15 April 2022

Film Adaptasi Novel Agatha Christie: Death on The Nile

“Ada Death on the Nile, Du.”
“Mau menonton?”
“Atau Murder on the Orient Express?”
“Mama bagaimana sih, itu kan kita sudah menonton bersama-sama.”
“Oh, Mama lupa. Nontonnya sama kamu ya?”

Di tengah kebingungan mau nonton apa di Netflix karena Spy Family baru ada 1 episode, Inuyasha adanya yang Final Act dan sisanya tidak ada yang menarik, akhirnya kita pindah ke Disney+. Mumpung masih ada langganannya hehehe.

(Cerita kita langganan Disney+ Hotstar lewat Telkomsel di sini)

Sambil setengah complain-complain karena saya fans Miss Marple dan bukan Hercule Poirot yang sombong, saya nonton juga cerita klasik Agatha Christie tersebut. Kata Dudu: “Ini film yang ada Wonder Woman-nya.” Maksud dia si Gal Gadot. Sementara saya lebih sibuk sama Armie Hammer yang pernah main di Lone Ranger barengan Johnny Depp sampai Dudu berkomentar kalau saya hanya inget aktor ganteng saja. Hahaha.

Death on The Nile
127 menit
Cast: Kenneth Branagh, Gal Gadot, Armie Hammer, Annete Bening, Tom Bateman, Letitia Wright, Russel Brand


Ini sinopsisnya, according to Dudu:
Death on the Nile adalah sekuel untuk film Murder on The Orient Express, di mana Detective Hercule Poirot mengurus kasus pembunuhan di kali Nile di Egypt di saat pesta pernikahan. Awal filmnya agak pelan tapi memberi waktu untuk mengetahui karakter-karakter film dan melihat semua lokasi yang indah di London dan Egypt, seperti Thames River, the Sphinx dan Pyramid of Giza. Pada akhirnya, awal yang pelan membantu membuat akhir yang asyik dan penuh dengan mystery. Sampai akhir banyak bagian dari awal dimana kita harus mengingat detail kecil-kecil untuk membantu mengerti hal-hal yang terjadi nanti, jadi harus tetap vigilant untuk menebak pembunuhnya!
Sama seperti Murder on The Orient Express, tokoh di film ini juga ada banyak, dan semuanya punya kesempatan jadi korban dan jadi pembunuhnya. Setuju dengan pendapat Dudu bahwa memang perlu waktu untuk mengingat semuanya di awal, siapa yang temannya mana atau anaknya siapa. Yang ada malah, saya teralihkan dengan satu brand sponsor, Tiffany & Co yang terpampang di boks kalung milik Linnet Doyle di hari pernikahannya, padahal kasus tersebut terjadi di tahun 1937. Jadi saya Googling dan jadi menemukan bahwa brand tersebut sudah ada sejak 1837, satu dekade sebelum Poirot memecahkan pembunuhan di atas kapal mewah yang berlayar di atas Sungai Nil tersebut.


Agak sulit menjelaskan film ini tanpa jadi spoiler. Meskipun kalau Anda pembaca setia Agatha Christie, tentunya sudah tahu siapa yang terbunuh dan siapa pembunuhnya. Saya terus terang saja lupa, karena again, saya fans Miss Marple dan entah gimana kurang mengikuti si Detektif Belgia yang berkumis ini kecuali di kasus ABC Murders.

Sedikit warning, meskipun film ini ratingnya PG-13, tetapi beberapa adegan mungkin perlu diwaspadai orang tua. Misalnya pasangan yang terlalu menunjukkan kemesraan ataupun korban pembunuhan yang luka tembaknya terlihat sangat jelas. Beberapa percakapan di film ini juga lumayan berat, misalnya tentang rasisme yang terjadi diantara para tokohnya. Satu pelajaran yang mungkin bisa dijadikan bahan pembicaraan kalau menyaksikannya dengan anak yang sudah remaja seperti Dudu adalah, “jangan jadi gila karena cinta.”

Ketika adegannya zoom out dari Nile River pindah ke Thames River, saya dan Dudu sempat ngobrol

“Wow, what a transition. Itu Nile River di Egypt.”
“Trus London jadi Thames River. Kalau Jakarta apa, Du? Nama sungainya?”
“need-to-be-cleaned River?”

Errr….

1 comment:

  1. wah ini perlu ditonton secara aku suak banget dengan agatha cristie

    ReplyDelete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.