Pernah gagal diet? Tenang, kamu tidak sendirian. Banyak yang sudah semangat untuk diet, namun tetap saja ngemil tengah malam sambil nonton Drakor favorit dengan alasan reward. Saya tidak pernah mencoba diet, karena tahu akan gagal duluan dengan keribetan yang datang bersama pola makan sehat. Kemarin, saya mendapatkan sudut pandang baru tentang diet, yang mengajarkan bahwa diet bukan hanya menghitung kalori, tetapi juga cara memahami diri sendiri. Kok bisa?
“Brunch Date with dr. Yovi” bersama Female Digest (photo: Female Digest) |
Pada hari Minggu, 9 Juni 2024 saya menghadiri acara “Brunch Date with dr. Yovi” yang digagas oleh Female Digest. Acara yang diselenggarakan di YClinic Bintaro ini dimulai dengan sharing session & bedah buku Conscious Diet oleh dr. Yovi Yoanita, M.Kes (gizi) FAARM, ABRAAM, lalu diikuti assessment pengembangan kepribadian ditinjau dari sisi kesehatan, clinic tour dan ditutup dengan makan siang bersama. Acara yang interaktif ini dihadiri sekitar 20 orang blogger dari Jabodetabek, semuanya antusias untuk sharing dan belajar lebih banyak tentang wellness.
Acara ini juga didukung oleh Radiant, yang mengenalkan produk probiotik serta peranannya dalam membantu menjaga berat badan. Apt. Sylvia Kartika Anggraini, S. Farm menjelaskan bahwa "penurunan berat badan itu harus diperbaiki dari berbagai sisi, misalnya apakah pencernaan saya bagus, supaya apapun yang kita makan itu penyerapannya bisa optimal atau apapun yang kita makan itu bisa dibuang sisanya dengan optimal." Di sinilah probiotik berperan.
Apt. Sylvia Kartika Anggraini S. Farm dari Radiant |
Di acara ini, saya belajar bahwa diet bukan semata-mata mengurangi kalori biar cepat kurus. Biasanya orang yang mencoba diet akan terperangkap dalam lingkaran setan, yaitu merasa bentuk tubuh kurang ideal, melakukan diet, frustrasi, gagal diet dan tubuh kembali ke bentuk semula. “Diet itu bukan nggak makan, tetapi mengatur ulang pola makan,” kata dr. Yovi, lalu menjelaskan bahwa biasanya orang tidak bertahan karena memang dietnya salah. Lalu gagal dan kembali lagi ke awal, yaitu tidak happy sama tubuhnya sendiri.
Di sinilah pentingnya kita, sebagai yang punya wacana diet, untuk memahami diri sendiri. Apa bentuk tubuh kita? Lalu, BMI kita berapa? Alasan diet kita apa? Bukan hanya ingin kurus lalu auto mengurangi makan. Bedanya apa dengan diet biasa? Jika kita mengenal diri sendiri, mengurangi kalori yang berlebihan dapat dilakukan dengan tepat dan tanpa tekanan. Semuanya bisa ditemukan di buku Conscious Diet yang ditulis dr. Yovi.
Buku Conscious Diet yang ditulis dr. Yovi wajib dibaca bagi yang ingin mulai hidup sehat |
Dulu, saya ngidam cokelat waktu kecil tapi tidak kesampaian karena tidak punya uang. Setelah kerja, cokelat jadi "hadiah wajib" tiap gajian. Ternyata, bukan karena saya suka cokelat, tapi lebih karena butuh pembuktian diri dan balas dendam masa lalu. Jika menyadari ini, saya bisa mundur selangkah lalu bertanya, apakah saya memang benar-benar menginginkan cokelatnya? Bagaimana jika uang membeli cokelat ini ditabung secara terpisah untuk sebuah reward yang lebih besar di kemudian hari?
Yang paling sering terjadi adalah tidak menjaga pola makan karena cenderung mengutamakan orang lain. “Banyak pasien yang ibu-ibu, sering makan sisa anak-anaknya,” cerita praktisi wellness yang juga Magister Kesehatan Masyarakat dengan spesialisasi Ilmu Gizi dari Universitas Padjadjaran ini. Hal ini sejalan dengan sharing dari para peserta yang kebanyakan juga adalah ibu-ibu.
Surprisingly, hal ini sulit untuk dilakukan. Dari peserta yang ikutan sharing, ada berbagai cerita yang muncul soal mengutamakan diri sendiri. Seorang anak yang mengutamakan ibu dan keluarga lainnya. Seorang ibu yang baru bisa me time setelah anak-anak berangkat sekolah dan suami berangkat kerja. Padahal, menurut dr. Yovi, mengutamakan diri sendiri bukanlah hal yang buruk. “Badan kita adalah investasi. Kita hidup di badan kita sendiri. Kita adalah aset jadi kita harus menjaga diri sendiri. Kita dulu itu bukan egois tapi smart,” jelasnya.
Mengenali diri sendiri dengan kartu Points of You
Bagaimana jika kita belum paham apa yang mempengaruhi kebiasaan makan kita? dr. Yovi mengajak para blogger yang hadir untuk mengenali diri sendiri menggunakan kartu-kartu Points of You. Masing-masing peserta mengambil sebuah kartu secara acak, dan menggunakannya untuk membantu menjawab pertanyaan yang diberikan: Apa emosi dan penyebab saya memiliki nafsu makan seperti sekarang ini? “Kartu ini digunakan untuk mengenali diri sendiri, dan bagaimana hubungannya dengan pola makan kita. Kartu harus dilihat secara keseluruhan,” jelas dr. Yovi.
Kartu yang saya dapatkan judulnya “Guilt” dengan gambar seseorang yang pakai kostum serial TV Squid Game berwarna merah. Artinya apa untuk saya ya? Apakah saya makan kalau saya merasa bersalah, atau sebaliknya? Menurut saya, kartu itu menggambarkan bahwa saya orangnya tertutup termasuk soal makan. Sejak kecil picky eater lalu setelah besar justru kebalikannya, tidak begitu punya makanan yang harus kudu wajib dikonsumsi. Makanan favorit ya ada, lumpia Semarang atau Pempek Palembang tidak pernah saya tolak kalau hadir di hadapan.
Mungkin karena saya termasuk ibu-ibu yang disebutkan dr. Yovi tadi di atas, guilty ini datang ketika saya ingin beli sesuatu lalu merasa bersalah karena tidak mendahulukan anak. Mau beli pempek, tapi anak ingin nasi, akhirnya saya makan nasi. Padahal saya tidak suka nasi. Lama-lama, yang namanya makan jadi kurang meaningful dan kurang penting buat saya. Masih harus di-explore lebih jauh lagi tentang mengenali diri sendiri, lalu mendapatkan mindset yang benar untuk memulai hidup sehat.
Ternyata saya tidak sendirian, karena dari sharing beberapa blogger yang hadir, meskipun kartunya berbeda, ada yang menjadikan makanan manis sebagai reward. Atau bisa juga jadi comfort food yang menenangkan di kala stress. Ada juga yang mengalah pada suami dan anak-anak, lalu terbiasa dengan makanan sisa keluarga. Ada yang sulit menolak ajakan teman untuk hangout, ajakan bos untuk ngopi dan sebagainya. Intinya, baru menyadari ada yang salah ketika timbangan naik.
Di sini ada satu lagi mindset yang harus dirubah agar kita dapat menjaga diet. “Jangan ragu melakukan hal-hal yang baik buat kita, meskipun tidak enak bagi orang lain,” nasehat dr. Yovi. Nasehat ini sebenarnya membuat saya jadi merasa bersalah, karena biasanya sayalah yang hobi gangguin orang diet haha. Saya sendiri sadar, bahwa saya yang tukang ngemil dan ngopi ini tidak ada harapan untuk diet dengan baik dan benar. Hanya saja, seiring bertambahnya umur, mindset hidup sehat harus sudah mulai diterapkan. Misalnya, camilan harus sudah mulai diganti dengan buah.
YClinic yang Memberikan Layanan Holistik
Selesai sharing session dan diskusi, saya ikut Clinic Tour. YClinic yang dirintis oleh dr. Yovi ini menempati ruko 3 lantai di Kebayoran Arcade, Bintaro. Lokasinya mudah dijangkau dari Stasiun Jurangmangu, bagi yang anak kereta, maupun oleh mobil pribadi karena dekat exit tol Bintaro. Parkiran juga mudah didapat. Ada berbagai macam treatment yang ada di holistic clinic ini mulai dari anti-aging dan slimming treatment hingga Acupuncture dan Ozone Therapy.
Yang menarik, YClinic juga menawarkan Personal Life Design Treatment dalam bentuk Bars Therapy dan Scio Technology. Semua layanan di YClinic merupakan perwujudan dari visi dr. Yovi yang ingin mengedepankan integrasi pikiran, tubuh dan jiwa. Melalui treatment yang ada, kita diajak memahami diri sendiri. Melalui estetika, kita jadi bisa waspada bahwa kerutan atau uban bisa jadi pertanda bahwa ada sistem metabolisme yang terganggu. Jadi semuanya itu, pikiran, tubuh dan jiwa, saling terkait.
Di balik keinginan kita akan tubuh yang kurus, ada pikiran yang mungkin mempengaruhi dan jiwa yang merupakan bagian dari diri kita sendiri. Dari acara “Brunch Date with dr Yovi” kemarin, saya jadi menyadari bahwa diet itu dimulai dari mindset. Memahami diri lebih penting daripada sekedar hitung-hitungan kalori.
Terima kasih utk informasinya
ReplyDeleterekomendasi laptop terbaik 2024