19 April 2020

Jalani Hidup Apa Adanya Sebagai Orang Tua

Saya tipe orang yang spontan, jadi saya menjalankan no tipu-tipu parenting style. Maksudnya? Contohnya begini, kalo keuangan lagi mepet, ngga pura-pura mampu. Kalo lagi banyak uang juga ngga bilang bokek. Sama Dudu, saya selalu bicara jujur apa adanya. Soalnya buat saya, hubungan sama anak itu harusnya bisa dijalani tanpa syarat ketentuan.

Tapi pertanyaannya, seberapa jauh kita bisa jujur sebagai orang tua?

Well, pada awalnya, saya berpikir bahwa jadi seorang ibu itu harus jadi supermom. Harus bisa segalanya. Harus sempurna. Bisa masak, bisa mengurus anak, dan bisa mengatur rumah tangga. Di beberapa kejadian, saya bertemu para supermoms ini, yang sambil kerja masih bisa menelepon ke rumah memastikan si mbak masak dengan benar, si supir menjemput anak dari sekolah dan si anak sore-sore mengerjakan PR. Saya? Telepon ke rumah pun tidak. Mama macam apa? Begitu biasanya saya bercanda. Saya tidak bisa masak, tidak pernah mengingatkan anak bikin PR lewat telepon, dan tidak ambil pusing juga. 


Anaknya belajar sendiri ngga perlu diingetin hehe
Pura-pura menyiapkan bekal anak atau pun mengajari anak belajar ujian pernah saya lakukan haha. Terpengaruh postingan para mama lain di media sosial, yang selalu menunjukkan gambar seorang ibu yang sempurna. Yang tetap cantik pas masak dan yang anak-anaknya selalu dapat nilai sempurna. Tapi ya, setelah dicoba, ternyata itu bukan saya banget.

Bagian paling sulit dari menjalani hidup apa adanya adalah ketika saya ditanya tentang status sebagai orang tua tunggal. Pada awalnya saya sulit terbuka karena faktor lingkungan dan orang tua. Di Indonesia, status single mom juga masih terdengar tabu. Kalau saya jujur, dampaknya bukan hanya ke saya, tapi ke Dudu juga. Waktu awal-awal jadi single mom, media social belum sebanyak ini, jadi tidak ada peer-pressure buat posting foto bagus. Sekarang, bukan hanya saya yang punya akun, Dudu pun punya akun Instagram (yang dia abaikan karena katanya “tidak menarik posting seperti itu”). Jadi, bagaimana membangun citra sebagai ibu tunggal yang baik di tengah postingan keluarga lengkap dan bahagia. Kan saya juga mau posting?

Lama-lama saya lelah sendiri dan memutuskan untuk ya sudah cerita saja, posting saja apa adanya. Kalau kata salah satu videonya IM3 Ooredoo, “tanpa tedeng aling-aling.” Saya sering dengar istilah itu, cuma baru kali ini paham dengan interpretasinya. Jujur sama diri sendiri, hidup apa adanya tanpa ada yang ditutupin. Daripada posting quotes galau, mendingan posting foto jalan-jalan sama anak. Ya kan? 



Saya tipe yang berteman sama anak. Kami berdua bisa menghabiskan waktu jalan-jalan, makan atau main PS4 seharian. Sama anak tidak perlu basa-basi. Apa adanya saja. Kalau saya sedih karena ulangan Bahasa Indonesianya bukan yang paling tinggi di kelas, ya saya bilang. Kalau saya senang karena ulangan matematikanya pas-pasan, saya ungkapkan juga. Meskipun bingung kenapa saya anti-mainstream dan lebih care terhadap ulangan Bahasa daripada matematika, tapi Dudu jadi tau ekspektasi saya.

Karena saya selalu jujur sama dia, dia pun kalo ngomong tanpa basa-basi sama saya dan teman-teman saya. Pernah suatu kali Dudu bilang (kurang lebih begini): orang dewasa itu berbohong supaya anak-anak menurut. Perkaranya cuma karena dia mau berenang sama teman-temannya, sementara cuaca gerimis, trus dilarang dengan alasan belum makan dan lain sebagainya. Kenapa tidak terus terang saja kalau memang tidak boleh berenang?

Begitu juga dengan tidak adanya wi-fi di rumah, jadi hidup kita bergantung pada kuota internet yang mengakibatkan Dudu tidak main game online bersama teman-teman sekolahnya. Semua orang ngumpul di PUBG atau Clash Royal atau Mobile Legend, sementara Dudu lebih suka nonton Youtube dan main RPG. Bermain dengan teman sebaya bukan lagi ketemu di mall atau nonton bioskop tapi mabar. Dudu jadi kurang akrab dengan teman-teman sekelasnya karena obrolannya tidak nyambung. 


Tapi waktu ditanya apakah kita perlu punya wi-fi, jawabannya, “Tidak perlu, Ma. Saya tidak membutuhkan acknowledgement from my friends hanya karena sebuah game. Mereka juga akan cepat bosan kalau main game.” So, kita berdua masih bertahan dengan kuota paket data masing-masing.

Sebagai pengguna IM3 Ooredoo, saya mensyukuri kehadiran produk telekomunikasi yang simple dan bebas syarat ketentuan seperti Freedom Internet. Jadi ngga pusing harus nunggu tengah malam kalau mau posting di sosmed atau download game karena sayang sama kuota utamanya. Sebagai orang yang jarang ngecek kuota, fitur Pulsa Safe dari Freedom Internet membantu banget biar pulsa ngga kepotong saat kuota habis. Soalnya saya paling kesel kalo ngga sadar kuota habis, trus baru sadarnya setelah pulsa kepotong, ikut habis dan internetnya putus. Padahal ya, salah sendiri juga ngga ngecek haha.

Ngomong-ngomong soal main PS4, pernah ada temannya Dudu yang bilang kalo dia iri karena Dudu bisa main PS4 sama Mamanya. Soalnya kebanyakan Mama yang ada ngomel saat anaknya nempel sama game dan gadget. Jadi, seharusnya dari awal saja ya jujurnya. Haha.

14 April 2020

Review & Reflection: Romance is A Bonus Book

Penasaran nonton drama yang satu ini karena tokoh utamanya seorang editor dan copywriter. Dan jarang-jarang ada drama Korea membahas struggle seorang single mom mencari kerja (dan cinta) lagi. Ini cerita tentang mengejar kesempatan kedua.

Tapi jujur, episode pertama bikin ngantuk setengah mati, soalnya drama bukan genre saya. Saya nontonnya Kingdom sama Voice haha. Atau film macam Fabricated City dan Secretly, Greatly yang kebanyakan konspirasinya. Tapi saya penasaran berat. Untungnya serial ini konfliknya stabil dan di setiap episode ada yang semacam cuplikan buku yang bisa ‘dibaca’. 
So, here we go:
Romance is A Bonus Book 

Cast: Lee Na-Young, Lee Jong-Suk 
Episode: 16 
Tahun Tayang: 2019 



Sinopsis:
Kang Dan-I adalah seorang mantan copywriter yang jadi ibu rumah tangga karena menikah dan punya anak. Sahabatnya, Cha Eun-Ho, adalah seorang penulis muda berbakat yang bekerja sebagai editor-in-chief di sebuah penerbitan buku ternama. Kemudian, Dan-I bercerai dan suaminya pergi tanpa meninggalkan uang. Dan-I yang harus mencari pekerjaan untuk bertahan hidup mengalami kesulitan karena telah lama vakum bekarir, sehingga dia secara diam-diam bekerja membersihkan rumah Eun-Ho. Akhirnya Dan-I mendapatkan pekerjaan sebagai admin staff di penerbitan bukunya Eun-Ho, yang setelah mengetahui kondisi sahabatnya itu memberikan tumpangan tempat tinggal juga.