Kalau punya rumah sendiri saya mau yang dapurnya bagus supaya bisa masak. Soalnya saya tidak bisa masak, tapi percaya kalau ada dapur bagus plus oven yang memadai, paling tidak saya bisa memanggang. Lalu si Dudu datang pada saat saya menulis postingan ini dan saya terpaksa “merevisi” denah rumah idaman.
|
Tony Stark's Mansion. Photo courtesy of Wikia |
Ketika nonton Iron Man, saya jatuh cinta pada mansion milik Tony Stark yang terletak di atas bukit dan menghadap ke jurang itu. Ingin rasanya punya rumah seperti itu, kalau bisa skalian sama Jarvisnya. Walau di dalam film, rumah ini terletak di Malibu, California, lokasi yang sebenarnya adalah La Jolla dekat San Diego, Californa (wah ini udaranya justu enak banget). Rumah seluas 11,000sq ft ini memiliki 4 kamar tidur, 6 kamar mandi dan akses ke pantai pribadi.
Namun lama-lama terasa betapa sepinya Tony tinggal sendirian di sana. Lah, saya hanya berdua. Apa ngga sama sepinya?
Dudu: Wah, ini bagus, Ma. Ada kolam renangnya, lalu bisa ada ruangan rahasia.
Mama: Lalu Mama di ujung sini, kamu di ujung sana.
Dudu: Aku ngga bisa denger dong.
Nah!
Revisi: kita kecilkan ukurannya jadi pas untuk berdua. Tapi masih dengan konsep yang sama.
Saya minta Dudu menggambarkan rumah idamannya. Ternyata mirip dengan apa yang saya idamkan (foto exterior rumah dari blackxhouse.com). Oke. Secara arsitektur kita sudah sehati. Tapi...
Mama: Ini kotak apa?
Dudu: Elevator, Ma.
Mama: Lalu ini?
Dudu: Ada benderanya dong, seperti castle. Biar semua tahu ini rumah Andrew.
Mama: *tepok jidat*
Konsep rumah saya jelas simple. Mungkin bisa dibilang minimalis. Maunya banyak tembok kosong yang bisa dipajang foto atau lukisan, atau buat background foto si Dudu kalo pas ikutan lomba. Elevator? Mana ada yang begituan di dalam rumah? Daripada memasang fitur tidak perlu, lebih baik kita konsentrasi ke kamar-kamar yang akan berguna. Yang pertama terpikirkan harus ada adalah ruang untuk ngetik dan ngeblog berjendela besar, masuk matahari dan pemandangan indah. Soalnya kalau sudah begitu, mood menulis mendadak jadi lancar dan bisa betah berjam-jam di depan laptop.
|
Ruang kerja idaman saya Photos courtesy of Beacont.com |
Mama: Harus ada ruangan yang nyaman untuk bekerja. Bisa mengetik dengan tenang...
Dudu: Aku mau ruang game
Mama: Buat apa? Nanti kamu tidak keluar lagi karena main game terus.
Dudu: Jendelanya dibarikade dengan kayu...
Mama: NGAPAIN?
Dudu: Pura-puranya ada Zombie Invasion.
Mama: Ngga usah. Dapur saja yang dibagusin.
Dudu: Tapi istri tercintaku nanti akan ada di dapur.
Errr... Istri tercinta?
Duh, masa saya tidak pernah kebagian dapur? Sekarang ini dapur di rumah milik Mama saya, nanti kalau rumah sendiri jadi milik menantu? Ya sudahlah, saya duduk manis ngeblog saja.
|
Denah rumah buatan Dudu |
Rumah yang saya tempati sekarang dibeli kedua orang tua saya sekitar 15 tahun lalu dari seorang arsitek, jadi tidak heran kalau sudah memenuhi syarat. Ada banyak kamar yang tetap dingin walau AC dimatikan, ada kebun, dan ruang tamu yang luas. Maklum dulu waktu saya dan kedua adik saya masih kecil, rumah ini yang tinggal ada banyak. Ada tempat juga di atap untuk menjemur pakaian atau spiderman nyasar. Tapi kalau rumah idaman, saya mau pakai washer and dryer saja deh, jadi tidak menjemur-jemur baju lagi.
|
Spiderman nyasar ke tempat jemuran baju |
Revisi: rumah harus ditambah taman dan beranda untuk bermain
|
Ubin merah tempat kita main bersama. |
Tempat favorit saya dan Andrew adalah beranda yang lebih sering disebut “ubin merah. Letaknya di beranda luar dan sering digunakan sebagai tempat bermain. Mulai dari menggambar pakai cat air yang bakalan belepotan, petak gunung hingga kembang api. Pokoknya kegiatan yang tidak bisa dilakukan di dalam rumah kita kerjakan di ubin merah. Bahkan Andrew waktu kecil sering mandi di bak yang diletakkan di ubin merah. Tempat ini nyaman karena Mama saya banyak menanam pohon buah di taman yang ada di dekatnya.
|
Cementum Grey, photo courtesy of www.nirogranite.co.id |
|
Cementum Beige, photo courtesy of www.nirogranite.co.id |
Browsing pinterest Niro Granite, saya menemukan alas lantai seri Cementum dari Niro Granite yang Grey mengingatkan saya akan si ubin merah. Selain itu yang Beige sepertinya berguna untuk kamar mandi si Andrew, yang kalau mandi sudah seperti ada tsunami. Kalau dibuat seperti ini kan jadinya mudah dibersihkan dan tidak khawatir licin.
|
Basaltina, White Basalt, photo courtesy of www.nirogranite.co.id |
|
Basaltina, Grey Basalt, photo courtesy of www.nirogranite.co.id |
Sementara kalau urusan kamar mandi, saya lebih suka dengan yang warnanya putih, seperti White Basalt dari seri Niro Granite Basaltina. Siapa sangka lava yang mengeras juga bisa berwarna putih seperti ini. Eh... yang Grey Basalt dipakai di dapur juga keren kelihatannya. Haha, saya bolak balik bicara soal dapur terus ya? Soalnya dapur memiliki makna tersendiri buat saya karena masak itu menghilangkan stress. Jaman saya kuliah, setiap mau semesteran saya kerjanya masak. Dapur jadi penyelamat nilai karena kalau sudah stress belajar maka pilihannya hanya dua: masak atau jalan-jalan. Biasanya pilihan pertama lebih cocok di kantong.
Yang namanya rumah adalah "sanctuary". Berbeda dengan saya yang suka ngelayap, anak semata wayang saya betah di rumah. Jadi rumah harus menjadi tempat yang nyaman untuk kita bersantai, recharge dan pulang. So it has to be Dreams Well Engineered for the two of us.
|
Would be great kalo bisa ada perpustakaan seperti ini juga seperti toko buku anak di Beijing. Photo courtesy of Habitots.co.au |