End of Black Era adalah film bergenre fantasi yang hadir dengan sebuah misi untuk memperkenalkan budaya Indonesia, dalam hal ini kain lurik dan kerajinan tembaga dari Jogjakarta, kepada anak muda Indonesia. Minggu lalu, saya dan Dudu nge-date sambil memenuhi undangan menyaksikan screening film pendek dari seorang costume designer bernama Aryanna Yuris. Film pendek yang setelah selesai nonton jadi pengen ngomel-ngomel minta lanjutannya dibuat segera hahaha.
Cerita End of Black Era termasuk sederhana. Neewa melarikan diri dari sang Malapetaka dengan membawa Talisman yang diwariskan kepadanya. Ketika putus asa, Neewa memohon untuk diselamatkan. Namun bukanya selamat, Neewa malah terperosok ke dalam jurang. Kalau dilihat lagi, jurang itu justru menyelamatkan Neewa karena si Malapetaka jadi lewat begitu saja dan tidak melihatnya. Di jurang itu juga Neewa bertemu 4 orang dengan kostum aneh yang hubungannya bisa dilihat di episode berikutnya.
Pesan yang ingin disampaikan film pendek ini cukup jelas, terkadang apa yang kita lihat sebagai kemalangan adalah upaya yang maha kuasa untuk menolong kita. Ketika kita bertemu malapetaka, bukan berarti lantas kita dapat cobaan, karena kadang melalui malapetaka itulah kita mendapat jawaban, jelas Yongki.
Kalau mengikuti Oscar alias Academy Awards, yang saya tunggu-tunggu bukan pengumuman Best Picture, Best Actress atau Best Actor tapi Best Costume, Best Soundtrack dan Best Screenplay. Soalnya, meskipun aktornya penting, tapi saya lebih senang memperhatikan kostum dan properti pendukung lainnya karena mereka pasti punya cerita dan pesan sendiri yang ingin disampaikan.
Sama seperti End of Black Era, yang ketika kita bertemu Neewa dan penduduk desanya, kita paham makna dan cerita yang ingin disampaikan kain lurik dan hiasan telinga yang merupakan detail kostumnya. Soalnya sebelum kita dipertemukan dengan Neewa, sang tokoh utama, di screening ini kita bertemu dengan dua tokoh dibalik kostumnya.