30 December 2013

A 7-year-old Going on a Shopping Spree

Andrew paling sebal kalau saya belanja. Pasang copot sepatu, bolak balik masuk ruang ganti, akhirnya ngga beli apa-apa. Hari ini gantian dia yang genit sampai tante penjaga toko ikut geleng-geleng kepala.

The winning tweet
Ceritanya berawal dari menang kuis. Yes! Dapat voucher bisa belanja tas. Dasar nasib, belum sempat belanja, sudah ketahuan bahwa yang diikutkan kuis adalah foto si Andrew. Yah, memang sih, itu kuis dari twitter @FimelaFamily tentang #GayaSiKecil dan saya pasang foto anak saya yang memang model part-time itu. Alhasil, begitu menang, si kecil pemilik gaya meng-klaim voucher Just For Kids/TypoError yang saya dapat. 

HORE, kita belanja.
Pertama masuk Just For Kids. Mondar mandir dia ngga ketemu t-shirt yang cocok dan pas buat badannya yang agak panjang itu. Sepatu juga kecil, topi juga kecil... jadilah kita ‘mengungsi’ ke toko sebelah, TypoError yang membawa lebih banyak aksesoris. Baju TypoError semuanya untuk dewasa. Sebenarnya ada yang ditaksir anak saya, sudah dipegang-pegang itu kemeja, mau buat luaran (yaelah gaya bener) katanya, tapi saya cut. “Kalo kamu pake itu ntar jadi daster.” Akhirnya kita beralih ke aksesoris.

Sebuah topi army dipegang, dibalikin. Dipegang lagi. Trus masuk ruang ganti. Pose-pose sedikit habis itu dia cari kacamata hitam. Pertama yang frame biasa, trus frame biru muda.... trus saya suruh coba frame putih, dia ngga suka. Pas dia mau ambil frame kuning berbentuk hati, saya stop “Apa-apaan itu kacamata cewek.” Dia ngakak. Please deh ini anak. Pilihan dia jatuh pada cap army (the only cap with green-ish color there) dan kacamata frame biru muda.

“Fotoin dong Ma, aku belanjanya ini.”
Sampe kasir, harganya lewat dari nilai vocer. Hahaha ya sudahlah. Eh... Andrew bukannya berhenti malah sibuk pegang kalung (“itu barang cewek!” Jerit saya) dan mencoba cincin tengkorak berwarna merah menyala (“Aku suka yang serem-serem loh Ma, ini keren.”) yang langsung ditolak oleh saya sebagai pihak pembayar belanjaan. “Wah, sekarang aku punya kacamata hitam, aku bisa ke beach.” Komentarnya di kasir yang disambut tawa satu toko.

15 menit kemudian setelah ber “thank you” dengan tante penjaga toko, kita keluar bawa kantongan.

Dudu: Kacamata hitamnya boleh dipake, Ma?
Mama: Ini di dalam mall kaleeeee.
Dudu: Biar keren dong Ma. Biar semuanya lihat. Tolong copotkan labelnya.
Haizzzzzzz
Eh, malah ketawa liat saya putus asa.

Dudu: Tapi aku senang loh. Ini pertama kalinya aku belanja.
Mama: Ya syukur deh kalo kamu senang.
Dudu: Ternyata shopping is fun. Let’s do it again.
Mama: Laen kali kamu beliin itu tas inceran Mama.
Dudu: Baiklah, lain kali Mama boleh shopping juga... tapi bayar sendiri ya, Ma.

Well, he got to choose items he likes; he got to try them on too. He got to pay and brought the shopping bag home. Who says boys don’t go shopping? This one boy definitely knows what he wants to add to his wardrobe.


Thanks to @FimelaFamily and @justforkids28 for making this possible.

24 December 2013

Guci: A Hidden Destination

It started with a sudden turn my mom made somewhere in Tegal. 
After an hour or two drive, we finally get to see this:



Selamat datang di Guci.

Setelah mendengar tentang Guci sekian lamanya dari Nenek yang bolak-balik retret bersama gerejanya ke sana, akhirnya kita mampir juga ke “daerah wisata legendaris” ini. Kenapa legendaris? Soalnya cerita tentang Pemandian Air Panas di Guci sudah dari jaman saya masih kecil, dan kita bisa setahun dua kali lewat Pantura, tapi itidak pernah ke Guci. Akhirnya kesampaian, dan sekaligus dua kali. Desember 2012 dan Maret 2013.

Ngapain sih di Guci? Well, the first thing is escaping the hustle and bustle of big city noise. Udara segar, pemandangan alam yang indah dan suasana yang relax membuat Guci cocok dikunjungi bersama keluarga. Tapi mirip-mirip sama Puncak, kalau musim liburan penuh banget. Dan wajib booking. Soalnya, luck doesn’t come twice. Meskipun di kunjungan pertama kita berhasil dapat kamar di hotel Duta Wisata Guci Tegal (owned and managed by 2Tang), di kunjungan kedua, hotel itu penuh banget dan kita terpaksa pulang hari dan nginep di Brebes.

Dari dua kali kunjungan itu, kita dapat banyak pengalaman.




Day Visit vs Staying Overnight
Pulang hari juga asyik kok. Guci ngga mengenal waktu meskipun asumsi saya lokasi wisata ini baru buka sekitar jam 8, tapi karena wisata alam, ya 24 jam available. So if you want to do a day trip, go early and decide where you’d go and stay overnight afterwards. Brebes, Tegal, Purwokerto? Kalo dari dan balik Jakarta sih buat saya yang bawa anak kecil, agak kejauhan ya.

Kalau menginap, siap-siap bosen sama makanannya. Banyak warung jajanan, tukang sate dan buah segar, tapi ya itu. Makan paling enak di hotel. Anak saya juga bisanya makan di hotel. Banyak hal yang bisa dilakukan dan kita jadi lebih santai. Tapi siap-siap kalau malam dingin dan bingung mau ngapain begitu matahari terbenam. Good family bonding chance sih.



Hotel Duta Wisata Guci Tegal

Where to Stay
Highly recommended is Hotel Duta Wisata Guci. Selain ada kolam renangnya (gratis bagi tamu hotel), kamarnya juga cukup bersih. Keluarga bisa menyewa villa dan tinggal lebih nyaman. Tapi di sekitar Hotel itu ada beberapa hotel lain yang lebih kecil dan beberapa vila yang disewakan sepanjang jalan menuju Guci. Jika mengunjungi Guci saat high season, sebaiknya booking dahulu.


What to Do (with kids)
  • HIKING! Ya ngga beneran naik gunung sih, tapi berjalan ke atas bukit lalu melihat pemandangan Guci dari atas. Bagus banget! Di kunjungan kedua kita naik sampai ke atas, ketemu hutan pinus (?) (This is Andrew's favorite thing to do: "Aku suka ke Guci, gunungnya tinggi dan kita bisa naik sampai atas.")
  • Permandian air panas. Ada permandian umum kalau mau air panas, atau kalau sekadar bermain air sih bisa di kolam renang hotel. 
  • Naik kuda.
  • “Treasure Hunting” berkeliling pasar melihat makanan dan buah segar.


Swimming Pool at Duta Wisata Guci



Maximize Your Trip:
Yang jelas, lupakan gadget dan TV selama di sini. Selain susah sinyal (dan colokan haha), suasana tempat ini juga somehow membuat kita ngga ingin pegang gadget.

Hello from the Guci Hilltop

18 December 2013

A Smart Challenge

Smart itu pintar? SALAH! Smart itu cerdas... cerdik... licik... ya pokoknya ngga gampang dikibulin. Kalo bisa malah kita yang ngibulin orang lain hehehe.



Anak saya smart. Saya ngga (berani) bilang Andrew pintar, soalnya raportnya suka kebakaran dan saya sering dilaporkan kalau anak saya kurang konsentrasi di sekolah. Tapi anak saya smart. Soalnya dia bisa mengatur waktu belajarnya sendiri, dan menegosiasikan itu dengan ‘pawang’nya yaitu Papa saya (si Opa) yang GUALAKnya minta ampun kalo sudah soal sekolah. Buat si Opa ini, hari pendidikan nasional itu tiap hari... termasuk hari Minggu.

Opa: Andrew belajar sekarang!
Andrew: Nanti dong Opa. Jam 2 ada film Pororo, Jam 3 aku mau nonton Doraemon, Jam 4 aku mandi. Jam 5 deh aku belajar sampai allahuakbar.
(maksudnya sampai Adzan Magrib)

Atau ngibulin si Oma biar dibelikan mainan.
Andrew: Oma, kalau ini hari terakhir Oma, Oma mau apa?
Oma: Oma ada tabungan buat kamu, buat mama kamu....
Andrew: Oma ada tabungan? Bisa beli mainan? Bisa nginep hotel bagus dong.
Nah kena kan...

Bukan hanya anggota keluarga yang jadi korbannya. Andrew punya kemampuan negosiasi yang menurut saya agak licik. Contohnya seperti di postingan saya tentang Kids Meal, di mana dia berhasil menukar jus yang ada di menu dengan jus apel kesukaannya (padahal tidak tertulis di menu) tanpa extra charge. Atau kejadian waktu saya menunggu boarding pesawat di Soekarno-Hatta, ketika ada satu cewek cantik 20-an duduk mainan iPad di samping kita.

Andrew: Tante, itu iPad ya?
Tante: Iya. Ih kamu lucu deh. Namanya siapa?
Andrew: Andrew, Tante.
Tante: Mau naik pesawat juga?
Andrew: Iya. Tante mau ke Semarang juga?
Tante: Iya... Kamu kok lucu sih?
Andrew: Tante, iPadnya ada gamenya?
Tante: Ada nih (menyalakan game)
Andrew: Maininnya gimana?

Bisa ditebak bahwa tidak sampai semenit kemudian si Andrew mendapatkan pinjaman iPad untuk main game dari seorang Tante cantik yang baru dikenalnya. Dan waktu itu Andrew masih TK. Smart kan?

Tapi Smart juga berarti ngga pernah kehabisan akal.

Anak saya suka bawa mainan pistol-pistolan ke Mall. Jadi kalau jalan-jalan kita berdua suka dapat pandangan iri dari anak-anak kecil lain dan pandangan horror dari orang tuanya karena Andrew sibuk “nembak” kesana kemari. Saya sering melarang dia bawa senjata ke mall soalnya saya stress takut dia ngga sengaja mukul orang or menjatuhkan barang dagangan.

Andrew: Ma, boleh bawa pedang?
Mama: NGGAK!
Andrew: Pistol ini?
Mama: Nggak boleh. Kamu tuh kenapa sih bawa senjata melulu? Bawa tuh buku, robot-robotan yang muat masuk ke dalam tas jadi ngga susah kan bawanya.
Andrew: Ya udah deh bawa buku dan robot-robotan.
Mama: (memperhatikan apa yang dimasukkan ke tasnya) EH! Itu kenapa pistol ikut masuk?
Andrew: Kan kata Mama yang bisa muat di tas. Ini pistol kecil kok muat di tas. Boleh dong.
Mama: (sudah malas berdebat) Ya terserah deh sana asal jangan merepotkan Mama.
Andrew: Asyikkk Mama baik deh. Mama cantik... aku sayang Mama.

Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Kalau perlu, jalan tikus pun dicoba asal tujuan tercapai. Gitu kali prinsipnya ya?

Tapi kecerdikan Andrew tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya juga. Ada si Om yang hobi bikin barang recycle. Yang membuat Andrew tiap ketemu barang baru selalu bertanya “Kenapa cara kerjanya begini?” atau “ Gimana ini bikinnya?” Ada si Opa yang bikin Andrew jadi disiplin dan berpegang pada janji... dan bisa negosiasi waktu. Dan ada acara TV yang ditontonnya yang membuat Andrew jadi bicara bahasa Indonesia baku dan kerap catch adult off-guard when they first meet him.

“Anak loe pinter ya. Bahasa Indonesianya bagus.” Kata seorang temen saya yang terkagum-kagum waktu pertama bertemu Andrew. Belum lagi kalau dia melontarkan pertanyaan “ingin tahu” sederhana yang tidak bisa dijawab oleh teman-teman saya seperti “Kenapa tante suka permen? Permen itu kan membikin gigi jadi sakit.” atau pertanyaan complicated macam yang terlontar ketika dia menyaksikan adegan Superman mematahkan kepala Jendral Zod: “Kenapa Superman sedih, Ma. Harusnya kan dia senang musuhnya sudah kalah.” Pertanyaan itu berujung percakapan panjang tentang suku bangsa dan asal usul sesorang.

Dan sekarang dengan bahasa Inggris yang sudah cas cis cus alias lancar, semakin banyak orang dewasa yang bengong kalau bertemu anak saya.

Tapi anak zaman sekarang memang sudah berbeda dengan zaman saya dulu. Anak saya sudah fasih main tablet sejak usia 4 tahun, sementara saya dulu baru pegang HP pas sudah SMA. Dengan segala resources yang ada, memang seharusnya anak sekarang jadi lebih smart. Cita-cita anak saya (yang dulu pas TK mau jadi nelayan itu) adalah menjadi seorang professor atau game developer.

Dari tadi cerita anak saya terus hehehe maklum namanya juga emak-emak ya kan? Trus apa dong yang membuat saya merasa smart? Yang pasti saya merasa smart kalau berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan ajaib yang dilontarkan anak saya. Apalagi kalau berhasil balik ngibulin si Smart Boy itu. Rasanya seperti jadi orang paling smart sedunia. Padahal lawannya cuma anak kecil 7 tahun.




Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Ultah Blog Emak Gaoel

http://emakgaoel.blogspot.com/

16 December 2013

Hore menang tiket nonton Outback!



Semuanya bermula dari ketika Andrew menjawab pertanyaan berikut ini di website XYKids.

Apa yang kamu ketahui ttg koala dan apa yang kamu mau lakukan kalo punya teman koala?

Jawaban Andrew:

Aku tahu mereka sering nempel di pohon, mereka makan daun...e r... apa Ma? Oh iya eucalyptus. Mereka tidur di pohon. Mereka hidup berkelompok jadi sering bersama-sama satu sama lain. Bulunya abu-abu dan badannya gemuk. Kalau dipeluk Koala pasti empuk. Kalau berteman sama Koala aku mau peluk-peluk biar jadi guling. Aku ingin punya teman Koala yang bisa jadi adik, soalnya aku tidak punya adik.

Koala punya arti tersendiri buat saya. Kalau ditanya apa yang saya ingat dari Koala? Pasti bau (serius ini kayak anjing ngga dimandiin sebulan) dan beratnya yang bikin tangan encok waktu nyobain gendong pas di Perth. Yah, tapi saat itu juga saya masi SD. Koala dewasa kan memang berat. Fast forward to today.... saya punya seorang anak cowok yang nempel sama saya. Anak cowok yang susah disuruh mandi dan beratnya juga minta ampun kalo digendong. Ya kurang lebih mirip koala deh. Hanya saja koala yang ini sering merengek minta mainan bukan eucalyptus.

(waktu baca entry ini, si anak protes: “Kenapa Mama menjelek-jelek-an aku di depan umum?” trus ngambek sama saya.)



Anyway, sekilas tentang film Outback:

Seekor Koala albino bernama Johnny berusaha menemukan tempat dimana dia bisa diterima tanpa diskriminasi. Bertemu seekor tasmanian devil bernama Hamish dan teman monyetnya, Johnny akhirnya menjadi bintang freak show karnaval keliling. Dalam satu pejalanan, gerbong tempatnya tinggal terlepas dan ketiga binatang ini terpisah dari rombongan dan terjebak membantu binatang-binatang yang tinggal di billabong mempertahankan daerah mereka dari serbuan buaya jahat bernama Bog.



SPOILER ALERT!

Selesai nonton, saya minta Andrew menggambarkan 3 adegan kesukaan dia di film Outback. Yang pertama tentu saja si monyet yang selalu bawa kamera kemana-mana dan sibuk mendokumentasikan petualangan mereka. Yang kedua adalah si anjing-anjing Dingo anak buah buaya jahat Bog. Yang ketiga adalah adegan pertarungan Johhny the Koala Kid melawan dua ekor ular.

“Jadi waktu itu si Koala bilang ‘I can only feed one person who will it be?’ terus ularnya berantem. Punya aku punya aku begitu, sambil pukul-pukulan pakai kepala. Habis itu mereka malah kusut.” Dan Andrew ketawa ngakak ngga berhenti.


Yang jelas keluar dari bioskop saya jadi ingin punya koala... at least bonekanya deh.

10 December 2013

Made For Mommy

Mama: Dudu, kamu didaftarin workshop bikin sandwich sama Tante Wieny tuh.
Dudu: Sandwich itu apa, Ma?

Ya ampuunnnnn anak gue :(





Mama: Roti bakar Mama. Tapi yang ini ngga pake dibakar.
Dudu: Ooo...
Mama: Nanti kamu bikinnya buat Mama ya.
Dudu: Baiklahhhh.

Kenapa bikinnya buat Mama?
Soalnya di meja workshop sudah tersedia selada, saus tomat, mayonaise, timun dan tomat yang ngga akan disentuh sama anak saya. He's not into vegetables... not the ones that obvious anyway. 

I peeked behind him as he was asking whether I want mayo on my sandwich or if I prefer heart-shaped cheese to the star one. Then the MC kicked me out, telling all moms to let the children be creative. Sebelum saya pergi, Andrew sempat ditanya sama kakak pembimbing. Saya cuma dengar jawabannya, "soalnya roti aku buat Mama, Tante. Makanya aku tanya-tanya terus."

Ternyata hasilnya enak! 
Punya saya ada selada, tomat, keju, sosis dan lain-lain. Meriah!
Dan Andrew sempat bikin untuk dirinya sendiri.... isinya cuma keju. Persis kalau saya bikin "Roti Bakar Mama" kesukaannya.
Dasar.




Post-sandwich conversation...
Mama: Gimana seneng ngga?
Dudu: Nggak seneng.
Mama: Kok nggak seneng?
Dudu: Kotor. Susah potongnya.... tapi aku senang nyetaknya jadi hati sama bintang. Sama boleh pake pisau juga sama tantenya.

09 December 2013

Best (Hollywood) Dad Ever!

While many other Hollywood Dads qualified for the title, my pick goes to Orlando Bloom.



I first saw him on The Lord of The Rings as the Elf, Legolas. Who knows behind the silvery long sleek hair is this curly brown haired guy. Since then, he had gone to play Will Turner and marry (and divorce) Supermodel Miranda Kerr. He has one son, Flynn... who seems to adore swashbuckling as much as his dad. 

Pictures are taken from Justjared.com... I'm thankful for whoever paparazzi snapped the beautiful moments. 

03 December 2013

Seandainya Anakku Main di Chocokid Littletown



Saya dan putra saya, Andrew, tinggal di apartment Mall of Indonesia. Dan setiap ke mall kita selalu penasaran buat masuk ke satu store manis di depan karusel. Udah ngintip-ngintip tapi belum pernah kesampaian bermain di sana. Soalnya… anak saya ngga suka coklat.

Saya juga bingung kok ada anak kecil ngga suka coklat.

Anyway… Ngga suka coklat bukan berarti ngga suka “bermain” dengan coklat. Anak saya paling heboh kalo ketemu chocolate fountain. Sibuk menusuk buah dan marshmallow untuk dicelupkan ke air mancur berbentuk coklat tersebut. Siapa yang makan? Ya saya. Hahaha… Makanya saya jadi mampir ke website Chocokid Littletown (http://www.chocokid-littletown.com), saya langsung senang. Soalnya ternyata di sana bukan hanya coklat, coklat dan coklat, tapi banyak juga aktivitas lain. Good news buat Andrew (yang tadinya ragu-ragu masuk tempat bertuliskan “coklat”) bahwa dia bisa bermain di sini.

Jadi, seandainya Andrew dapat kesempatan main di Chocokid Littletown saya yakin yang pertama dia samperin adalah si SAPI. Kapan lagi kita yang tinggal di apartment (and ngga punya kebon) bisa memerah susu dan langsung minum susu segarnya. Then, he’d go straight to the ice cream van. Meski ngga suka coklat, Andrew suka es krim dan mendekorasi. Apalagi kalau dapat chef hat dan apron seperti chef beneran. Hasil karyanya? Tentu saja biasanya diberikan untuk Mama-nya (saya) untuk dimakan.


Cow Milking
Ice Cream Van

11 November 2013

Zombie-fied for Halloween

For those who had known Andrew, this choice came as no surprise. There's only one option for his Halloween costume: ZOMBIE.


I don't bite...

Indonesia isn't a Halloween-type of country. Instead of the traditional trick-or-treat celebration, we have costume contest. Lucky for us, this year, Gandaria City held a trick-or-treat around the mall fot Halloween. I went from indifference to costume hunting within days. 

The Zombie Day

The trick-or-treat is quite simple. We arrive at the mall in costume (the parents are tempted to wear costume as well), then we sign up at the registration desk. As we sign up, we receive a color-coded card with a list of restaurant to go trick or treat to. Bigger kids go with their friends while the smaller ones go with their parents. It was fun, for me and for my son. I basically just follow him as he runs around the mall, doing his own trick or treat.
"This restaurant is over there Mom..." Then off he goes out of sight, asking the waiter for candies. 

We didn't go for the costume competition. It's the trick-or-treat that matters. 
and we love how Gandaria City arrange the event.

"It was fun, Mom. Let's do it again next year."
"Okay. What do you want to be next year?"
"Zombie!"

Oh my...


Scorecard
Trick or treat bag











How to be a (kid-friendly) Zombie:

  • Don't use new clothes. You're going to get it dirty with fake blood and dirt... and ruin it with scissors if you want to go all out
  • Choose dull over brights. Plaid works too. Jeans is your best option. 
  • Use dark eyeshadow to create deep eye socket. Use baby powder to make your skin looks pale.
  • Mess up your hair. Even better, wash your hair before you sleep and hold the already messy hair steady with hairspray or gel when you wake up.
  • Smear fake blood all over your mouth, clothes and hands. Get some dirt too.

How to make fake blood? Well, you can go the harder way (as in following The Walking Dead recipe) or simplifying the already simple version you found on the internet (like what I did). Mix honey and chocolate syrup with red food coloring. I did 1 tbsp honey and 1/2 teaspoon chocolate syrup with 3 drops of red food coloring and 1 drop of green food coloring. Some recipe suggests corn starch but I just used what's in my kitchen. It's a bit sticky but it works. It's honey based so it was fine for children.





01 November 2013

Reminiscence

Once upon a time, Andrew posed for a magazine.
It's a magazine I loved when I was in America... and I love when I returned to Indonesia.

browsing its website, I found articles with his pictures as the article's illustration. It's funny to see him grow through the pictures.













29 October 2013

KIDS MEAL: Thai Alley


Arriving at Thai Alley one afternoon (late lunch it is), I was surprised to be handed a kids meal list. Last time we ate there… I don’t quite remember what they had. I just remember that THAI ALLEY has the best curry in town haha.

On the list there were 4 choices (I don’t get the names cos they’re quite a trouble to pronounce)… and my son picked the bottom one (priced at Rp. 69.000 while the others are R. 59.000). The menu is: fried rice, fried chicken cutlets, breaded shrimps (or squid), jelly, and orange/strawberry juice. My son lobbied the waiter and he got his favorite apple juice instead.

And here’s what arrived on our table.









Andrew says: “Mom, this is the tastiest kids meal I’ve ever tried.” And he finished it all, including the apple juice.

Thai Alley is at Gandaria City

21 October 2013

Poney Enfants




An Afternoon Store Opening
It's been a while since Andrew walked the runway. This time an invite came from Poney Enfants. 


Poney is a fashion brand specializing in children wear. Its simplicity and classic French-inspired concept easily warms everyone who passes the store front. Came to Indonesia earlier this year, Poney opened a store in Plaza Indonesia on October 19, 2013. It's all about cute stuffs: cupcakes, flowers, white carousel decor... even the clothes are lovely and elegant. The kids came off the train before starting to walk on the green runway.  Like a late summer in France that anyone will always remember. 


Poney Spring/Summer and Autumn Collection


Poney Enfants Miniapolis - Plaza Indonesia

07 October 2013

Little Mr. Inventor

Andrew has tons of imaginations. This one scored him two tickets to a movie screening.

Dua minggu lalu waktu terima raport, saya ditegur (lagi) sama wali kelas Andrew bahwa anak saya suka melamun dan berkhayal. Yup! Penyakit lama dari TK di mana pensil dan penggaris bisa jadi monster dan Power Rangers. Anak saya susah konsentrasi karena kebanyakan berkhayal dan berusaha menciptakan sesuatu. Minggu lalu akhirnya saya mengikutkan dia ke trial science class di Kidspace dan he likes it so much! He couldn’t wait for Saturday and “invent” something in the class. With a teacher wearing a lab coat like professor, he apparently feels like one too. “Call me Professor Andrew,” he said after his trial class, showing off the soap he reshaped in the class.



This time his imagination brought something else: movie tickets.

I came upon a quiz on XYKids website, with a question I thought he would like:
“Kalau kamu jadi penemu, kamu mau menemukan apa dan apa alasannya?”


Ini jawaban Andrew:

Aku mau menciptakan batu yang bisa melayang tanpa dipegangin orang dari bawah. Kenapa? Soalnya aku mau susun batu itu jadi banyak, trus kita bisa bikin rumah di atas batu-batu itu dan dunianya jadi ngga penuh. Terus kalo ada tsunami juga ngga akan kena... kan kita di atas. Kalau ada tornado, batunya ikut muter-muter dan pindah ke tempat lain.Andrew / 7thn / Depok

That answer scored him a movie screening ticket for Cloudy With A Chance of Meatball 2, a movie we both enjoyed watching.

We didn’t watch the first one and I didn’t expect to like this kind of movie. No dead people, no crime and predictable ending (well, it’s a kid-animation movie). Tapi saya salah soalnya film ini bagus banget. Berkali-kali saya bahkan lebih heboh dari Andrew yang serius banget nonton. Strawberry-nya lucu!




Cloudy with A Chance of Meatballs 2 menceritakan tentang kelanjutan petualangan Flint Lockwood dan mesin pembuat makanan (yang namanya FLDSMDFR or kurang lebih seperti itu). Bergabung dengan LIVE Inc, tempat para penemu berkumpul dan bekerja dibawah idola Flint, Chester V, Flint harus kembali ke hometown-nya untuk menemukan si FLDSMDFR yang ternyata masih menyala. Di sana dia (dan teman-temannya) menemukan bahwa rumahnya sudah dikuasai makanan: mulai dari Cheeseburger yang memakan orang dan buaya taco yang menakutkan.

Flint yang bertekad menyelesaikan misi untuk mematikan FLDSMDFR itu tidak menggubris pendapat teman-temannya (termasuk Sam Sparks), dan menemukan kekecewaan bahwa idolanya, Chester V, ternyata orang jahat.

Adegan favorit Andrew: “Waktu mereka tahu kalau LIVE ternyata EVIL, Ma.”

Yah, kalau untuk orang dewasa, itu sudah terbaca dari awal hehe. Tapi jalan ceritanya menyenangkan dan banyak makanan/hewan lucu sepanjang cerita, terutama si Strawberry N Woo dan timun yang suka mancing.

A fun Sun-Date after all.

30 September 2013

When A Boy Goes Running...

Ngga pernah jadi fans lari (kecuali terpaksa karena dikejar monster), saya tidak pernah terpikir mengikutkan anak saya di Jakarta Kids Run. Soalnya anak saya juga sebel banget sama lari dan sering diejek lambat oleh teman-teman sekelasnya. Tapi mikir demi mikir... saya nekat tanya juga apa Andrew (7thn) mau ikutan lari. Jawabannya santai, “boleh.”

Tiga klik kemudian, saya sudah mendaftarkan Andrew ikutan yang kategori 7-12thn. Untung sudah 7thn, kalo ngga bisa-bisa saya terbawa lari (karena yg 3-6thn lari bersama orangtua). Seminggu kemudian saya confirm ikutan. Sampe beli sepatu baru buat Andrew lari. Gaya banget ya. Habis beli sepatu baru baca detail Jakarta Kids Run. HAH 1,5km?

Running Day

Meski harus bangun subuh dan berangkat sebelum matahari terbit biar bisa cepet sampai, dapat parkir dan ngga terjebak car free day, kita happy banget. Jam 6.30 peserta registrasi ulang. Jam 7 pemanasan untuk lari. Anak-anak semua antusias mengikuti gerakan kakak instruktur. Habis pemanasan, kategori 7-12 tahun (kategori si Andrew) mulai lari. 





Medannya cukup menantang. Soalnya baru lari sudah turunan karena mulainya dari lobby fX. Kakak-kakak MC sudah mewanti-wanti supaya jangan rebutan sih (dan supaya orang tua yang semangat 45 mendokumentasikan moment ini minggir ke samping dan ngga menghalangi anak-anak mereka berlari).

"Larinya ke mana, Du?"
"Keluar ke jalan, trus lari di jalan raya, habis itu muterin taman yang besar banget dan naik balik lagi ke finish."
"Capek ngga?"
"Capek banget Ma, di tengah-tengah ada kakak bagi-bagi botol air. Trus botol minumku jatuh. Untung ada kakak yang baik dan ngambilin."
"Lah? Lagi lomba kok pake botol minum jatuh?"
"Kan aku cuma jatuh botol minum. Tadi ada kakak yang jatuh trus mama-nya dipanggil."

Dasar anak-anak.
I'm here, Mom! Can you see me?

Trus yang seru apanya?

“Larinya yang keliling-keliling gitu, Ma. Trus yang seru ya dapat air putih gratis.” Kata Andrew sambil ketawa. “Tapi aku senang dapat medali, bisa aku pamerin ke temen-temen. Asal... Mama ngga bilang-bilang kalo semua yang finish dapat medali.”

Andrew ngga menang. Ya selain karena memang ini pertama kali dia lari sejauh itu (plus dia salah satu yg termuda di kategorinya). Tapi dari awal, saya berpesan yang penting dia masuk garis finish. “Yang penting aku bukan yang terakhir, Ma.” Ya itu juga deh.




About Jakarta Kids Run
Diadakan dalam rangkaian Jakarta Sports Week untuk merayakan ulang tahun fX Sudirman yang ke-5, acara ini meliputi lomba lari anak-anak (kategori 3-6thn dan 7-12thn) dan strolling Mama (di mana para Mama antusias menghias strollernya).

26 September 2013

Hand In Hand: Together We Can

Waktu nonton video Tango Hand in Hand For Nias (http://www.youtube.com/watch?v=Jdy2FdXO1ZM), untuk penulisan blog ini, ternyata diam-diam, anak saya, Andrew (7thn) memperhatikan dari belakang. Selang berapa lama muncul pertanyaan “Itu si Brian kenapa, Ma?” Saya pikir ini kesempatan untuk cerita tentang semangat berbagi.



Buat yang sudah punya anak balita pasti mengalami susahnya mengajarkan “sharing” alias “berbagi” kepada anak kita. Mainan dipinjam lima menit sama si kakak atau si adik saja anak bisa marah, apalagi kalau kita bilang akan diambil untuk diberikan kepada orang lain. Yap, mainan/buku bekas layak pakai. Kalau sudah ada yang baru, anak mau melepas yang lama? Ngga juga deh ternyata.

“Nias? Yang kena tsunami itu ya, Ma?”
“Iya. Makanya mereka butuh buku dan mainan, soalnya kan kemarin semuanya hanyut.”
(Sebenarnya mungkin ngga gitu sih, tapi ya gimana lagi yang masuk akal anak saya?)
“Jadi mereka ngga punya buku?”
“Ngga punya.”
“Ngga punya mainan?”
“Ngga punya.”
Anak saya terdiam. Mikir.
“Enak kan jadi kamu, mau beli mainan tinggal ke toko trus minta Mama beliin.”
“Trus kenapa kita yang harus kasih mainan sama buku ke mereka? Orang tuanya kok ngga perduli?”

Nah Loh!

Di situ saya jelaskan bahwa kehidupan mereka berbeda dengan yang kita jalani di sini. Mainan dan buku bukan kebutuhan yang terpenting untuk mereka karena dana yang ada digunakan untuk makan dan pengobatan. Ya seperti Brian itu contohnya. Bukannya ngga perduli, tapi ada hal-hal yang memang ngga bisa dilakukan sendirian. Karena itu mereka butuh bantuan orang lain, ngga bisa sendirian. Dan kita harus gotong royong ( #HandinHand) membantu mereka.

Alasan “kotak mainan kamu sudah penuh, kalo yang sudah tidak terpakai dikasi ke anak lain, kan kamu punya tempat untuk mainan baru,” biasanya ampuh untuk mengajak anak ‘membersihkan’ kotak mainan dan rak bukunya. Tapi buat saya yang lebih bagus lagi ya kalau kita memberi karena ingin melihat orang yang diberi bahagia.

“Ngga bisa beli mainan?”
“Kan uangnya habis buat beli makan.”
“Kalo aku kasi mainan mereka senang?”
“Ya senang dong. Kamu kalo dapat mainan senang ngga?”
“Senang.”
“Kalo liat orang lain yang kamu kasi mainan senang, kamu senang ngga?”
Dia terdiam lagi. Mikir lagi.
“Kayak waktu si Gracia ulang tahun trus aku kasi kado dia senang banget itu ya?”
“Ya gitu deh kira-kira.”
“Aku senang juga.”
“Trus Gracia yang kasih mainan satu apa banyak?”
“Banyak dong, kan dari teman sekelas.”
“Kamu kalo dapet mainan banyak senang ngga?”
“Senang banget.”
“Nah, makanya kita harus ikut perduli, soalnya kalo kita ikut kasi kan mainan mereka jadi banyak dan mereka jadi tambah seneng.”
“Iya ya Ma.”

Tuh kan kita harus ikut perduli dan berbagi. Karena memberikan sesuatu dengan ikhlas (dan bisa berguna bagi orangnya) kita juga bakalan senang. Kan waktu berniat memberi, kita pasti memikirkan si penerima. Toh suatu hari nanti aka nada giliran kita menerima kebaikan orang lain.

Jadi, tunggu apa lagi? 
It’s simple to lend a helping hand and give them a smile.
Donasikan buku dan mainan layak pakai ke kantor Tango Wafer, Jl Lingkar Luar Barat Kav 35-36, Cengkareng, Jakarta Barat 11740

25 September 2013

From Plaid to Plain: Must-Have Items for My Boy

Kalo boleh jujur, judul lomba blog ini bikin ciut nyali… “Calling all Fashion Blogger”.  Ups, saya bukan fashion blogger. Hahaha. Tapi ya sudahlah. Saya terlanjur tertarik membaca topic dari Lomba Blog Centro kali ini dan ngotot pengen ikutan. Boleh dong ya.


Andrew's Style
When talking about fashion, I always talk about boys fashion. Kenapa? Soalnya saya punya dua adik cowok dan satu anak cowok (usia 7 tahun) yang suka menjadi korban kejahilan shopping saya. Fashion cowok juga relatif lebih simple karena itemsnya ngga banyak-banyak amat. Jadi, “10 MUST-HAVE ITEMS” when it comes to (little) boys’ fashion are:

1. Hat
I had to admit, I watched to many K-pop concerts. Soalnya topi mendadak jadi hal yang paling penting buat bergaya. Kalo cewek punya bando, jepit rambut warna warni, bandana keren… cowok ya punya topi.

2. Fancy shoes
When everything else fail, shoes will get you notice. Anak saya suka malas pake rompi, pake jaket, pake baju dobel-dobel dengan lengan digulung-gulung. Tapi kalo soal sepatu keren, dia juaranya... Baju boleh plain, tapi kalo sepatu oke, bakalan keliatan oke juga deh.

3. Cool belt and suspenders
Belt item Cuma buat kondangan dan sekolah. Sisanya harus pake yang colorful dong! Suspender emang agak repot buat anak-anak (anak saya suka protes juga kalo dipakein suspender) tapi setelah dipakai ternyata jadi keren.

4. T-shirt with cool graphics
Mulai dari Doraemon, Madagascar, semuanya ada. Cuma awas, pilih yang benar atau graphic t-shirt ini malah jadi piyama.

5. Different color pants
Item, biru, khaki, putih..... BOSAN! Jadi saya nekat beli celana warna hijau. One fashion stylist once told me “anak-anak itu mendingan pake yang colorful. Soalnya kelihatan fun.”

6. Plain T-shirt
Bisa buat rangkapan, bisa buat kaos biasa, bisa buat dalaman, bisa buat baju kembaran sama Mama. Just pick the bright and bold colors. Pake pink siapa takut? (serius, saya ada kaos pink buat anak saya di rumah).

7. Plaid shirt and bermuda
Kotak-kotak dan garis-garis kan ngga ada matinya. Tiap season pasti ada. So, stock aja di rumah kalau bosan sama celana jeans polos.

8. Polo
Dikala kemeja jadi ‘bahan bertengkar’ ibu dan anak karena nggak nyaman dan susah dipakai (banyak kancingnya), Polo shirt jadi penyelamat. Mau lebih gaya? Rangkapkan dua polo beda warna atau tambahkan plain/graphic t-shirt.

9. Glasses (for display only)
Kacamata bisa merubah penampilan seseorang. Sebaiknya sih Cuma buat gaya jadi bisa ganti-ganti... and since mata adalah salah satu hal yang orang notice dari anak saya, biasanya saya menghindari sunglasses.

10. Jeans
Hari gini, harus punya jeans. Soalnya jeans bisa dipasangin dengan apapun. Jeans pendek buat main lari-larian di taman. Jeans skinny buat jalan (akhirnya lari-larian juga sih) di mall... dan bikin anak kelihatan lebih tinggi dan kayak orang dewasa. Serasa bawa pacar deh hahaha...

21 September 2013

Men-SMURF Buku

Anak saya susah banget disuruh membaca. Guru TK-nya bilang dia susah konsentrasi. Kalau sedang diajarkan guru di depan, pikirannya suka melayang ke dunia khayalan di mana zombie bertarung melawan dinosaurus dan Power Rangers. 


Masuk SD saya pusing. Selain karena dia harus bisa baca, dia harus bisa baca bahasa Inggris. Sekolahnya mengharuskan setiap murid membawa satu buku untuk dibaca setiap pagi pada saat reading time sebelum masuk sekolah, dan sepulang sekolah saat mereka menunggu jemputan. Saya senang sih, soalnya membaca adalah salah satu hobi saya. Tapi anak saya yang susah konsentrasi itu mengeluh.

Sampai saya menemukan sekumpulan makhluk biru yang tinggal di rumah jamur.
Ini bukan pertama kalinya anak saya mengenal SMURF. Tahun lalu, waktu Smurf yang pertama diputar di bioskop kita nonton. Dia juga koleksi bonus manian murf dari salah satu resto cepat saji. Tapi saya serasa pengen teriak “Eureka!” waktu melihat komik Smurf di salah satu toko buku import.

“Ma, aku mau Smurf.” Andrew sudah mengambil salah satu buku dari rak.

“Itu bahasa Inggris loh. Emang kamu bisa baca?”

Lama dia menatap buku itu, mengambil yang sudah tidak ada plastiknya, melihat isinya dan menimbang-nimbang. Saya tinggal dia untuk berpikir sambil melipir ke bagian buku diskon hehe. Begitu kembali, saya menemukan dia membaca serius komik itu sambil duduk di lantai. Waduh.

Dalam hitungan menit, sebuah komik berjudul “Purple Smurf” sukses menjadi milik kami, eh milik Andrew maksudnya. Singkat cerita, Andrew yang awalnya hanya liat gambar, mulai bisa membaca tulisan “Pow” “Dor” dan sound effect lainnya. Dari situ mulai bisa membaca sepotong-sepotong dan melafalkan nama Smurf satu per satu. Dalam 3 bulan, saya bangkrut membelikan semua komik itu untuknya. Dia mulai bersaing dengan teman-teman sekelasnya, siapa punya Smurf apa dan heboh tukar-tukaran sampai wali kelasnya ngomel. Saat film Smurf 2 keluar, dia sudah habis membaca komik yang bahasa Inggris dan mulai mengkoleksi yang bahasa Indonesia.

Sekarang dia sudah kelas 2, komik sudah tidak boleh dibawa, jadi Smurfnya semua ditinggal di rumah. Belakangan ini Andrew mulai beralih ke gadget. Saya sampai kesal kalau memanggil dia ngga pernah nengok (aduh anak masa depan emang tobat deh). Suatu hari saya pulang bawa dua buku Smurf terbaru yang berbahasa Inggris.

“Apa itu Ma? Smurf baru?”
Dalam hitungan detik si gadget langsung dilupakan. Masalahnya, saya panggil juga tetep ngga nengok, tenggelam dalam komiknya. Komik itu sampai dibawa ke kamar mandi, ke meja makan demi menyelesaikan ceritanya. Habis itu masih dibaca ulang. Hh... dasar. Ya sudahlah kalo buku.

Tapi masalah baru muncul. Anak saya mulai bicara bahasa SMURF.
"Mama, tolong smurf-kan handukku."
"Mama, kita mau smurf ke mana?"
"Mama, Smurf yuk!"

Dan kemarin saya dapat laporan kalo ujian bahasa Inggrisnya FAIL lagi.
HADEUH!

18 June 2013

Boy of Steel

 “People are afraid of things they don’t understand.”

– Jonathan Kent

Superman was never my favorite super hero. So when he’s back on screen with his latest gig, I didn’t plan to join the crowd. Then come this conversation, 

Dudu: Ma, aren’t we going to watch Superman?
Me: Yeah… (not excited).
Dudu: Let’s go. I wanna know how he became Superman…. And we have to buy that Superman cup.
Me: Okay… (still not excited) 


  
That Superman Cup!


Andrew/Dudu is always curious on how someone can become a super hero. This past years, he’d been watching Batman (not The Dark Knight though), Spiderman, Thor, Iron Man (so far his favorite) and The Avengers. Now, I guess, it’s Superman’s turn. 

So we ended up going, fighting the crowd and managed to score a seat in the front row to watch the (supposedly handsome) Superman. What got me wasn’t what the screen was saying but the conversation we had afterwards. Cos, he, somehow has that “Superman” syndrome. An alien stranded in a different world, with different language and different culture.


Dudu in Metropolis
Dudu: How far is Kansas from my home town?
Me: Well, 2-hour drive.
Dudu: Oh, it’s not that far.
Me: You’ve been to Kansas, you know. You’ve been to Metropolis. I’ve shown you the pictures.
Dudu: I don’t remember.
(Yeah, he was a little over 1 then)
Dudu: They have corn field.

Me: Missouri has corn field too. 

After seeing the tornado scene... and having a brief thought about Dorothy, Toto and the Wizard of Oz, he asked...
Dudu: What’s wrong with Kansas?
Me: There’s nothing there…

(and there’s almost nothing in Missouri too haha…) 
 
Dudu: Why did he cry after killing the bad guy, Ma?
Me: It’s the last person from his planet. His ‘brother’.
Dudu: But this ‘brother’ is a bad guy.
Me: Put it this way… what if you have to kill a fellow American… the only American you know here, to save me, your Indonesian Mom, or your Indonesian friends. Would you do it?
Dudu: (thinking) Yeah, that’s tough.

Dudu: Why Superman doesn’t kill zombies?
Me: Alice (Resident Evil) will be out of job. Everyone has his/her own role in Hollywood.

Eventually, I got to ask questions.
Me: So, do you want to be Superman?
Dudu: I can’t. He’s not human. But I can be Iron Man. I can be smart, rich and inventing stuffs…
(Hopefully minus the playboy part)

Me: I don’t want you to be Superman either. He’s 33, single, jobless and living off his mother.
Dudu: But he has a job, Ma… Superman is saving the world.
(Well… if you call that a job)

But the best part came in the end.
Dudu: The captain said Superman is sexy.
Me: Yeah, I’d agree with her. Superman is hot.
Dudu: But this time he doesn’t wear his underwear outside…

I’m glad I watched Superman.