Kemarin sore, saya iseng bertanya sama Dudu, kenapa panggil ‘Mama’? Dan jawabannya simple: “I think that’s appropriate.”
Panggilan "Mama" dari Anak ini. |
Tapi saya iseng. Ada apa dibalik panggilan ini, selain lagu Spice Girls, acara penghargaan musik di Korea dan film horor yang dibintangi Jessica Chastain. Menurut Urban Dictionary, Mama adalah panggilan untuk (1) a very attractive woman; (2) the woman who brought you into this world; (3) a strong matriarchal figure who rules with an iron fist. Bukan sesuatu yang patut dibanggakan sih sepertinya, tapi boleh lah ya dibilang menarik meskipun saya yakin ini konotasinya lebih ke arah ‘negatif’ alias seksi. Hahaha.
Serius sedikit, yuk. Panggilan ‘Mama’ pertama kali tercatat di tahun 1707 tapi konon sudah digunakan sejak 1570an karena merupakan salah satu bunyi suara pertama yang dikeluarkan oleh bayi. Menurut Roman Jakobson seorang ahli linguistik dari Rusia, bayi cenderung mulai bersuara dengan bibir terkatup. Karena itu pada umumnya, suara yang keluar adalah “ma”, “pa”, “da” atau “ba”. Oh, pantesan.
Jadi perhatikan ya, ini bacanya apa. |
Karena jawaban Dudu super simple, dan dia cuma tertawa waktu saya bilang bahwa jawaban itu tidak cukup jadi bahan nulis blog, saya coba survey ke kiri kanan.
“Ya soalnya elo suka sok bijak, jadi mirip Mamah Dedeh,” begitu celetukan seorang teman saya soal pilihan panggilan ini. Ada juga yang komentar: “Kurang alim kalo mau jadi ‘Bunda’.” Eits, itu Bunda-nya Dilan juga tidak alim-alim amat. Sementara panggilan Ibu buat saya berat. Tidak kuat kalau harus jadi seorang ibu, biar Ibu Kita Kartini dan Ibu Pertiwi saja yang menyandang gelar itu. Sosok Ibu di mata saya itu adalah yang anggun, pinter masak, terus ya pokoknya perfect deh. Saya masih jauh dari sempurna.
Panggilan ini kadang bikin pusing ketika seiring dengan berjalannya waktu, kebanyakan orang lebih kenal Si Dudu daripada saya. Dan saya sering dapat sapaan “Ini Mama Dudu kan? Namanya siapa, Mba?” Ya sudahlah. Hahahaha. Toh saya juga suka gitu, lebih inget nama anaknya. Maaf ya teman-teman.
But as Shakespeare is often quoted, “A rose by any other name would smell as sweet,” semua panggilan itu membawa tugas dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua.
“Ya soalnya elo suka sok bijak, jadi mirip Mamah Dedeh,” begitu celetukan seorang teman saya soal pilihan panggilan ini. Ada juga yang komentar: “Kurang alim kalo mau jadi ‘Bunda’.” Eits, itu Bunda-nya Dilan juga tidak alim-alim amat. Sementara panggilan Ibu buat saya berat. Tidak kuat kalau harus jadi seorang ibu, biar Ibu Kita Kartini dan Ibu Pertiwi saja yang menyandang gelar itu. Sosok Ibu di mata saya itu adalah yang anggun, pinter masak, terus ya pokoknya perfect deh. Saya masih jauh dari sempurna.
Panggilan ini kadang bikin pusing ketika seiring dengan berjalannya waktu, kebanyakan orang lebih kenal Si Dudu daripada saya. Dan saya sering dapat sapaan “Ini Mama Dudu kan? Namanya siapa, Mba?” Ya sudahlah. Hahahaha. Toh saya juga suka gitu, lebih inget nama anaknya. Maaf ya teman-teman.
But as Shakespeare is often quoted, “A rose by any other name would smell as sweet,” semua panggilan itu membawa tugas dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.