23 October 2023

Terus Menulis Biar Tetap Waras

Kalau minta nasihat ke saya bagaimana menjaga kesehatan mental, kemungkinan besar saya akan menyuruh menulis. Beberapa riset menyebutkan bahwa menulis memberikan dampak baik bagi otak, dan bisa jadi terapi yang terjangkau. Tapi tulisan saya jelek. Saya bukan penulis. Tata bahasa saya berantakan. Eits, menulis untuk kesehatan mental tidak perlu memikirkan apakah tulisan kita jelek atau terlalu personal. Kan, pembacanya hanya kita sendiri.

Pernah dengar tentang expressive writing, yang sering digunakan untuk healing? Menulis tentang pengalaman yang membuat kita stress dalam periode waktu tertentu. Mengungkapkan perasaan dalam bentuk tulisan, seperti menulis diary, dalam jangka waktu tertentu yang berpotensi dapat membantu proses healing.

Tapi saya tidak bisa menulis. Mulai dari mana? 

Ada beberapa cara buat memotivasi kita untuk menulis. Terutama buat yang butuh dorongan lebih untuk menuangkan perasaannya dalam bentuk tulisan.

Ikut challenge menulis. 

Apa itu challenge menulis? Secara umum ini adalah tantangan buat kita ikuti agar menulis setiap hari. Mirip seperti upload IG kompakan, atau challenge lari di aplikasi olahraga. 

Ada dua keuntungan mengikuti challenge menulis. Yang pertama adalah adanya tema. Di challenge menulis, kita bersama-sama menulis sesuai tema yang ditentukan setiap harinya. Ini bisa membantu kita di kala stuck, tidak tahu menulis apa karena sudah ada promptnya. Maka dari itu penting untuk memilih challenge menulis yang sesuai dengan interest dan kesanggupan kita sehari-hari. Saya kemarin iseng-iseng mengikuti challenge menulis fiksi 15 hari dan akhirnya stress sendiri karena tidak bisa menulis cinta-cintaan. Padahal sudah sampai bikin IG baru khusus untuk ikutan challenge tersebut. Haha. Karena pada dasarnya saya adalah penulis non-fiksi, ya saya akhirnya kembali ke jalur awal, mengikuti challenge di blog (bukan IG) dengan tema-tema yang lebih dekat dengan kehidupan saya.

Itu pun saya masih struggling karena ada beberapa tema yang benar-benar tidak bisa saya tulis. Lalu gimana? Well, ini kan menulis untuk kesehatan mental, jadi ya ditulis saja sebisanya.

Lalu keuntungan kedua adalah adanya teman. Sesama peserta challenge yang saling menyemangati. Kalau di IG biasanya ada comment dan likes, kalau di blog biasanya lewat blogwalking atau satu Whatsapp group khusus di mana kita bisa share linknya. Jadi saya tidak merasa menulis sendirian dan jadi terpacu untuk melanjutkan ketika teman-teman sudah mulai ngelist. Mau malas jadi malu. Tidak ada alasan untuk stuck karena ada teman-teman seperjuangan yang terus maju.

Yang jelas, jangan sampai ikut challenge menulis ini malah menjadi beban buat kita. Kalau kita pada dasarnya kompetitif dan perfeksionis, lalu satu hari absen menulis bisa membuat kita senewen, sebaiknya dipikir ulang. Tujuan menulisnya kan untuk mental health, bukan malah bikin jadi makin stress. 

Terniat kemarin sampai bikin IG baru buat ikut challenge menulis

Sediakan waktu untuk free writing setiap hari. 

Butuh waktu untuk menjadikan menulis sebuah kebiasaan. Jadi sediakan waktu khusus untuk menulis setiap hari. Kalau kita lebih punya waktu atau merasa lebih bisa menuangkan ide di pagi hari, ya menulis di pagi hari. Tapi kalau seperti saya, misalnya, baru bisa menulis setelah menyelesaikan semua pekerjaan, ya tidak apa-apa juga. Yang penting konsisten dan waktunya benar-benar digunakan untuk menulis. Tidak sambil scrolling social media atau sambil mengerjakan hal lainnya. 

Yang ditulis apa? Bebas. Makanya disebut sebagai free writing. Pilih satu topik yang membuat kamu marah, sedih, atau kesal di hari itu. Lalu Tuliskan semuanya selama sekitar 10 menit tanpa henti. Free writing tidak memperdulikan Apakah kita menulis dengan benar. Yang penting adalah kita terus menulis tanpa jeda. Kalau bingung mau menulis apa, ya benar-benar dituliskan "Saya bingung mau menulis apa lagi ya". Yang penting waktu 10 menit tersebut dipakai untuk menulis sesuai topiknya. 

Biasanya setelah menumpahkan semuanya dalam bentuk tulisan, saya jadi lega. Lalu, setelah beberapa waktu, saya bisa kembali membaca dan menganalisa beberapa hal. Misalnya apa yang sering membuat saya marah? Mungkin ada hal-hal kecil yang tidak disadari. Tetapi ketika membaca ulang tulisan saya yang temanya "marah," saya jadi aware dengan triggernya. Next time bisa menyadari nya dan menghindari bersikap reaktif ketika trigger tersebut muncul. Dari menulis secara konsisten, saya bisa belajar mengendalikan emosi. 


Menulis jurnal manual juga boleh kok

Menulis itu memindahkan rasa. 

Maksudnya gimana? Bayangkan jika kamu dicurhatin seorang sahabat. Curhatnya berat dan beberapa bagiannya juga membuat kamu ke-trigger. Tapi karena dia sahabatmu, ya tidak enak juga kalau menghindarinya. Dipendam sendiri membuat kamu stress, karena trigger tadi menghantui. Mau curhat ke orang lain juga takut mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan oleh sahabat tercinta. Terus gimana? 

Biasanya saya tulis jadi cerita anonim. Tidak perlu di-publish tapi ceritanya ada tertulis. Jadi kita tidak perlu menyimpannya dalam hati dan membuat diri jadi stres. 

Atau bayangkan jika sahabatmu curhat hal yang sama berulang kali. Sudah diberikan nasihat tapi tetap saja tidak dilakukan. Curhat 10 kali masalahnya sama. Tidak mau keluar dari zona nyaman tapi mengeluh jalan terus. Kita sebagai pendengar lelah. Tapi karena dia sahabat kita tidak mungkin dong kita marah. Atau mungkin bilang "Yaelah ini lagi. Lu kok nggak maju-maju sih?" Siapa tahu si sahabat sebenarnya hanya perlu didengarkan. Iya, tapi kan bosan. 

Nah, makanya kisahnya harus ditulis. Jadi kekesalan kita, keputusasaan kita atas kebebalan Sahabat tidak dipendam dalam hati. Bisa sepuasnya dituliskan,  bebas memaki-maki tanpa ada yang tahu. Yang penting besok-besok sudah siap menampung curhatan lagi. 

Hal-hal yang terlihat sederhana, seperti menuliskan apa yang kita rasa ini penting untuk kesehatan mental kita. 

Hal tergila yang pernah saya lakukan, adalah menuliskan pertengkaran saya dengan sahabat saat SD, dalam sebuah fabel. Fabel tersebut, yang tentunya menggambarkan kejadian versi saya, dimuat di mading sekolah. Sahabat saya merasa tersindir dan mengamuk, protes atas tulisan itu. Tapi saya jadi lega. Tujuannya tercapai. 


Apa yang bisa dituliskan dalam waktu singkat? 

Menulis tidak selalu dalam bentuk blok atau tulisan panjang. Atau dalam bentuk fiksi, seperti cerpen dan novel. Kalau kegiatan kita benar-benar begitu padat dan kita tidak punya waktu banyak untuk menulis, kita bisa mulai journaling. Journaling ini intinya menuliskan perasaan yang kita rasakan. Ada beberapa jenis jurnal yang bisa kita gunakan. 

  • Jurnal emosi. Ini digunakan untuk mencatat kapan kita bahagia, kapan kita marah, kapan kita sedih, kapan kita kesal. Tujuannya untuk mengenali apa yang menjadi penyebabnya. Dari jurnal ini kita bisa mempelajari bagaimana kita bereaksi terhadap sesuatu dan meregulasi emosi yang kita miliki. 
  • Jurnal syukur. Jurnal syukur intinya menuliskan satu atau dua hal yang kita syukuri di hari itu. Biasanya dituliskan malam hari sebelum tidur. Gunanya jurnal syukur ini adalah jika kita merasa down, membaca kembali jurnal syukur dapat memberikan kita alasan untuk hidup. Kita bisa melihat Ada banyak hal baik yang terjadi dalam hidup kita, dan hal buruk ini tidak seberapa. 
  • Jurnal makanan. Bukan hanya untuk yang sedang diet tapi mencatat apa yang kita konsumsi juga baik untuk mengetahui pola makan kita. Selain menghitung kalori, kita juga bisa jadi tahu apakah kita sudah menjalani hidup sehat. Kalau digabungkan dengan jurnal emosi mungkin kita juga bisa mendeteksi Apakah beberapa makanan membuat kita lebih emosional. 

Intinya sih jangan takut menulis. Ada yang bilang kita tidak akan pernah memahami hidup ini sampai kita menuliskannya. Tulisan juga menjadi legacy untuk kita yang ingin meninggalkan sesuatu atau dikenang di kemudian hari. Syukur-syukur kalau misalnya tulisan kita jadi blog dan akhirnya bisa mendapatkan penghasilan dari sana. Makin sehat kan ya mentalnya kalau sudah cuan begitu. 

 Suntuk? Nulis aja.



1 comment:

  1. Dulu lagi awal ngeblog suka banget ikutan tantangan menulis. Sekarang menulis rutin tiap minggu sudah memberikan kebahagiaan tersendiri.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.