Jauh sebelum tulisan itu terpampang di pintu masuk IKEA Indonesia, saya pernah melihatnya di kertas surat dari sahabat pena pertama saya jaman SMA yang berasal dari Malmö, Swedia. Setelah hampir 10 tahun hilang kontak, kami bertemu lagi di media sosial dan tiga huruf itu kembali muncul di hadapan saya. I truly missed talking to her, like I missed walking through the aisle of IKEA. Buat saya, keduanya membawa kembali kenangan masa lalu saya, yang tertinggal di belahan bumi sebelah sana.
Saya dan Andrew sudah merencanakan mau ke IKEA Indonesia berdua, sarapan meatball lalu belanja. Tapi Andrew keburu pergi duluan dengan orang tua saya (yang waktu itu sudah super tidak sabar mau ke IKEA Indonesia), sementara saya baru kesampaian berbulan-bulan kemudian ketika ada talkshow rumah ramah anak dari The Urban Mama. Kata orang "there's a will, there's a way," jadi pada suatu pagi saya berhasil pergi ngedate sama Dudu ke IKEA Indonesia.
Varför? Kenapa?
Ini adalah 5 itinerary kita di IKEA Indonesia
“Ada tempat makan yang enak, jadi bisa istirahat dan tidak akan kelaparan.”
Restoran di IKEA mengingatkan saya akan kantin kampus. Meja berderet panjang dengan jendela besar dan sinar matahari yang memperbaiki mood yang ngantuk. Apalagi setelah mengisi ulang gelas kopi. Dudu yang sejak tadi sudah seru sendiri dengan mengambil makanan dan meletakkannya ke atas tray, semakin semangat mengatur meja. Karena masih pagi, restoran masih sepi. Di tengah restoran ada small playground untuk balita. Ketika kita selesai makan, restoran sudah penuh dan antrian sudah melingkar ke arah tangga. Bukan hanya makan, di IKEA kita bisa mengajarkan anak bertanggung jawab dan membereskan piringnya sendiri. Setelah berdebat dengan diri sendiri supaya tidak menambah kopi segelas lagi, saya dan Dudu turun ke bawah.
Ayo Main!
Restoran di IKEA mengingatkan saya akan kantin kampus. Meja berderet panjang dengan jendela besar dan sinar matahari yang memperbaiki mood yang ngantuk. Apalagi setelah mengisi ulang gelas kopi. Dudu yang sejak tadi sudah seru sendiri dengan mengambil makanan dan meletakkannya ke atas tray, semakin semangat mengatur meja. Karena masih pagi, restoran masih sepi. Di tengah restoran ada small playground untuk balita. Ketika kita selesai makan, restoran sudah penuh dan antrian sudah melingkar ke arah tangga. Bukan hanya makan, di IKEA kita bisa mengajarkan anak bertanggung jawab dan membereskan piringnya sendiri. Setelah berdebat dengan diri sendiri supaya tidak menambah kopi segelas lagi, saya dan Dudu turun ke bawah.
Ayo Main!
“Ada tempat penitipan anaknya jadi tidak usah repot bawa-bawa anak.”
Memangnya si anak mau dititipkan, Du? “Tapi terserah anaknya, mau dititipkan atau tidak. Soalnya berbelanja di IKEA Indonesia itu menyenangkan buat anak-anak juga.” Melihat para orang tua menjemput anaknya dari tempat main dan membawa mereka masuk ke IKEA, saya menyadari bahwa fungsi tempat penitipan ini bukan karena belanja tidak bawa anak. Tapi ya lebih kepada playground. Sama seperti pikiran Dudu, kalau sudah masuk IKEA mana mau anaknya dititipkan?
Memangnya si anak mau dititipkan, Du? “Tapi terserah anaknya, mau dititipkan atau tidak. Soalnya berbelanja di IKEA Indonesia itu menyenangkan buat anak-anak juga.” Melihat para orang tua menjemput anaknya dari tempat main dan membawa mereka masuk ke IKEA, saya menyadari bahwa fungsi tempat penitipan ini bukan karena belanja tidak bawa anak. Tapi ya lebih kepada playground. Sama seperti pikiran Dudu, kalau sudah masuk IKEA mana mau anaknya dititipkan?
Ayo Coba!
“Bisa mencoba karena setiap tempat ada samplenya.”
Ini yang paling seru. Kita bisa mencoba duduk, keluar masuk ruangan kamar contoh bahkan sampai mencoba handle pintu. Dudu betah di bagian ini karena bisa melihat-lihat desain kamar. Saya sendiri, yang paling senang lihat rumah tertata rapi juga ikutan tidak mau beranjak dari bagian ini. Paling senang ke bagian anak-anak dan melihat kamar anak-anak yang lucu-lucu. Seandainya Dudu ada kamar sendiri, pasti saya sudah belanja macam-macam. “Kalau mau kursi bisa mencoba duduk dahulu dan cobain nyamannya,” begitu kada Dudu, sambil bolak balik duduk di kursi.
“Kasirnya ada banyak, jadi kita tidak perlu antri panjang.”
Antrinya kalau mau beli es krim. Haha. Tapi memang belanja di IKEA (total kita sudah 3x) tidak pernah antri. Padahal dibilang sepi juga tidak selalu. Membawa pulang belanjaannya pakai tas daur ulang, soalnya barang-barang di IKEA belum dirakit. Jadi mudah membawanya ke rumah.
Antrinya kalau mau beli es krim. Haha. Tapi memang belanja di IKEA (total kita sudah 3x) tidak pernah antri. Padahal dibilang sepi juga tidak selalu. Membawa pulang belanjaannya pakai tas daur ulang, soalnya barang-barang di IKEA belum dirakit. Jadi mudah membawanya ke rumah.
Ruangan anak di IKEA |
“Belanja di IKEA itu seperti ke museum.”
Children museum karena anak-anak boleh pegang ini itu. Art museum karena desainnya banyak yang lucu, minimalis tapi memanggil untuk dibawa pulang. Toys museum, karena ternyata banyak mainan juga yang dijual di sana, mulai dari boneka yang lucu hingga alat menggambar dan pajangan yang unik. Lalu ada demo penggunaan alat pada akhir pekan. Konsep yang unik inilah yang membuat pergi ke IKEA bukan hanya soal belanja, tapi soal belajar. Selain tata ruang yang menginspirasi, saya juga menyadari bahwa furniture IKEA ramah anak dan aman untuk keluarga.
Saya kenal IKEA sudah lama, karena tinggal di luar negeri dan memang, kalau mau mengisi apartment tidak ada toko furniture lain. IKEA desainnya lucu dan harganya terjangkau. Jadi begitu buka di Indonesia, orang tua sayalah yang sangat excited dan segera menuju ke sana. Gara-gara Papa saya bolak-balik cerita tentang IKEA, banyak sanak keluarga yang penasaran. Bahkan beberapa yang dari luar kota bertekad mau ke Jakarta demi mampir ke IKEA. Syaratnya, saya dan Dudu harus mengantar karena mereka tidak tahu jalan. Haha. Ya ayolah ke IKEA lagi.
Children museum karena anak-anak boleh pegang ini itu. Art museum karena desainnya banyak yang lucu, minimalis tapi memanggil untuk dibawa pulang. Toys museum, karena ternyata banyak mainan juga yang dijual di sana, mulai dari boneka yang lucu hingga alat menggambar dan pajangan yang unik. Lalu ada demo penggunaan alat pada akhir pekan. Konsep yang unik inilah yang membuat pergi ke IKEA bukan hanya soal belanja, tapi soal belajar. Selain tata ruang yang menginspirasi, saya juga menyadari bahwa furniture IKEA ramah anak dan aman untuk keluarga.
Saya kenal IKEA sudah lama, karena tinggal di luar negeri dan memang, kalau mau mengisi apartment tidak ada toko furniture lain. IKEA desainnya lucu dan harganya terjangkau. Jadi begitu buka di Indonesia, orang tua sayalah yang sangat excited dan segera menuju ke sana. Gara-gara Papa saya bolak-balik cerita tentang IKEA, banyak sanak keluarga yang penasaran. Bahkan beberapa yang dari luar kota bertekad mau ke Jakarta demi mampir ke IKEA. Syaratnya, saya dan Dudu harus mengantar karena mereka tidak tahu jalan. Haha. Ya ayolah ke IKEA lagi.
Hej..
ReplyDeleteSalam kenal mba.. tempat ini ngga hanya untuk blanja tapi mengedukasi masyarakat yaa mba, semisal naruh piring setelah makan..Di kantor2 kan ada yg sudah biasa yaaa,tapi ini di tempat blanja hehe, keren..
Iya bener banget. Kesempatan mengajarkan anak biar beresin meja juga. Kalau di restoran kan biasanya menunggu mas/mbak pelayannya ya. Salam kenal juga Mba :)
Deletedisini belum ada ikea :'(
ReplyDelete