21 February 2022

Platform Content Creator adalah Peluang di Saat Pandemi

Ada yang bilang kalau pandemi bikin kita jadi lebih kreatif. Ruang gerak yang terbatas karena di rumah aja membuat kita punya waktu lebih banyak untuk mengeksplorasi sisi kreatif diri kita. Setidaknya, saya merasa, dengan bekerja dari rumah, saya punya ekstra beberapa jam untuk menulis blog, ikutan kelas online, nonton webinar dan video lifehack yang sekarang sepertinya makin beragam. Selain ada waktu, sekarang ada demand, ada supply. Jadi content creator makin banyak juga di sekitar saya.

Dulu, kita suka bikin content juga sih.

Misalnya teman-teman yang tadinya hanya masak, buru-buru menyiapkan bekal anak karena harus segera bertarung dengan kemacetan ibukota untuk berangkat kerja. Sekarang punya ekstra 1 jam untuk menata bekal dengan rapi, difoto dulu atau bahkan bikin video pembuatannya. Semua mendadak jadi sempat. Tidak heran kalau ekonomi kreator jadi bertumbuh pesat.

Beberapa waktu lalu, IDN Media meluncurkan Indonesia Creators Economy (ICE) yang, mengutip penjelasan Winston Utomo, CEO IDN Media, “memiliki visi untuk mendemokratisasi “creators economy” di Indonesia melalui teknologi.” ICE ini sebelumnya dikenal dengan nama IDN Creator Network, yang sudah beroperasi sejak 2017. Jadi mereka bukan pemain baru di dunia content creator.

20 February 2022

Butuh Break? Main Word Game Seru Ini

Ada 10 menit break sisa dari makan siang yang sekarang cuma di meja makan rumah. Tidak perlu jalan dari kantin ke meja, tidak perlu ngobrol bareng teman. Tidak perlu jajan beli kopi juga. Lalu mau ngapain?

“Kenapa Mama tidak bermain game saja?”
Begitu saran si Dudu. Masalahnya, saya bukan tipe yang suka main game di ponsel atau laptop. Dan saya tidak suka game tembak-tembakan juga. Jadi apa dong?


Jaman kuliah dulu, ada 4 koran yang dibagikan secara cuma-cuma di lingkungan sekitar kampus saya: New York Times, USA Today dan 2 koran lokal. Saya sering mengambil edisi hari minggu lalu mengklipping komik dan mengerjakan crossword puzzle. Crossword Puzzle milik New York Times ini terkenal sulit, dan bisa mengisi maksimal 5 saja saya sudah bangga haha. Tapi kalau mengerjakan ini, biasanya saya menghabiskan setengah hari sendiri sebelum menyerah. Kalau digunakan untuk mengisi waktu lunch break, bisa-bisa tidak kembali bekerja dong. So, saya mampir ke website nytimes.com dan merasa menemukan harta karun dengan adanya 3 mini-games berikut yang bukan hanya ‘puzzle’ tapi juga main-main dengan kata.

15 February 2022

Self-Love dengan Menuliskan Gratitude Journal

 Ada pepatah mengatakan “count your blessings,” atau hitung berkatmu. Dengan melakukan ini, kita dapat menjadi lebih positif dalam hidup, jarang stress dan jarang sakit. Kayaknya penting banget di jaman pandemi ketika kata “positif” malah jadi menyeramkan. 

Akhir pekan kemarin, saya belajar bersyukur. Menuliskan 10 hal yang membuat saya berterima kasih hari itu. Mulai dari hal kecil kayak bisa ngopi sampai yang besar seperti menyelesaikan pekerjaan. Tulisan yang jadi Gratitude Journal atau Jurnal Syukur ini adalah salah satu yang saya lakukan dalam rangka self-love. 


Jurnal syukur yang lucu-lucu begini bisa bikin tambah motivasi

Apa sih jurnal syukur? Seperti namanya, jurnal syukur adalah tempat (bisa buku, bisa app, bisa blog dan lainnya) di mana kita menuliskan hal-hal yang kita syukuri setiap harinya. Berbeda dengan diary, jurnal syukur ini tidak perlu panjang-panjang menulis dan tidak perlu detail. Dalam positive psychology, jurnal syukur digunakan untuk mereka yang ingin memfokuskan diri pada hal-hal positif dan disyukuri dalam hidup ini.

13 February 2022

Sepucuk Surat Cinta Buat Dudu

Kemarin saya menulis surat cinta, yang sebenernya gara-gara mau ikut lomba. Karena single, awalnya bingung mau menulis buat siapa. Apalagi saya bukan tipe gombal yang bisa menulis berbunga-bunga. Tipe Mama anti basa-basi. Jadi akhirnya nulis surat cinta yang straightforward buat anak kesayangan.

Tapi, habis posting di IG story ada yang komen terharu, ada yang bertanya apa ini sungguhan. Haha. Soalnya surat cintanya bukan buat ayang, tapi anak semata wayang. Kalo disingkat Ayang juga sih, jadi tidak apa-apa lah ya.

Isinya begini:

To the boy who has everything,

It's been a fantastic 16 years to spend with you. Each year, you have always been my Valentine and I'm really thankful I have you around.

But soon, you'll find another girl you'd adore and take her to date instead. Before that happen, I want to treat you on a nice dine in, which has been delayed ever since.

There's nothing in this world that means to me more than you do. Always in love with you.

Sincerely,
Mom



Ini postingan IG-nya

Menang? Nggak tuh, soalnya kan memang hadiahnya adalah romantic fine dining. Haha. Meskipun bohong kalau saya bilang tidak berharap menang, soalnya pengen banget mengajak Dudu makan di restoran hotel.

Kenapa? Ya balik lagi ke surat cinta di atas. Sebagai orang tua, saya selalu mendengar nasihat bahwa it’s better to show than to tell karena katanya anak-anak akan meniru apa yang orang tuanya lakukan. Karena itulah, sebelum Dudu beneran bawa cewek lain dinner romantis, saya duluan yang harus tunjukin caranya. This is how you treat someone. Ini cara makan di hotel, ini cara yang sopan dan percakapan kayak apa yang bisa dibawa ke meja dinner romantis macam begini. Maklum, biasanya saya dan Dudu kan cuma ke cafe atau restoran random aja haha. Kalau pun ke restoran yang sedikit fancy, seperti Couz Steak House beberapa waktu lalu itu, biasanya dalam settingan family dinner dan bukan beneran berduaan.

Date-nya black and white

Tapi karena tidak menang, sepertinya saya harus menabung untuk beneran makan di restoran fine dining. Hm… restoran apa ya? Ada saran?

By the way, si Dudu-nya belum tahu soal ini hihihi.

08 February 2022

Ketika Suka Menulis Saja Tidak Cukup untuk Menjadikannya Kebiasaan

Saya suka menulis!

Tapi blog kok berdebu? Buka laptop kok langsung blank dan malah nonton Youtube? Buka hape malah cek Instagram? Hm… Ada yang pernah ngalamin?

Kehabisan ide, writer’s block atau hilang mood biasanya jadi alasan klasik saya tidak kunjung menulis. Belum lagi kalo nge-blog pakai malas ngedit fotonya haha. Di dua kelas persiapan Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP) yang saya ikuti minggu lalu, ada banyak tips dan trick yang bisa saya lakukan supaya bisa terus lancar menulis setiap hari. Penasaran?



Dari sesi Ibu Septi Peni Wulandari, Founder Ibu Professional yang berjudul “Pentingnya Mengenal Diri Sendiri dan Peran Keluarga dalam Berkarya,” saya menemukan beberapa tips.

Yang pertama, kita harus tau apa yang kita sukai. Saya suka menulis. Iya, menulis apa? Pendek, panjang, serius, fiksi, non-fiksi, blog? How to identify them? “Kuncinya adalah kebahagiaan,” begitu saran Ibu Septi. “Tulisan sebagus apapun, kalau tidak ada hatinya, tidak sampai ke pembacanya.” Ini bener banget, soalnya kalau tidak suka dengan apa yang kita tuliskan, bagaimana bisa ide muncul dan menulis bisa lancar?

03 February 2022

Loki, Star Wars dan Langganan Disney+

Disney+, worth it nggak buat langganan? Pertanyaan yang menghantui kami dua bulan terakhir, setelah saya dan Dudu mulai kehabisan serial buat ditonton bersama.

Paket internet saya expired akhir bulan kemarin. Ketika mau renew, ternyata paket yang biasanya saya beli sudah tidak ada lagi. Yah, sedih. Terpaksa browsing paketan baru, lalu nemu paket dengan free Disney+ sebulan. Hm… Sepertinya menarik. Ya sudah kalau gratis. Awalnya sempat kesulitan mau install. Saat Dudu coba di aplikasi Disney+ Hotstar di ponselnya, OTPnya tidak pernah sampai. Lalu akhirnya kita coba di Smart TV di rumah. Download aplikasinya, lalu login lewat web di laptop dan memasukkan kode di TV untuk menghubungkan kedua perangkat. Ternyata berhasil. Semoga habis ini, paket gratisannya masih ada, jadi kita berdua bisa nonton Disney+ juga bulan depan.


Dudu sudah bolak-balik ingin nonton Star Wars secara lengkap. Sesuatu yang menurut saya keturunan bapaknya, soalnya saya bukan big fan of Star Wars. Nontonnya juga hanya karena ada Anakin Skywalker yang menurut saya lumayan good looking, lalu kisah cinta sama Amidala itu seru. Tapi Dudu nonton Star Wars dengan serius. Something that Americans would do haha. Star Wars dan warna hijau adalah dua hal yang membuat saya percaya kalau ada hal-hal absurd yang diturunkan secara genetik, soalnya dua hal itu kesukaan bapaknya yang tinggal di Amerika.

Jadi pas makan siang, saya iseng-iseng bertanya.

“Udah nonton apa aja, Du? Selain Star Wars?”
“A series called Encanto.”
“Oh, katanya bagus ya itu? Gimana ceritanya?”
“Iya. It taught people not to label a child ‘special’ soalnya the child with special label will be pressured to love with that expectation, while the one without the label will be sad.”