Ada dua jenis jurnal yang saya buat: Progress Tracker Journal, yang saya modifikasi jadi Daily Habit Journal, dan Gratitude Journal. Keduanya adalah oleh-oleh dari acara yang saya ikuti. Beda jurnal, beda isi, beda fungsinya juga. Coba kita telaah lebih jauh bedanya masing-masing jurnal.
Idealnya jurnal ini dibikin di buku tulis, digambar dan dikasih warna agar terasa personal. Saya bikin di Excel online, dan terbagi ke dalam beberapa kategori. Kenapa di Excel? Soalnya nggak punya spidol warna-warni yang memadai. Lagipula pilihan warnanya lebih banyak di excel juga kan. Ide untuk membuat Daily Habit Journal datang dari Progress Tracker Journal yang saya lihat di acara launching buku Empowered ME (Mother Empowers) oleh Puty Puar bulan lalu. Ada beberapa tipe jurnal lain yang dibahas di acara tersebut seperti Action Plan Tracker atau Wheel of Life, tapi Progress Tracker inilah yang paling do-able, alias mudah dilakukan untuk saya.
Kalau Progress Tracker lebih spesifik, misalnya ketika saya sedang belajar Bahasa Korea maka saya akan pakai tipe jurnal ini untuk melihat seberapa jauh ‘perjalanan’ saya. Namun karena saya masih building habit, alias membangun kebiasaan belajar Bahasa Korea secara rutin, jadi yang saya gunakan adalah Daily Habit Journal. Tujuan saya membuat Daily Habit Journal ini juga sedikit berbeda di bulan pertama, karena saya sebenarnya ingin melihat habit apa yang sudah terbentuk dan apa yang sulit dimulai
Dari Daily Habit Journal yang saya buat selama sebulan kemarin ini, saya melihat bahwa ada beberapa hal yang sudah mengalir dengan sendirinya. Seperti minum air putih setiap pagi. Atau menulis blog dan baca komik yang meskipun tidak teratur tapi sering dilakukan. Sementara masak dan stretching sudah masuk kategori tidak ada harapan, dan saya berencana mengganti kedua hal tersebut dengan habit lain yang mungkin lebih doable, seperti mulai menulis fiksi.
Daily Habit Tracker Journal saya di bulan Maret kemarin |
Ketika kemarin saya evaluasi, saya mencoba mencari pola dan menemukan bahwa di akhir pekan, saya cenderung lebih tidak produktif haha. Lupa minum vitamin, ngeblog juga bolong, belajar juga tidak. Yang dilakukan di Sabtu-Minggu biasanya hanya baca komik dan rebahan. Wah, jadi kepikiran. Akhir pekan ini ‘me time’ dan sering dihabiskan untuk bepergian atau event komunitas. Tapi seharusnya ada hal-hal yang ingin tetap saya lakukan seperti ngeblog atau minum vitamin agar waktu yang digunakan berasa optimal.
Gratitude Journal
Yang ini saya bikin di buku catatan. Minimal menuliskan satu hal yang membuat saya bersyukur setiap hari. Kebiasaan ini dimulai ketika mengikuti workshop bertema “Gali Potensi Diri” dari Komunitas Single Moms Indonesia di bulan Februari. Mengusung tema ‘self love’, Gratitude Journal mengajarkan kita bersyukur atas kebahagiaan yang diterima hari itu. Kesempatan mengapresiasi dan berterima kasih pada diri sendiri. Cara ini lumayan berguna menetralisir hal-hal negatif yang terjadi di sekitar saya.
Saya menuliskan Gratitude Journal ini ketika hendak menutup laptop dan mengakhiri hari. Meskipun sebenarnya tidak ada waktu khusus untuk menuliskan jurnal ini, tapi ketika hari berakhir dan menuliskan 1-2 hal baik yang ingin saya syukuri hari itu, hati jadi lebih tenang. Mengakhiri hari dengan hal-hal baik. Menulis isi Gratitude Journal juga tidak perlu kebanyakan mikir. Bersyukur bisa dimulai dari hal kecil, misalnya bisa punya waktu mandi lebih lama atau kebagian hibah durian dari tetangga. Tidak perlu menunggu menang undian dulu untuk bisa menuliskan isi Gratitude Journal.
Gratitude Journal tidak saya evaluasi. Hanya saya baca ulang di akhir bulan agar menyadari bahwa bulan kemarin itu not so bad dan bulan depan bisa lebih optimis lagi. Dari peserta workshop kemarin itu, ada yang cerita kalau Gratitude Journal yang dijalankan membawa positivity dan optimisme dalam hidupnya, lalu ada saja rejeki yang datang. Wah, hebat!
Tapi selain kedua jurnal tadi, saya juga keep jurnal yang isinya curhatan kalau sedang galau. Haha. Yang itu fungsinya untuk materi buku fiksi saya suatu hari kelak. Lalu ada juga healing jurnal, yang biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan terhadap diri sendiri yang perlu dijawab. Misalnya “apakah yang membuatmu kecewa?” atau “apa yang membuatmu tidak bisa memaafkan diri sendiri?” Jenis jurnal yang terakhir ini tidak secara rutin saya gunakan, hanya ketika sedang dibutuhkan saja. Misalnya ketika habis patah hati. Eh?
Bisakah digunakan untuk anak?
Saya baru mau menyarankan ke Dudu untuk pakai tracker seperti ini. Tapi kalau untuk Dudu sepertinya lebih cocok yang digital atau bentuknya apps ya. Kalau untuk anak yang lebih kecil, bisa dijadikan permainan dan diberikan reward ketika berhasil dilakukan. Misalnya puasa. Bisa dibuatkan papan untuk ditempelkan stiker di hari-hari si anak berhasil puasa. Lalu di akhir bulan sama-sama dievaluasi dan kalau memang ada reward yang dijanjikan di awal ya bisa diberikan.
Wah, bisa jadi proyek liburan sekolah bersama Dudu nih!
Apapun jenis jurnalnya, yang penting adalah konsistensi dan evaluasi. Kalau tidak konsisten, agak sulit mencari pola di Daily Habit Journal dan biasanya impact Gratitude Journal juga kurang terasa. Jadi memang harus konsisten setiap hari.
Gratitude Journal tidak saya evaluasi. Hanya saya baca ulang di akhir bulan agar menyadari bahwa bulan kemarin itu not so bad dan bulan depan bisa lebih optimis lagi. Dari peserta workshop kemarin itu, ada yang cerita kalau Gratitude Journal yang dijalankan membawa positivity dan optimisme dalam hidupnya, lalu ada saja rejeki yang datang. Wah, hebat!
Tapi selain kedua jurnal tadi, saya juga keep jurnal yang isinya curhatan kalau sedang galau. Haha. Yang itu fungsinya untuk materi buku fiksi saya suatu hari kelak. Lalu ada juga healing jurnal, yang biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan terhadap diri sendiri yang perlu dijawab. Misalnya “apakah yang membuatmu kecewa?” atau “apa yang membuatmu tidak bisa memaafkan diri sendiri?” Jenis jurnal yang terakhir ini tidak secara rutin saya gunakan, hanya ketika sedang dibutuhkan saja. Misalnya ketika habis patah hati. Eh?
Bisakah digunakan untuk anak?
Saya baru mau menyarankan ke Dudu untuk pakai tracker seperti ini. Tapi kalau untuk Dudu sepertinya lebih cocok yang digital atau bentuknya apps ya. Kalau untuk anak yang lebih kecil, bisa dijadikan permainan dan diberikan reward ketika berhasil dilakukan. Misalnya puasa. Bisa dibuatkan papan untuk ditempelkan stiker di hari-hari si anak berhasil puasa. Lalu di akhir bulan sama-sama dievaluasi dan kalau memang ada reward yang dijanjikan di awal ya bisa diberikan.
Wah, bisa jadi proyek liburan sekolah bersama Dudu nih!
Apapun jenis jurnalnya, yang penting adalah konsistensi dan evaluasi. Kalau tidak konsisten, agak sulit mencari pola di Daily Habit Journal dan biasanya impact Gratitude Journal juga kurang terasa. Jadi memang harus konsisten setiap hari.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.