05 June 2022

Mengajarkan Anak Agar Waspada Pesan Scam

Kemarin Dudu dapet pesan WA yang isinya spam. Menang giveaway dari Rans Entertainment dan diminta menghubungi nomor tertentu dengan menyerahkan pin yang dicantumkan.

“Who’s Raffi, Ma?”
“Oh, itu artis sinetronnya Oma.

Untungnya Dudu tidak kenal Raffi Nagita dan spam message tersebut tidak mention zombie.

Pesan scam yang diterima Dudu

Tapi hal ini membuat saya jadi waspada, karena ternyata spam tidak pilih-pilih tujuan. Hadiahnya juga uang, sesuatu yang membuat anak seumuran Dudu mudah tergiur. Soalnya dia sering butuh uang untuk beli diamond dan perlengkapan main game-nya. Meskipun karena dia tidak punya uang, mungkin penipunya juga tidak bisa apa-apa.

“Who wants to give up their pin?”

Komentar pertama Dudu ketika membaca pesan tersebut membuat saya lumayan lega. Soalnya dia sudah memahami keamanan digital. Setidaknya, scam model straightforward begitu tidak akan lolos. Namun bagaimana dengan pesan spam dan scam jenis lain, misalnya yang menganjurkan dia klik link tertentu lalu membuat akunnya jadi korban hacker? Terutama karena anak seumuran dia berkeliaran di dunia digital hampir 24 jam sehari. Iklan palsu, tawaran menggiurkan bahkan phising yang muncul di antara level game yang dimainkan juga bisa menjadi masalah.

“Kemarin teman saya ada yang terjebak scam.”
Ini cerita Dudu beberapa tahun yang lalu, sebelum pandemi. Ada satu teman sekelasnya yang tergiur iklan undian iPhone. Yang ada, setelah klik link, akunnya jadi kena hack dan ponselnya error. Scam tidak melulu soal uang, kadang yang dicuri adalah data pribadi. Kalau anak login dengan akun kita, atau shared account, bisa jadi data kita yang dicuri kan.
“Kok kamu tidak terjebak?”
“Karena itu too good to be true. Tidak ada yang mau membagikan iPhone dengan gratis.”
Tidak semua bisa selalu curiga seperti Dudu, yang mungkin kebanyakan nonton serial dan Youtube prank, dan tidak semua scam mencurigakan. Saya bersyukur meskipun tidak pernah secara langsung mengajarkan kepada Dudu soal scam ini, ternyata dia sudah tahu sendiri. Tapi, karena Dudu sudah tahu, bukan berarti saya tenang. Masih banyak yang harus dipelajari tentang scam.

Mengajarkan soal scam pada anak, mulai dari mana?
  1. “Too good to be true.” Seperti Dudu bilang, kalau kelihatannya terlalu mudah, kita harus waspada. Bagaimana biar anak mengerti? Biasanya saya menggunakan contoh yang bisa dimengerti anak. Sebenarnya ini basic skill sih, jadi bukan hanya undian atau uang kaget, tapi juga game level. Misalnya ada boss fight terlalu mudah, pasti ada sesuatu di belakangnya. Di dalam game juga kalau mau dapat koin untuk beli perlengkapan, harus berantem atau cari treasure chest dulu.

  2. Kalau sudah paham definisinya, tunjukkan contoh spam/scam yang kita pernah dapat ke anak. Ada beberapa hal yang bisa diwaspadai oleh anak, misalnya penulisan yang tidak rapih atau tidak sesuai KBBI. Bahkan beberapa menggunakan bahasa Alay agar tidak di-block oleh provider email, SMS dan WA. Pesan-pesannya sering menggunakan urgency atau menggunakan sedikit ancaman seperti “akun anda terblokir, hubungi nomor XXX untuk membuka kembali.” Padahal kita tidak punya akun. Terkadang alamat pengirimnya juga tidak resmi, meskipun terlihat valid.

  3. Jangan pernah memberikan data pribadi. Jaman sekarang ini nomor telepon sudah menjadi dompet digital. Nomor telepon tersebar saldo e-wallet bisa hilang. Ini penting buat anak jaman sekarang yang sudah fasih menggunakan ojek online untuk membeli makanan, bahkan saldo dompet digital bisa menjadi alat pembayaran credit untuk game. Dudu punya dompet digital sendiri agar bisa memesan makanan. Uang jajan bulanan pun saya berikan lewat dompet digital jadi dia tidak pernah meminta uang lagi untuk beli game.

  4. Ajarkan untuk konfirmasi dulu ke kita. Kalau ada pesan aneh, mencurigakan sesuai ciri-ciri scam, atau meminta data pribadi, anak wajib lapor ke kita dulu. Misalnya ada email atau sms yang mengkonfirmasi akun email atau dompet digital mereka, apakah ini resmi dari provider? Biasanya kalau kita tidak menunggu pesan tersebut, bisa jadi scam. Dan sebaliknya, kalau kita menemukan model scam baru, ada baiknya kita juga update anak agar dia waspada. Selain mencegah anak terkena scam model baru, hal ini juga bisa jadi topik obrolan dengan anak.
Pesan ini masuk ke nomor saya beberapa hari lalu.
Baru pertama yang begini, biasanya tentang menang undian.

Darimana datangnya pesan scam ke akun anak?

Well, yang namanya nomor hape biasanya di-daur ulang. Alamat email juga rentan bocor meskipun hanya kita gunakan untuk hal-hal yang terlihat resmi. Kalau media sosial, jangan ditanya. Dudu tidak punya instagram, jadi saya tidak terlalu pusing. Tapi dia aktif di discord dan dunia chatting lain yang saya tidak familiar. Jadi scam juga bisa datang di sana. Ada baiknya juga kita paham dengan jenis akun digital yang dimiliki anak, sehingga kita bisa mengantisipasi pesan scam yang datang dari sana.

Saya sedikit kecolongan soal spam dan scam karena memang tidak pernah berbicara soal ini dengan Dudu. Malah Dudu yang sering membuka percakapan dengan melaporkan pesan scam yang dia dapatkan atau sekedar mengonfirmasi karena sering gagal paham dengan bahasa Indonesia yang digunakan scammers. Jadi buat mama di luar sana yang anaknya sedang belajar masuk ke dunia digital, jangan lupa ngobrolin soal scam ini ya.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.