Showing posts with label literasi digital. Show all posts
Showing posts with label literasi digital. Show all posts

17 November 2024

Sebuah Refleksi tentang Literasi Digital untuk Perempuan

 “Bisa dicek emailnya ya, Mbak.” 

Kalimat ini terdengar sederhana tapi tidak semua bisa melakukannya. Kok gitu? Iya, jadi sepanjang perjalanan saya mengurus komunitas, yang baru 3 tahun kemarin itu, saya menemukan bahwa literasi digital ini penting adaya.

Di sebuah hasil polling Apps Populix, sebagian besar responden bilang kalau mereka malas buka email karena terlalu banyak yang isinya promosi. Lalu muncul Gmail yang memisahkan email pribadi dan promosi atau Outlook yang punya folder “focused” untuk memfilter email langganan. Lah, ini berarti sebenarnya literasi digital kita sudah maju dong.

Mungkin.

Kenapa saya bilang mungkin? Soalnya kalau saya mengirimkan email zoom link event komunitas, banyak yang kebinggungan mencari folder spam/junk atau di mana bisa lihat email yang masuk ke “update”. Belum lagi kalau ternyata email di ponsel dan laptop tidak sync, jadi pas dicari ya emailnya tidak ditemukan. Jadi literasi digital bukan sekedar tahu cara membuka email. Tetapi juga memilah isinya dan menemukan pesan yang dicari.

Kenapa tujuannya perempuan? Sebenarnya ini ya karena dunia saya banyak berurusan dengan perempuan dan terbentur kemampuan mereka untuk memanfaatkan teknologi. Termasuk saya.

Ketika Dudu mendaftar kuliah menggunakan “Common App,” saya culture shock. Jaman dulu kita manual mengirimkan berkas lewat email atau pos. Sekarang dia mengisi semuanya secara online, sekolahnya mengupload nilai secara online juga dan decision dari kampus tujuan juga diberikan secara online. Cuma pakai satu app.

Ini, lho. Dari bayi sudah pegang komputer.

05 June 2022

Mengajarkan Anak Agar Waspada Pesan Scam

Kemarin Dudu dapet pesan WA yang isinya spam. Menang giveaway dari Rans Entertainment dan diminta menghubungi nomor tertentu dengan menyerahkan pin yang dicantumkan.

“Who’s Raffi, Ma?”
“Oh, itu artis sinetronnya Oma.

Untungnya Dudu tidak kenal Raffi Nagita dan spam message tersebut tidak mention zombie.

Pesan scam yang diterima Dudu

Tapi hal ini membuat saya jadi waspada, karena ternyata spam tidak pilih-pilih tujuan. Hadiahnya juga uang, sesuatu yang membuat anak seumuran Dudu mudah tergiur. Soalnya dia sering butuh uang untuk beli diamond dan perlengkapan main game-nya. Meskipun karena dia tidak punya uang, mungkin penipunya juga tidak bisa apa-apa.

“Who wants to give up their pin?”

Komentar pertama Dudu ketika membaca pesan tersebut membuat saya lumayan lega. Soalnya dia sudah memahami keamanan digital. Setidaknya, scam model straightforward begitu tidak akan lolos. Namun bagaimana dengan pesan spam dan scam jenis lain, misalnya yang menganjurkan dia klik link tertentu lalu membuat akunnya jadi korban hacker? Terutama karena anak seumuran dia berkeliaran di dunia digital hampir 24 jam sehari. Iklan palsu, tawaran menggiurkan bahkan phising yang muncul di antara level game yang dimainkan juga bisa menjadi masalah.

“Kemarin teman saya ada yang terjebak scam.”
Ini cerita Dudu beberapa tahun yang lalu, sebelum pandemi. Ada satu teman sekelasnya yang tergiur iklan undian iPhone. Yang ada, setelah klik link, akunnya jadi kena hack dan ponselnya error. Scam tidak melulu soal uang, kadang yang dicuri adalah data pribadi. Kalau anak login dengan akun kita, atau shared account, bisa jadi data kita yang dicuri kan.
“Kok kamu tidak terjebak?”
“Karena itu too good to be true. Tidak ada yang mau membagikan iPhone dengan gratis.”