“Kenapa nge-blog?”Pertanyaan standar yang malah bikin bingung setelah sekian lama malang melintang di dunia blogging.
Alasan kenapa saya ngeblog sama dengan alasan kenapa saya makan. Saya makan karena saya lapar, dan kalau tidak makan nanti maagnya kambuh. Saya ngeblog karena saya ingin menulis, dan kalau tidak nulis nanti saya stress. Semacam maag gitu. Jadi tidak konsentrasi mengerjakan hal lain, just because I felt the urge to write the thoughts I have in mind. Sama saja kan? Kalau lapar juga tidak punya energi untuk mengerjakan hal lain.
Menulis sudah jadi bagian dari hidup saya sejak SD. Meneruskan kuliah di jurusan jurnalistik, kemudian bekerja jadi wartawan, membuat menulis berubah dari hobi jadi beban studi dan pekerjaan. Di sinilah blog berperan. Ketika menulis jadi terbatas oleh banyak syarat & ketentuan, ngeblog menyelamatkan passion saya yang satu itu. Saya jadi bisa menuliskan hal-hal di luar yang disuruh editor atau yang dimandatkan masyarakat. Bahkan ketika saya sudah tidak lagi jadi kuli tinta, blog tetap setia menemani saya menuangkan ide dan curhatan hati.
I blog because I love to write. And I have to write those stuffs down.
Tapi, kini dunia blogging yang saya kenal sudah berubah jadi monetizing. Dari yang bentuknya curhatan jadi konten menghasilkan. Saya harus menyesuaikan diri ketika kegiatan ini mulai populer dan blogger sudah bisa disebut sebagai profesi. Para ‘blogger’ ini mulai menerima bayaran dan sambutan hangat dari pelaku usaha.
Kalau ada Genie yang bisa mengabulkan permintaan, saya punya tiga harapan untuk dunia blogging saat ini.
Yang pertama, saya harap para blogger ini tidak lupa diri. Ngeblog sekarang keren, dapat banyak undangan dan keuntungan. Tidak jarang ada anggapan bahwa mengundang blogger lebih mendatangkan hasil daripada media. Selain murah, blogger juga memiliki image dekat dengan pembaca, sehingga lebih memiliki pengaruh. Ngeblog bisa bikin no one jadi someone dan beberapa orang pasti beruntung karena jalannya lebih mudah dari yang lain. So, I hope bloggers today can influence while staying humble.
Yang kedua, saya berharap dunia blogging saat ini tidak kehilangan tulisan menginspirasi yang ditulis dari hati. Saya pernah mendengar kebanggaan para blogger yang menyebut tulisannya personal. Unik karena menceritakan pengalaman pribadi. Well, to be honest, ketika kuliah jurnalistik dulu, yang diajarkan juga sama. Seorang jurnalis yang baik mampu melibatkan emosi dan menggiring opini pembacanya. Buku The Elements of Journalism, yang ditulis oleh Bill Kovach and Tom Rosenstiel, mendeskripsikan journalism sebagai “storytelling with a purpose.” Jadi menulis untuk satu media bukan berarti tidak personal karena setiap media juga punya gaya unik sendiri. Hanya saja, menulis untuk media berarti menggunakan identitas media tersebut bukan identitas pribadi kita.
Begitu pindah jadi blogger, saya tidak melihat banyak bedanya. Blog juga storytelling. Purposenya juga ada, apalagi kalau sudah di-monetize. Yang membedakan adalah personal touch yang sungguh-sungguh personal. Maksudnya saya menerima job untuk menulis tentang Pampers kalau anak saya memang pengguna diapers merk tersebut. Jadi saya bisa memasukkan pengalaman pribadi ke dalam tulisannya.
Yang terakhir, I hope blogs can stay as blogs and not replacing the general news media. Berubah jadi mainstream. Blog top level domain (TLD) yang isinya kebanyakan reportase atau blog yang isinya banyak sponsored post dengan isi tulisan yang terlalu deskriptif mirip press release. Kalau artikel jurnalisme serius yang general saja tidak boleh copy-paste press release, apalagi blog yang notabene personal. Selain faktor internal, ada juga faktor eksternal yang bikin khawatir seperti terjebak sensor atau segudang pembatasan yang (mungkin) bisa membatasi kreativitas. Karena seiring dengan populernya blog, tentu akan muncul peraturan-peraturan baru seputar dunia blogging. Sulit memang, but I do hope that blog (and vlog) will stay as personal channel and not turning into one of those heavy duty mass media.
Tulisan ini kok jadi berat ya?
Hahaha.
Ini juga yang jadi bahan refleksi diriku belakangan ini, Mbak. Kadang aku mikir, oke sekarang dunia ini lagi menghasilkan. Tapi gimana kalau suatu saat sudah gak bisa monetizing lagi? Apalagi sekarang sumber penghasilan saya di sini.
ReplyDeleteGara-gara tulisan ini saya jadi pengen buat tulisan dengan tema yang hampir mirip deh, Mbak. Terima kasih ya tulisannya :)
Sama-sama. Aku juga jadi banyak refleksi diri pas nulisnya. :)
Deletesama mbaa aku jg kalo ga nulis blog malah jadi setres. walo jarang nulisnya tp teuteup ga bisa lepas pengen nulis terus.
ReplyDeletebtw aku salfok ama foto yg nemenin di sebelah laptopnya hahaha
Semacam pelampiasan gitu ya haha. Yg nemenin nulis itu bikin tambah semangat ceritanya.
DeleteKalau sudah jadi kebiasaan memang sudah untuk ditinggalkan. Sibuk pun rasanya ada yang kurang kalau belum menulis.
ReplyDeleteSaya juga gitu, terlebih kalau habis jalan-jalan, kalau belum dituliskan rasanya resah gundah gulana..haha
Nah iya ini. Kalo habis jalan-jalan emang wajib sih.
Deletememang harus dilakukan mba... aku kadang curhat dikit kalo nulis
ReplyDeleteCurhat penting haha. Aku kalo curhat kebanyakan trus postingannya aku diemin aja di draft hihihi. Malu.
DeleteAku kadang kalo ga ada bahan buat nulis malah curhat hehehe
ReplyDeleteYang penting jadi tulisan hehe
DeleteMenulus bagi saya sdh jd hobi yg menyenanangkan...mau menghasilkan atau tidak menulis iru mengasyikan..apalagi ada nilai plus nya bisa jd mata pencaharian asyik banget rasanya :)
ReplyDeleteSetujuuuu hehe. Selama positif, why not ya Mba.
Deleteiya nih, kadang aku juga suka pengen nulis itu yang nggak harus sesuai pakem blog yang sekarang. murni curhat atau random thought gitu tapi kemudian merasa bakal nggak ada yang baca jadinya ya gitu deh. heu
ReplyDeleteAku kalo curhat/random thought malah malu publishnya. Trus bikin blog anonim di lapak sebelah. Eh.
DeleteKalau review aku juga sukanya masukin pengalaman pribadi, jadinya lebih menyenangkan. Kedepannya pengen nulis lebih banyak pengalaman pribadi
ReplyDeleteWaduh kalo ngeblog banyak aturannya sih nanti semacam menghambat kreativitas,tapi kalo yang dilarang copas itu sih wajib diterapkan. Makanya ya jadi blogger gak usah aneh2 biar kedepannya gak bikin rumit, hihi.
ReplyDelete