"I told Watson if I ever write a story it will be to correct the million misconceptions created by his imagination.(Saya katakan pada Watson, jika saya menulis Cerita, itu adalah untuk meluruskan jutaan kesalahpahama orang yang diciptakan oleh imajinasinya.)" ~ Sherlock Holmes, Mr.Holmes
Lalu saya panik karena film Sherlock Holmes terbaru, Mr. Holmes, tidak kunjung mampir ke bioskop Jakarta. DVDnya pun tidak ada tanda-tandanya. Gimana nih? Untungnya ketika saya mampir ke Singapura, film ini tayang. Padahal sudah sebulan dari tanggal premierenya. Begitu acara keluarga selesai, saya langsung ngabur ke Shaw House di Orchard buat nonton. Harga tiket nontonnya SGD 12.
Sudah lama ngga nonton sendiri jadi saya punya banyak waktu berpikir. Terutama mencerna conversations yang ada di film tersebut. Salah besar nonton film yang berlogat Inggris di Singapore (subtitlenya Mandarin) dan saat saya sebenarnya sudah ngantuk karena malam sebelumnya bergadang keliling Marina Bay Sands. Ngga sempat beli popcorn pula karena sudah telat.
Sebenarnya Mr. Holmes tidak berat-berat amat karena tidak berfokus pada kasusnya tapi lebih kepada bagaimana Sherlock yang sudah berusia lebih dari 90 tahun berusaha berdamai dengan keterbatasan fisik dan otaknya. Yes, diceritakan di sini bahwa selain sudah harus pakai tongkat (bayangkan Sherlock yang dulu bisa bergulat dengan Moriarty di Reinbach Fall harus jalan pakai tongkat), Sherlock juga sudah pikun.
Kisah Mr. Holmes diangkat dari novel karya Mitch Cullin yang berjudul “A Slight Trick Of the Mind.” Kalau menurut sang penulis skenario, Jeffrey Hatcher: "Holmes only seems to meet people through investigations, so to see him meet people in terms of a domestic situation is very interesting".
Sudah lama ngga nonton sendiri jadi saya punya banyak waktu berpikir. Terutama mencerna conversations yang ada di film tersebut. Salah besar nonton film yang berlogat Inggris di Singapore (subtitlenya Mandarin) dan saat saya sebenarnya sudah ngantuk karena malam sebelumnya bergadang keliling Marina Bay Sands. Ngga sempat beli popcorn pula karena sudah telat.
Sebenarnya Mr. Holmes tidak berat-berat amat karena tidak berfokus pada kasusnya tapi lebih kepada bagaimana Sherlock yang sudah berusia lebih dari 90 tahun berusaha berdamai dengan keterbatasan fisik dan otaknya. Yes, diceritakan di sini bahwa selain sudah harus pakai tongkat (bayangkan Sherlock yang dulu bisa bergulat dengan Moriarty di Reinbach Fall harus jalan pakai tongkat), Sherlock juga sudah pikun.
Kisah Mr. Holmes diangkat dari novel karya Mitch Cullin yang berjudul “A Slight Trick Of the Mind.” Kalau menurut sang penulis skenario, Jeffrey Hatcher: "Holmes only seems to meet people through investigations, so to see him meet people in terms of a domestic situation is very interesting".
Jadi, dengan bantuan anak pengurus rumahnya, Sherlock berusaha mengingat kembali kasus terakhir yang ditanganinya karena menurutnya apa yang ditulis dr. Watson hanyalah untuk memenuhi sensasi yang diinginkan masyarakat sama seperti penggambaran dirinya yang menggunakan topi dan pipa cangklong. Film ini menurut saya, membuat sakit hati penggemar Sherlock karena yah, yang kita tahu kan Sherlock yang selalu tepat dalam mendeduksi dan memecahkan sebuah kasus.
"I cannot live without brain-work. What else is there to live for?" ~Sherlock Holmes, The Sign of Four
"Holmes has had defeats before. People have died on his watch, so to speak, but eventually he wins. There's isn't any story where he loses completely, and Mitch came up with a story where he did lose completely." ~Jeffrey Hatcher, Scriptwriter.Dari film Mr.Holmes ini saya belajar berdamai dengan diri sendiri. Bahwa seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang harus kita ikhlaskan pergi (seperti kemampuan bergadang - padahal sedang semangat ngeblog tapi badan menolak bangun) dan banyak hal yang harus kita terima kedatangannya dengan lapang dada seperti pikun (jadi semua terpaksa dicatat supaya ngeblog jadi akurat).
Initinya ya belajar kalah. Tapi bukan belajar menyerah. Soalnya meski kondisinya menurun, Holmes tidak diam saja. Akhirnya bahkan dia berhasil menemukan akhir cerita yang dicarinya. Mengalah dengan keadaan dan menerima keterbatasan tapi sambil cari jalan lain buat sampai ke tujuan. Karena hasil akhir kadang suka menunggu kita di tengah jalan tanpa kita sadari, sebelum kabur lagi untuk kita kejar. Sama seperti perjalanan panjang yang membawa saya duduk di Shaw House untuk film ini.
How nice it is for you to wait for me. ~ Sherlock Holmes, Mr.Holmes
“Postingan ini diikutsertakan dalam Evrinasp SecondGiveaway: What Movie are You?”
yes.. salah besar nontonnya di Singapore xixixix. Bahasa inggirs orang Singapore itu rada-rada ya na ^___^ btw, aku belum pernah nonton film ini karena emang ngga update sama film luar sih. Tapi, kalo ada versi DVDnya, worth it banget ya untuk ditonton.
ReplyDeleteDVD aja Chy, cari yg ada subtitlenya hehehe
DeleteWah agak berat nih ci Ruth tontonannya. :D Holmes.
ReplyDeleteKakak saya yang ngikuti serial TV-nya. Saya jarang ikutin. Lebih suka baca Conan *jauh bener yak*
Aku juga suka Conan lho. Kemarin yang pas Sunflower Inferno juga nonton di bioksop.
Deleteaku suka serlock holmes, tapi gak sefanatik mbak ruth, aku ada dua novelnya mbak, pas tayang di bioskop juga langsung ngacir, aku emang suka sama serial detektif, makasih ya mbak atas partisipasiya
ReplyDeleteYang ini akhirnya mau tayang di Indonesia lho.
DeleteKeren ni film.. Lagi nungguin dari bbc sesi 4, Desember nanti rilis, dah gak sabar :D
ReplyDelete