jadi apa kalau sudah lulus S2. Dan itu dulu, ketika saya baru lulus S1. Sekarang, setelah lebih dari 15 tahun malang melintang jadi karyawan dan berpindah karir dari jurnalis ke marketing, jadi kepikiran juga. Mau jadi apa kalo sudah S2?

Google jadi tujuan. 

What can you do with a Religious Studies degree?

Sebelum masuk ke karir, Religious Studies adalah jurusan yang mempelajari agama dan kepercayaan di seluruh dunia. Mempelajari hubungan kepercayaan (termasuk agama) dan aspek sosial, politik serta budaya. 

Melirik website karir di beberapa universitas, lulusan Religious Studies biasanya jadi guru atau researcher. Banyak yang menggabungkan jurusan ini dengan bidang studi lain seperti sosiologi, jurnalistik, pendidikan, hukum dan social work. Meskipun kebanyakan mengarah ke karir yang berhubungan dengan agama, seperti evangelist, tapi banyak juga pekerjaan lebih netral yang bisa dilamar. Misalnya, community outreach, yang berhubungan dengan komunitas, dan non-profit administrator, yang berhubungan dengan organisasi kemanusiaan. 

Bagaimana dengan Cultural Anthropology? 

Cultural Anthropology adalah jurusan yang berfokus pada aspek masyarakat dan budaya manusia, termasuk dengan perkembangannya. Kalau tinggal di Indonesia, rasanya jurusan ini menarik banget ya. Cultural Anthropology mempelajari interaksi manusia dan bagaimana “peraturan” serta norma dibuat. Bagaimana dengan karirnya? Bisa di bidang kemanusiaan, misalnya di dinas sosial, peneliti atau guru, di museum sebagai juru arsip, kurator hingga direktur museum. Bisa jadi ahli sejarah, program manager dan pindah sedikit ke HRD bidang people & culture.

Setelah melihat karir choice yang ada untuk kedua jurusan itu, saya malah makin mantap untuk mengejar studi lebih lanjut. Soalnya, karir yang ada, sesuai dengan passion saya sekarang di bidang komunitas dan organisasi non-profit. Banting setir lagi dong dari marketing. Yah, namanya juga mimpi yang tertunda. Sayangnya, mungkin di Indonesia, karir di bidang ini masih sangat jarang. Karir di Dinas Sosial dan organisasi non-profit memang kurang populer dan kalaupun ada, gaji yang didapat pastinya tidak sebanyak kalau berkarir di start-up. 

Makanya kalau saya menyebutkan jurusan-jurusan yang ingin saya ambil, banyak yang mengernyitkan dahi. Tapi, ya, kenapa nggak? Ada banyak jurusan di luar sana. Temukan yang memang sesuai kebutuhan dan keinginan. 

07 July 2023

Our Best Family Moment Happens On the Road

“Just how many pictures are you taking on the road?”
Komentar Dudu kesekian kalinya ketika saya memfoto jalanan.
“Well, most of them are. I just love being on the road.”



Setelah lebih dari satu dekade, saya dan Dudu kembali lagi road trip berdua. Jalan-jalan pertama setelah pandemi berakhir dan langsung lompat jauh ke benua seberang. Tapi ya, apalah #DateWithDudu tanpa road trip cross country? Meskipun kali ini cross Texas doang, tapi karena luas negara bagian yang satu ini setara dengan beberapa negara bagian sekaligus, ya anggaplah kita sedang cross country. 

Salah satu yang paling bermakna adalah kemarin, ketika kami pindah kota dari Dallas ke Houston. Perjalanan 3,5 jam yang jadi sedikit lebih panjang karena mampir dulu ke Waco untuk tur keliling Baylor University. Ya, soalnya tujuan utama Dudu mudik kan untuk melihat-lihat universitas di Amerika Serikat. Apa yang membuat road trip tersebut jadi memorable moment buat kami berdua?

Dudu jadi Navigator

Ketika terakhir kami berdua road trip di Midwest, Dudu hanya sebagai penumpang yang duduk di carseat kursi belakang. Sekarang anaknya sudah duduk di kursi penumpang dan bertugas membaca peta di handphone. Mungkin next time kita sudah bisa gantian nyetir. 

Dari masalah baca peta ini kita menemukan banyak insight tentang cara kita berkomunikasi. Ketika Dudu mengarahkan kanan dan kiri, yang kadang terbalik itu, saya lebih paham kalau diarahkan dengan nomor exit serta arah mata angin. Jadi daripada “belok kanan”, biasanya saya lebih paham kalau dibilang “I45 South”. Sempat menimbulkan ketegangan kecil diantara kita berdua karena saya bolak-balik hampir salah exit, tapi kita tetap sampai ke kota tujuan dengan selamat.

Detour sedikit demi pemandangan

Jadi, sebenarnya jalan terdekat dari Waco ke Houston adalah melewati Highway 6S dan US 290E. Namun saya mengambil jalanan yang sedikit memutar agar mendapatkan pemandangan lebih unik dibandingkan naik highway yang besar, yaitu melewati TX-164E.sebelum masuk ke Highway I45. Pemandangan sepanjang jalan ini, selain menunjukkan ke Dudu ada apa di luar sana, juga bisa jadi bahan diskusi karena banyak hal aneh yang ditemui di jalan. Misalnya kincir angin raksasa yang terletak tepat di tepi jalan atau truk macam transformers terdampar. Lalu juga kota-kota kecil yang hanya memiliki beberapa ribu penduduk.


Hujan & Pelangi

“Mah, itu ada rainbow.”

Saya yang sedang menyetir jadi heboh sendiri. Mendekati area greater Houston, pelanginya muncul. Lalu disambut dengan hujan deras dan macet. 

“Aku baru pernah melihat 2 pelangi dengan jelas. Ini yang kedua.”

“Memang satu lagi kapan?”

“Di Apartment.”

“Emang ada di Indonesia?”

Dan ternyata memang dia pernah melihat pelangi dari jendela apartemen kita di Indonesia. Hal-hal seperti ini justru baru ketahuan ketika kita road trip barengan.  

“Ayo kita ke ujung pelangi yang di sana itu, nanti ada emas.”

Dudu menatap saya dengan aneh. Lalu kemudian menjawab, “kenapa tidak ujung yang satunya, Mah? Yang di ujung sana kan gelap pasti hujan.”

Dan sejenak kemudian, kita berdua harus melintasi badai yang mendadak muncul semakin dekatnya kita dengan Houston.


Buat saya, road trip ini seru karena kita berdua stuck dalam satu mobil dan jadi bisa ngobrol. Lalu bisa punya shared memories baru, dan ketika anak sudah sebesar Dudu sekarang, bisa diajak berpartner dalam perjalanan. Baik secara navigasi atau diskusi mau makan apa dan berhenti di mana. Banyak pengalaman baru juga yang bisa didapatkan seperti menyetir dalam hujan, mencari bensin murah dan parkir yang lumayan tricky.

Jadi tidak sabar buat jalan lagi.