13 October 2014

Dudu's Adventure: Jadi Penyiar Cilik di 94.3 Woman Radio

Once upon a time, Andrew audisi untuk jadi penyiar cilik dengan mengirimkan video. Meskipun cadel… dan videonya cuma perkenalan diri aja, ternyata Andrew terpanggil menjadi salah satu finalis. Wow.

Proses audisi juga tidak mudah, soalnya Andrew harus mengirimkan video yang sampai beberapa kali take. Tapi dia tidak menyerah. Sebelum saya ke kantor dan dia ke sekolah, sesudah saya pulang kantor sebelum dia tidur... dia selalu mencoba, sampai akhirnya berhasil ada 1 video yang jadi.

Dan masalah dimulai dari kelolosan dia ke final karena ternyata prosesnya panjang dan jatuh di minggu ujian si Dudu. Waduh! Hari Kamis dia ijin sekolah ikut pelatihan dan rekaman suara di Woman Radio di Menara Imperium Kuningan. Sesuatu banget sih karena katanya dia diajarin banyak hal seperti sejarah radio, belajar siaran, dan termasuk kenalan ala Indonesia dengan kegiatan ice breaking. Dan dia protes karena menurut dia ice breaking buang-buang waktu. Hahaha… dasar Dudu.




Waktu mengantar, saya ditanya kenapa Andrew diikutkan di audisi. Saya bilang, saya ingin dengan siaran radio, Andrew belajar mendengarkan. Entah itu instruksi produser, telepon dari pendengar atau apalah. Yang jelas kalau selama ini dia cerita ngoceh tanpa henti dan tanpa arti, setidaknya di radio dia bisa cerita.

Trus dia ngga bisa ikutan yang ke museum telekomunikasi di Taman Mini. Sayang banget sih. Tapi gimana dong, pas dia ujian. Sedih deh. 

Sebagian penilaian berasal dari SMS dan socmed.
Ini poster yang disiapkan Woman's Radio.
The best part itu pas final, yang diadakan di Pejaten Village untuk perayaan ulang tahun Female Radio. Toh ngga akan menang, karena kita sudah absen dari 1 kegiatan sementara penjurian itu terdiri dari 50% penilaian juri, 25% sms dan 25% socmed. Oh well, dicoba saja. Ternyata finalnya (selain disuruh hafalin lagu Frozen dan Sherina) juga disuruh siaran. Finalis lain semua baca teks panjang. Andrew yang memang ngga menyiapkan apa-apa improv sendiri dong ngomongin sekolah, mata pelajaran di sekolah dan cerita macam-macam. Untung dia ngga mengulang kampanye presiden yang disebutkan waktu siaran di radio sebelah. Lumayan lah untuk anak yang tampil tanpa persiapan. Saya malah bangga dia bisa ngomong sepanjang itu tanpa script tertulis.

Grand Final Penyiar Cilik Female Radio di Pejaten Village
In the end memang ngga menang, tapi goody bag dan piagamnya sudah membanggakan. Kalau ada acara lagi jadi pengen ikutan. Soalnya Andrew bilang “awalnya aku ngga suka. Soalnya bosan, siaran yang ngomong-ngomong hanya sedikit saja. Trus ketika disuruh menghafalkan lagu Frozen, lagunya yang punya Demi Lovato, aku ngga suka punya Demi Lovato. Kenapa bukan yang dinyanyikan Elsa saja? Tapi aku suka finalnya, menari dan menyanyi sama teman-teman lalu aku bisa ngomong-ngomong seperti siaran biasa.”

Dan, saking excitednya, dia menulis ini untuk Om dan Tante Panitia Woman's Radio:



Thanks to Woman Radio 94.3 untuk kesempatan belajar yang memang tidak tergantikan ini.


==================================================================

This is one half of the No-date Saturday post. Today, Mama and Dudu went separate ways to attend different events. Check out what Mama did on the same day here.

08 October 2014

Bisnis Mainan (yang Masih Jadi) Impian

Yang namanya bisnis, percaya atau tidak, si Dudu lebih jago dari Mamanya. Oh ya? Coba cek cerita berikut ini.

Dudu: Ma, aku mau mainan baru
Mama: Ga ada uang.
Dudu: Kalo aku jual mainan yang lama trus uangnya bisa buat beli yang baru?
Mama: Bisa. Kamu singkirin dulu mainan yang udah ga kepake trus kamu jual.
Yang tidak disangka, ternyata dia memikirkan cara cari uang ini dengan serius.
Dan dia come up dengan sebuah ide: barter mainan.
Konsepnya simple "kalo ada anak butuh mainan baru kan daripada orang tuanya bellin mendingan dia tukar sama anak lain yang juga bosan sama mainannya."

Make sense.
Jadi inilah bisnis impian si Dudu.


Dudu: Nama tokonya Pinjampinjam.com, Ma
Mama: Seharusnya sih barter ya... Kalau pinjam ngga ada duitnya dong.
Dudu: Tapi kan pinjam. Kita pinjam punya teman, teman pinjam punya kita. Kalau sudah bosan kita pinjamkan lagi ke teman lainnya lagi.

Kurang lebih header site-nya seperti ini
Waktu ditanya mau seperti apa toko impian si Dudu, jawabannya simple: dia mau pajang mainan dia di online, lalu orang bisa klik Dan pilih apa yang mau dibeli atau ditukar mainan baru. Either way, dia dapat mainan baru dan tujuan dia tercapai. Jadi buat dia itu sudah untung. Namanya juga anak-anak. 

Challenge terbesar dari bisnis ala Dudu ini adalah perbedaan jalan pikiran. Kalau dari jalan pikiran anak-anak, yang penting mereka mendapatkan yang mereka mau yaitu mainan. Jadi bisnis ini harus kids friendly. Bukan dari sudut pandang orang tua yang hitung-hitung untung rugi. Kok mainan Rp100rb ditukar sama yang Rp20rb? Sementara di mata anak-anak, mainan ya mainan. Mahal murah bukan dari harga tapi dari seberapa kepengennya mereka sama mainan itu.

Resikonya juga besar, gimana kalau ada yang sudah dikirimin barang trus ngga mengirimkan barterannya? Atau yg pengen mengembalikan barang karena tidak sesuai gambar? Atau masalah teknis seperti rumah tujuan susah digapai JNE jadi kiriman ngga sampe? Kalo mikirin resiko kayaknya kok ribet banget ya.

Tapi buat Dudu, Pinjampinjam.com ini adalah "bisnis" impian. Sesuatu yang bisa menghasilkan, walaupun hasilnya bukan berwujud uang. Orang dewasa ngomongin uang melulu sih ya hahaha... Sementara buat saya, "bisnis" ini jadi sesuatu yang memberikan pandangan baru tentang untung-rugi yang selalu saja jadi hitung-hitungan dunia orang tua. Saya jadi disadarkan bahwa untuk anak-anak yang belum mengerti cari uang dan nilai uang, memandang "keuntungan" dari sudut berbeda dan mengartikannya ke dalam pemahaman mereka sendiri. 

Mainan dan buku waktu bayi begini kan sudah tidak terpakai lagi
Trus kalo untung secara bisnis gimana dong? Namanya juga bisnis impian berarti ujung-ujungnya duit dan untung dong. Nah itu tugas (dan impian) si Mama yang ngga bakat bisnis ini untuk memikirkan gimana caranya bisa jadi untung beneran. Dan kalau bisa, jadi pengumpul mainan bekas untuk disumbangkan. Bisa kerjasama dengan perusahaan yang mau CSR, mengumpulkan mainan ditukar voucher belanja. Atau bisa jadi komunitas, wadah untuk saling bertemu, playdate dan tukeran mainan. Wah kok jadi seru ya?

Dan kenapa si Dudu keukeuh mau bikin bisnis impiannya?
"Soalnya, Ma, mainan itu, kalau tidak dimainkan lagi kan kasihan. Coba Mama nonton Toy Story. Lagian kan mainannya sudah ada... tinggal taro di internet. Gratis pake wi-fi."

Errrr... Du, internet itu bayar loh....
*gubraks*

===========================================
Ide postingan ini didapat waktu baca lomba blog STIEBBANK berjudul "Bisnis Impian". Gara-gara ini jadi teringat obrolan Dudu, si anak untung-rugi, tentang impian dia untuk punya toko. Semoga suatu hari bisa diwujudkan ya.

29 September 2014

#DateWithDudu Macau Wishlist

“Why Macau?”
That’s what my 8-year-old son asked when he peeked on what I’ve been browsing for the past hour.
“I don’t know. I’ve never been there.”
“Do you wanna go there, Mom?”
“Yeah, sure. Wanna browse what’s in Macau?”


Then this was how we started creating the #DateWithDudu itinerary… if we ever visit Macau someday.


With every journey we take, we have this “date”, which means the places we visited are date-able spots for Mom and Kid. I’ve heard so many times about how Macau isn’t for family vacation because the city is too grown up. So, I’m curious to break the myths and headed to the Macau Government Tourist Office Website. So here are our picks for Macau.


Dudu: “WHOA! Science Center!”

Photo: Macau Government Tourist Office Website
Browsing up what’s up for family, Andrew saw this immediately. Designed by Chinese-American architect I.M. Pei, the web lists “the 8000 x 8000 pixel screen equipment, a same-scale model of the Shenzhou-VII spaceship and a number of automatic intelligent robots” as the main features. http://www.msc.org.mo

Mama & Dudu: “Yeay! Panda!”

Photo: Macau Government Tourist Office Website
I grew up with a Panda stuffed animal and Andrew just plain loves the animal. Macau Giant Panda Pavilion would be a perfect getaway for both of us. http://www.macaupanda.org.mo

Mama: “Let’s Take A Walk”
Photo: Macau Government Tourist Office Website
We always miss a chance to just be able to take a walk… and enjoying what’s out there for us. So, finding out that Macau has these trails is like finding a big treasure. From the three mentioned on the website, the 2,150 metre-long Hác Sá Long Chao Kok Family Trail is the one appealing to me the most. It offers both mountain and sea view, so Andrew and me doesn’t have to choose. http://www.iacm.gov.mo/e/facility/introduction/trails/

Dudu: “What do they have for food in Macau, Mom?”
Photo: Macau Government Tourist Office Website
That’s one good (question) or concern coming from this picky eater haha. So, we have to check the cuisine section. I would personally try the Macanese cuisine, which the web describes as “A special combination of Portuguese and Chinese cuisine, with ingredients and seasonings assembled from Europe, Africa and South East Asia”. But it would be too much spice for Andrew who prefers plain-tasted dishes. But the yummy Chinese food (the dim sum assortments and the Peking style food he likes) are there too.

Mama: “Let’s see something different!”

Photo: Macau Government Tourist Office Website
Philosophy is something I often wished I can learn more. So when there is a show said to be “rooted in the ‘seven emotions’ of Chinese Confucian belief” combined with spectacular water-based performance that is children-friendly, I’m sold. So, let’s put The House of Dancing Water on the list. http://www.thehouseofdancingwater.com

In the end, Macau is about architecture and history. The Portuguese and Chinese cultural mix is definitely a unique delight. Hopefully we’ll get a chance to cross these items on the list soon.

Let's go on another adventure!
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I originally wrote this for a competition and gave up fulfilling the requirement because there wasn't enough time. I wrote it anyway because I always want to go to Macau. Since the blog competition got extended, I decided to participate. So the space below is dedicated to fill the requirements. 






23 September 2014

Our 2nd Jakarta Kids Run 2014

Another run, another fun!
Karena sudah ikutan Jakarta Kids Run tahun lalu, kali ini kita jadi excited banget untuk ikutan. Apalagi medalinya keren banget. Jadi, inilah post yang tertunda dari Jakarta Kids Run, 7 September 2014 di fX Sudirman kemarin.

Sebelum mulai lari, pose dulu di backdrop
Biaya pendaftarannya tahun ini Rp150k. Dapat goody bag, berisikan produk sponsor, kaos warna orange dan nomer dada. Untuk anak 3-6 tahun jaraknya 750m dan didampingi orang tua, untuk yang 7-10 tahun jaraknya 1,5km dan lari sendirian. Acaranya mulai on time jam 7 dan seperti biasa, dimulai dengan pemanasan. Setelah itu, grupnya Andrew (yang lari 1,5km) mulai duluan. Dengan rute menjelajah Car Free Day. 
Pemanasan dulu yuk!

Start!
Kali ini Andrew lari-nya lama... dan begitu masuk garis finish, dia segera memberikan bunga dan daun kering ke tangan saya... oleh-oleh dari lari katanya. LAH! Pantesan kok semua orang sudah finish ini anak ngga nongol-nongol.

Seru? Yup!
"It's not as hard as last year... because I can run now. I also know where to get the water bottle and how to not drop it while I run."

Yup, tahun lalu dia juga agak lama finish karena botol air yang dipegang jatuh trus menggelinding dan dia sibuk mengejar botol itu.

Tapi buat saya tahun ini terlalu penuh! Terlalu banyak yang ikutan dan pemanasannya jadi terkesan asal-asalan. Pengambilan medali finisher juga berebutan, terutama untuk yang finish belakangan seperti anak saya. Mungkin tahun ini pesertanya tidak dibatasi.

Still, I think running is beneficial for Andrew. Kalau dulu motivasi saya mengikutkan dia lomba lari adalah karena dia sering ngga pede dengan kecepatan larinya meski saya sudah berulang kali bilang itu karena dia tinggi... coba dia semungil Leo Messi kan jadi lain cerita. Tahun ini lebih kepada membuat dia bergerak karena dia sekarang sudah kebanyakan main gadget.

Mission accomplished!





22 September 2014

Tried and Tested: Banana Boat Kids Sunscreen Lotion

“Ma, aku belum pakai sunscreen loh.” Protes Andrew ketika kita sampai di Sentosa Island. Karena kulitnya mudah terbakar, maka Andrew (8thn) sudah aware sama yang namanya tabir surya sejak TK. 


Padahal yang namanya sunscreen bukan sesuatu yang jadi kebiasaan karena, well, Indonesia kan memang panas jadi kita tidak kepikiran untuk pakai tabir surya. Tapi kulit anak saya ikut bapaknya yang Caucasian dan tidak bisa kena matahari tanpa jadi merah meriah. Jadilah hari itu (demi anak), saya harus kabur ke toko terdekat buat beli sunscreen. Maklum… pergi ke Singapore naik pesawat budget tanpa bagasi, jadi ngga bawa sunscreen karena kebesaran tubenya.

Banana Boat Kids
Sunscreen Lotion SPF 50 (90ml)
Pilihan saya jatuh ke Banana Boat Kids Sunscreen Lotion dengan SPF 50 (90ml). Jujur pertama karena warna kemasannya sangat memanggil. Kuning jreng gitu hahaha. Selama ini Andrew selalu pakai sunscreen untuk dewasa, jadi ngga ada salahnya sekali-kali pakai yang untuk anak-anak. Toh ditulis Hypoallergenic dan fragrance-free. Harganya sekitar SGD15, ga jauh beda sama Banana Boat orang dewasa.

What’s Good?

Andrew asked: “Ini sunscreen anak-anak ya? Bedanya apa Ma?”
Good question. Kalau di webnya (yup, saya sampe browsing), paling ya karena ini sunscreen pediatrician-tested trus tidak keras untuk kulit bayi/anak. Selain itu, bentuknya ngga cair, jadi kalau pas dipakein di muka saya ngga khawatir akan kena ke mata. Mengoles ke bagian yang cukup sulit seperti ujung telinga juga jadi mudah karena texture-nya yang kayak pasta gigi (meski ngga sepadat itu sih).

Anaknya penasaran buat mencoba.
Karena saya pernah baca kalau sunscreen sebaiknya digunakan 30 menit sebelum jadi benar-benar efektif, jadi saya pakaikan sunscreen ini waktu baru sampai di Sentosa. Begitu sampai di pantai (jam 12 siang loh ini), si anak bisa langsung ganti baju renang dan main air. Biasanya Andrew protes kalau saya pakein sunscreen di muka, telinga dan sekitar mata… soalnya dia ngga suka baunya. Yang ini tumben dia diem aja. Ternyata:
Andrew says: “Aku suka, Ma, sunscreen yang ini ngga ada baunya. Ngga bau seperti obat atau yang Mama suka pake itu lho…”
Hah? Emang body lotion saya bau obat? Tapi Andrew emang sebel sama bau-bau-an yang terlalu menusuk sih.

Palawan Beach jam 12 Siang nih!
Ukurannya kecil, jadi bisa dibawa kemana-mana. Sejak saya beli, saya selalu taro di tas dan pakaikan ke Andrew setiap pagi. Karena di Singapore kita banyak berkegiatan di outdoor. Dan… warna tube yang gonjreng itu menolong saya karena tas ibu-ibu itu layaknya black hole, jadi saya bisa menemukan si sunscreen dengan cepat sebelum dia protes. Seperti ketika dia sudah tidak sabar main di Water Worksnya Science Center. Praktis buat yang punya anak tidak sabaran seperti si Andrew haha.

Downside?

Just like any other sunscreen, kalau dipake berenang (meskipun ditulis VERY water-resistant) tetap harus re-apply setelah 80-90 menit. Karena Andrew ngga berenang selama itu, jadi saya baru re-apply setelah kita siap jalan-jalan keliling Sentosa. Selain itu sih practically none.

Epilog

Trus sampai Indo, sunscreen itu hilang! Jadilah saya ke toko obat di mall terdekat untuk membeli penggantinya. Ternyata meskipun sama bentuknya… tampak depannya beda. Harganya Rp. 123,200. Tapi isi dan khasiatnya sih kurang lebih sama. Si Andrew tetep ngga protes waktu diolesin di muka.

Membandingan 2 sunscreen yang sama.
Beda kemasan doang sih.

19 September 2014

Kisah Dudu dan Sendal Berubah Warna

Kalau semua anak senang bergaya, Dudu adalah anak paling malas pake baju bagus dan sepatu keren (kecuali pas fashion show di atas panggung). Kalaupun dia pake baju keren ke mall, biasanya karena si Mama maksa anaknya harus gaya… dan mau foto OOTD.



Jadi, ketika harus pilih sandal, Crocs jelas jawabannya karena bentuknya “sandal” tapi kalau dipake kelihatan keren.

Sandal impian Dudu adalah Crocs Chameleons yang bisa berubah warna kalau dipake di luar ruangan. Namanya juga anak penasaran, sesuatu yang aneh dan beda selalu menggelitik rasa ingin tahunya. Di saat anak lain beli mainan, Dudu malah beli kompas dan jam pasir. Jadi ngga heran kalau sandal berubah warna ini jadi satu barang yang diimpikan sama Dudu.
Browsing-browsing ngga nemu kenapa sendal ini bisa berubah warna. Penjelasan di website pun hanya "patent pending technology." Oh well. Yang lebih seru lagi, meskipun ada guidance warna apa berubah jadi warna apa, ada penjelasan begini: "Each Crocs Chameleons™ product is unique. Colors may vary from item to item based on the individual nature of each specific product and weather conditions." 

Jadi makin penasaran.


Andrew yang punya hobi main di pantai
Tapi Crocs bukan hanya sandal untuk anak-anak. Saya juga senang sama Crocs. Setiap kali lewat tokonya, saya suka ngintip-ngintip lagi ada model terbaru apa. Soalnya kalau untuk yang orang dewasa, modelnya jauh lebih keren-keren. Bahkan ada beberapa yang terlihat seperti bukan Crocs.

Sayangnya yang punya orang dewasa ngga berubah warna haha.

16 September 2014

Tantangan Orang Tua Masa Kini: Sekolah

Jadi orang tua di abad ini memiliki tantangan tersendiri. Mulai dari gadget, internet sampai gaya hidup. Namun bagi saya, tantangan terbesar adalah memilih sekolah. 



Sekolah bagus banyak, tapi mencari sekolah yang cocok ternyata tidak mudah. Dulu mencari sekolah lebih mudah karena pilihannya tidak sebanyak sekarang. Mau swasta apa negeri, mau netral apa agama…

Berbeda dengan sekarang yang sudah bercabang-cabang. Mau swasta ada berbagai macam kurikulum dengan keunggulannya sendiri. Negeri juga ada RSBI yang sama rumitnya. Belum lagi kalau meninjau kondisi keuangan, jarak dari sekolah ke rumah dan masa depan anak. Soalnya beberapa sekolah tidak mempersiapkan anak untuk mengikuti ujian akhir nasional (atau yang saya kenal dengan EBTANAS – entah apa namanya sekarang). Jadi kalau mau lanjut kuliah di dalam negeri kita harus pilih-pilih lagi.

Lalu ada faktor saran orang sekitar. Ada teman komentar kalau sekolah A terlalu banyak main dan bikin pentas pertunjukan. Sekolah B katanya kurang pilihan exkul nanti anak tidak berkembang. Banyak juga yang komentar “masukin ke sekolah kamu dulu aja, jadi ngga pusing.” Belom lagi kalau si anak ikut campur karena dia yang sekolah jadi dia harus trial dan punya hak suara memutuskan apakah dia suka sama sekolah ini. Perasaan jaman saya kecil dulu ngga ada sistem demokrasi begini deh.

Ketika akhirnya putra saya, Andrew, masuk ke sekolah yang sekarang, sebuah sekolah swasta internasional yang kurikulumnya (kabarnya) mau ganti pakai Cambridge ini, saya dinasehati oleh guru TKnya waktu graduation: “Sekolahan itu kabarnya susah sekali loh, Mam. Jangan sampai anaknya stress ya.” Biarlah, pikir saya. Toh kalau tidak dijalani tidak tahu. Tapi tantangan jadi orang tua masa kini soal sekolah tidak berhenti ketika kita melambaikan tangan melepas anak masuk SD… soalnya begitu pulang, anaknya menghampiri dengan ceria dan mulai menanyakan PR Bahasa Mandarin. Waduh!

03 September 2014

Tried & Tested: Johnson Active Fresh


Yang namanya boys, pasti tidak lepas dari keringat. Begitu pemikiran saya ketika Andrew ijin main. Anak aktif ngga masalah. Problem baru muncul ketika si anak malas mandi. Huaaaa bau!

Bertemu sabun yang ini ketika belanja groceries bersama sahabat saya (yang juga punya anak cowok) di supermarket dekat rumah. Kebetulan sabun si Andrew, yang Johnson Milk and Rice bath itu, habis. Daripada beli refill lagi, ah mendingan sekalian mencoba varian baru.



Eits, tunggu dulu, si Andrew/Dudu sudah 8 tahun... kok pake sabun bayi? Nahhhh.... sebenarnya saya juga sudah mau upgrade, tapi setelah mencoba beberapa merk dan kulit dia kerap merah dan jadi kasar, akhirnya saya kembali ke sabun yang dia pakai waktu masih bayi. Masalahnya, sabun bayi biasanya tidak cukup bersih dan tidak tahan wangi untuk anak sebesar dia, yang keringatnya sudah satu ember. Hahaha... lebay deh. Baru sebentar baunya hilang. Beda sama waktu bayi dulu. Jadilah kita membeli si botol biru ini meskipun umurnya sudah lewat jauh (kalo liat promosinya sih untuk anak usia 6 bulan - 3thn). Sebelum beli, saya suruh Dudu cium baunya dulu. Ternyata buat dia Johnson Active Fresh enak baunya. Jadi ya okelah kita coba.

Si Active Fresh di Kamar Mandi...
Sampai sekarang kita happy dengan Johnson Active Fresh, dan sabun itu masih jadi andalan di rumah. Soalnya di sabun itu ada butiran Active Fresh Technology yang kalau kena keringat akan pecah dan mengeluarkan bau wangi. Jadi ngga masalah deh dia keringetan dan "hanya" mandi 2x sehari (itu juga setelah berantem). Namanya juga anak-anak, masa dia jadi ngga boleh keringetan hanya karena si Mama malas memeluk anak bau asem hahaha...