“Loh, kok lo pergi sendiri, Dudu ditinggal?”
Pernah dapat pertanyaan yang biasanya memicu rasa bersalah ini? Saya sering. Apalagi, sebagai ibu tunggal, saya sering dapat wejangan kalau anak saya hanya punya ibu. Jangan sampai dia kekurangan kasih sayang dan perhatian. Hadeeh. Tunggu dulu, melakukan self-love bukan berarti kita sebagai ibu meninggalkan kewajiban mengurus anak.
Memangnya apa sih Self Love itu?
Basically, self-love itu mencintai diri sendiri. Bukan berarti egois, tapi menerima diri sendiri apa adanya dan mengutamakan kebahagiaan diri. Sebagai ibu tunggal, seringkali saya lupa bahwa saya juga berhak bahagia. Sibuk mengurus anak, mengurus rumah dan kerja cari uang, yang semuanya buat orang lain. At the end of the day, jadi lelah, capek, dan akhirnya anak juga yang jadi korban emosi.
|
Yuk, dimakan roti curhatnya biar tenang |
“Duh, gw udah lama nggak nge-gym nih,” komentar seorang teman beberapa waktu lalu. Pas itu gym baru dibuka lagi setelah pandemi. Membership si teman masih aktif. Masalahnya sekarang adalah seorang bayi berusia 3 bulan yang butuh segenap perhatian. Ketika saya tanya “kenapa nggak?” Jawabannya standard “gue nggak mungkin ninggalin anak gue dong.” Well, tadi yang kepengen nge-gym dan sayang sama membership-nya kan dia juga ya.
Tapi bisa ya, melakukan self-love tanpa meninggalkan anak?
Di masa pandemi begini, 'me time' bisa dilakukan di rumah. Misalnya ganti sabun dan jadikan waktu mandi lebih seru atau nonton drakor dengan tema Single Mom.
Meskipun menurut saya ‘me time’ adalah self-love terbaik karena kita benar-benar bisa fokus pada diri sendiri, namun ada beberapa hal yang bisa kita lakukan tanpa benar-benar berpisah dengan anak. Fokusnya lebih kepada merubah mindset dan memulainya dari hal kecil atau yang terlihat remeh.
5 hal berikut ini bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja.
- Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Ini termasuk dengan pasangan baru mantan suami, kakak atau adik yang juga sudah menjadi seorang ibu, dan teman-teman lain di sekeliling saya yang mungkin keluarganya utuh. Dan termasuk juga membandingan gaya parenting saya dengan ibu-ibu lain, atau dengan orang tua kita dulu.
- Punya target dan berikan reward untuk diri sendiri setiap berhasil mencapainya. Targetnya tidak harus besar, tapi rewardnya adalah sesuatu yang kita memang sukai. Contohnya, kalau hari ini berhasil menyelesaikan tumpukan setrikaan, maka saya berhak atas 30 menit duduk menikmati kopi. Dengan begini, rasa bersalah akan ‘me time’ bisa berkurang. Dan rewardnya sebisa mungkin harus segera diambil di hari yang sama.
- Berani menolak dan mengatakan ‘tidak’ pada hal-hal yang memang tidak sesuai dengan kemampuan dan keinginan kita. Misalnya ada teman pinjam uang atau orang tua menyuruh kita menikah lagi padahal kita belum siap. Sadar bahwa kita tidak bisa menyenangkan semua orang dan ketika kita harus punya prioritas, tentunya diri sendiri (dan anak) yang jadi prioritasnya.
- Memaafkan diri sendiri. Stop menyalahkan diri sendiri untuk hal-hal yang sudah terjadi dan memang di luar kendali seperti “anak kurang kasih sayang karena ayahnya tidak ada”. Yang namanya manusia tentunya tidak luput dari kesalahan, dan kalau kita bisa memaafkan orang lain, kenapa tidak dengan diri sendiri? Memaafkan diri sendiri pun dimulai dari yang kecil, misalnya memaafkan kalau hari ini jadi pesan makanan daripada masak sendiri karena kita sedang lelah.
- Jangan takut untuk mengambil keputusan untuk kebahagiaan diri sendiri, termasuk memutuskan hubungan dengan toxic people. Dulu waktu masih anak-anak, sering kali orang tua yang memutuskan segala sesuatunya. Saat menikah, banyak teman saya yang ‘mengikuti suami’ dan memberikan hak tersebut pada orang lain lagi. Dan setelah jadi ibu tunggal, kita secara tidak sadar membiarkan anak dan lingkungan yang memegang kendali. Coba sempatkan berpikir, apa yang bisa kita putuskan sendiri. Kalau masih belum pede memutuskan hal besar seperti mau pindah tempat tinggal, bisa dimulai dari hal yang terjadi sehari-hari tapi cukup berpengaruh dalam parenting. Misalnya, kapan anak boleh pegang gadget.
Mudah untuk disebutkan, tapi saya sadar hal-hal ini sulit untuk dilakukan. Soalnya begitu jadi ibu, otomatis saya fokus ke semua kebutuhan anak. Belum lagi saya juga sandwich generation yang juga mengurus orang tua di rumah. Mulai saja dari hal-hal kecil yang memang terjadi sehari-hari dan tidak akan menimbulkan gonjang-ganjing bila dilakukan. Soalnya, biar bagaimana pun, self-love itu penting buat ibu tunggal.
Soalnya kalau ibunya tidak bahagia, gimana anaknya mau bahagia?