09 September 2018

Wiro Sableng: Cerita Dendam yang Terasa Kentang

Dudu sering kesal sama teman-temannya. Kesal di-bully, kesal diledekin. Dari situ dia selalu ingin balas dendam. Yah, sampai Sinto Gendeng bilang: Jangan dendam. Sekali kamu dendam, kamu akan terus terbawa dalam kegelapan.

Ngedate nonton Wiro Sableng sama Dudu punya 2 maksud. Yang pertama adalah mengenalkan Dudu pada jagoan lokal. “Tapi masih lebih seru Avengers, Ma,” dia protes. Memang sih. Tapi setidaknya kan dia tahu kalau ada jagoan yang namanya Wiro Sableng. Jagoan yang dulu sinetronnya selalu ditungguin sama Mamanya haha. Ups, ketahuan kan saya generasi berapa. Yang kedua adalah memuaskan rasa penasaran karena, konon, film ini melibatkan produksi Hollywood.



Ada rasa bangga ketika melihat film Indonesia punya intro 20th Century Fox di awalnya. Lalu melihat koreografi pertarungan dan sinematografi yang keren. Tidak sempurna memang, beberapa jelas terlihat green screen dan efeknya, tapi untuk ukuran film Indonesia, Wiro Sableng termasuk yang keren banget.

Efeknya.
Koreonya.

Warna lipsticknya Sinto Gendeng.
Tapi, jangan tanya pendapat saya soal ceritanya.



Wiro Sableng ini, buat yang belum tahu, adalah murid jagoan silat bernama Sinto Gendeng. Bajunya putih-putih (mungkin karena dia orang baik) lalu bawa-bawa kapak yang namanya Naga Geni. Di film Wiro Sableng versi layar lebar ini, sang jagoan dikisahkan kehilangan orang tuanya di tangan penjahat bernama Mahesa Birawa. Beruntung Wiro diselamatkan oleh Sinto Gendeng, yang setelah separo film ketahuan sebagai mantan guru Mahesa Birawa. Wiro yang sudah lulus dan mendapatkan kapak kemudian turun gunung untuk mencari Mahesa Birawa. Di perjalanan, Wiro terlibat rencana kudeta dan terpaksa ikut menyelamatkan putera mahkota dan kerajaannya karena dalang kudeta ini ya si Mahesa Birawa itu.
“Kamu mengerti filmnya tentang apa, Du?”
“Mengerti kok, Ma.”

Setidaknya Dudu tidak lost in translation.

Jadi, kenapa saya kecewa?

Pertama, penjahatnya terlalu banyak. Kayaknya film ini menerapkan prinsip “nobody left behind.” Semuanya harus punya bagian walaupun hanya sekedar numpang lewat. Masalahnya, mereka tidak diperkenalkan dan dikembangkan dengan benar. Jadi, buat yang tidak hafal nama musuh-musuh Wiro Sableng (termasuk saya) akan bingung sendiri siapa yang mana. Bahkan satu musuh yang rambutnya dibonding dan kalau jalan-jalan pakai payung itu juga harus di-Googling dulu baru ketahuan siapa namanya. Dialognya hanya beberapa kata dan tidak terdengar Mahesa Birawa memanggil namanya.

Pamer kekuatannya juga jadi tidak maksimal, kecuali mungkin si Kala Hijau. Saya merasa kalau separo jalan, filmnya tiba-tiba ingat kalau musuhnya masih banyak yang perlu dilawan oleh kelompok jagoan kita ini. Apalagi Mahesa Birawa perlu tampil lama karena dia musuh utamanya. Musuh lain, yang seharusnya memiliki kemampuan lebih dari sekedar melempar dart atau menembak dengan pistol, tidak dapat screen time terlalu banyak. Padahal adegan berantem yang satu itu potensinya keren banget dengan paduan rambut bondingan penjahatnya, selendang ungu Anggini dan cipratan air kolam.

So, kalau Anda bukan fans serial atau bukunya, dan cuma tahu Wiro Sableng - Sinto Gendeng dari lagu tema yang catchy itu saja, siap-siap bingung.

Kedua, banyak jokes yang tidak perlu. Adegan ngobrol-ngobrol Wiro dan Sinto Gendeng di awal cerita terasa sedikit jayus. Mau jokes dewasa tapi ditahan karena ratingnya PG13. Bidadari Angin Timur juga seperti hanya numpang lewat, kurang terasa aura bidadarinya. Background story? Googling saja deh setelah film berakhir. Sablengnya kentang. Genitnya kentang. Mungkin karena baru turun gunung jadi pengalaman genit Wiro kurang banyak. Jadi, 
bapernya juga kentang. Tapi hal-hal kentang begini yang membuat film Indonesia tetap jadi film Indonesia. Toh, saya dan Dudu tetap bisa tertawa dan menikmati filmnya. 

Berantemnya keren.

Saking kerennya sampe kharisma Wiro Sableng ketutupan sama Mahesa Birawa saat berantem. Juaralah si Yayan Ruhian ini memang. Aktingnya total, gerakan berantemnya juga belum bercela. Di scene pertarungan terakhir, saya sudah jadi fans penjahatnya. Soalnya Wiro Sableng kurang sableng sementara Mahesa Birawanya totalitas jahat haha.

“Mama memang selalu lebih senang sama penjahatnya,” komentar Dudu. Padahal cakepan Wiro kemana-mana ya.

Eh, kecuali sama si jagoan rambut bonding itu ding. Sayang cuma muncul sebentar.

Sequelnya dong. Ditunggu y

1 comment:

  1. hihi aku nonton film ini juga bingung sama penjahatnya dan langsung terkesima sama si pendekar jepang

    ReplyDelete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.