20 October 2023

Nyaman Berteman Tanpa Beban Dalam Rangkaian Tulisan

Punya banyak teman? Kalau bilang tidak punya, rasanya saya bohong. Kalau bilang punya, saya ini sebenarnya introvert jadi saya merasa kalau temannya tidak banyak. Alasan klasik, social battery saya gampang habis. Tapi biasanya tidak ada yang percaya.

Beda ceritanya dengan komunitas blog. Apa yang membuat saya nyaman punya teman di komunitas blog? Atau setidaknya begitu. 

Pertama ya jelas karena kita punya kesenangan yang sama alias ngeblog. Biasanya di komunitas ada challenge atau tantangan tertentu yang diikuti bersama-sama. Diskusi tema, curhat writer's block, maupun saling menyemangati agar bisa menyelesaikan challenge, biasanya membuat teman-teman di komunitas blog menjadi akrab. Itu baru secara online di grup chat atau virtual di media sosial. Dulu zaman masih banyak event offline teman ngeblog saya lebih banyak lagi. Sejak masih jadi wartawan, sampai akhirnya pensiun dan jadi blogger full-time. 

Dari semua teman yang ada, adakah yang akrab? Jujur untuk sekarang ini sepertinya tidak ada yang benar-benar akrab sampai jalan bareng atau curhat japri via whatsapp. Meskipun Kalau bertemu offline rasanya seperti bertemu teman lama. Eh, tapi kita memang temanan sudah lama ya hahaha. Dari jaman Dudu masih TK, sampai sekarang sudah mau kuliah.

Kedua, pertemanan ini tidak membebani. Seperti ketika acara ulang tahun Kumpulan Emak2 Blogger (KEB) di awal tahun 2023 ini. Acara tersebut adalah acara offline blogger pertama yang saya datangi lagi setelah sekian lama terjebak pandemi. Tidak janjian dengan siapa-siapa karena memang sudah jarang berhubungan lagi dengan teman-teman blogger lama. Nekat datang sendiri, berpikir "Wah nggak ada temennya nih". Ternyata begitu hadir, malah seperti reuni SMA. Terlalu banyak yang dikenal dan harus diajak bicara, sampai beberapa tidak sempat disapa. Ah, jadi kangen. 

Saya nyaman berteman dengan sesama blogger. Balik lagi, karena saya introvert. Pertemanan lewat bertukar tulisan, mampir pun lewat blog walking. Jadi social battery saya tidak habis. 

Bukan cuma yang akrab, dalam satu komunitas pun ada yang datang dan pergi. Beberapa blogger jadi tidak seaktif dulu karena kesibukannya. Saya pun sempat begitu. Meskipun masih menulis, tapi tidak segila dulu dalam mengejar job atau mendaftar event. Seiring dengan berkembangnya zaman, yang baru mulai ngeblog juga semakin banyak. Jadi kalau bergabung ke komunitas ngeblog, saya bisa dapat banyak teman baru. Yang masih semangat atau yang baru belajar. Namun mereka-mereka yang baru ini justru membuat saya semangat untuk ngeblog lagi. 

Makanya jadi ikutan challenge KEB ini hahaha.

Komunitas sebagai jawaban kejenuhan

Di usia yang sudah semakin lanjut ini, mencari teman baru semakin sulit. Sementara teman lama juga semakin sedikit jumlahnya. Kenapa begitu? Sebagai orang dewasa dengan sejuta tanggung jawab dan kegiatan, waktu untuk menjaga pertemanan jadi semakin sedikit. Punya teman yang super akrab di tempat kerja, namun begitu salah satu pindah, pertemanan kemarin seperti tidak pernah terjadi.

Beberapa waktu lalu, ada seorang teman yang bertanya tentang hal ini. Bagaimana caranya mencari teman baru sementara sejak menikah dan punya anak, pergaulan dia terbatas. Anaknya belum sekolah dan dia sendiri ibu rumah tangga. Saya menyarankan teman tersebut untuk bergabung dengan komunitas. Komunitas apa? Ya, yang sesuai dengan hobi dia.

“Hobi gue apa?”

“Lah, elo sukanya apa?”

Lalu kita mundur satu langkah lagi, mencarikan hobi baru untuk teman saya ini. Ujung-ujungnya, saya mengajari dia ngeblog. 

Ketika banyak yang burnout dan suntuk di rumah, saya selalu mengajak mereka untuk mencoba blogging. Tidak suka menulis. Tidak pede merangkai kata. Namun kalau chattingan sama saya, panjangnya minta ampun. 

“Ya, itu saja toh dijadikan blog post.”

“Oh, bisa ya?”

Lalu, setelah itu, saya kembali menyarankan dia bergabung dengan komunitas agar menemukan teman yang baru. Salah satunya ya KEB hehehe. Begitu juga dengan para ibu-ibu yang mencari hobi. Atau mencari pembuktian diri. Apalagi di umur yang sudah tidak muda ini, mencari teman sulit rasanya. Jadi, komunitas memberikan jawaban buat saya, yang ingin mencari teman baru tapi sudah kehabisan social battery untuk basa basi di tempat umum yang penuh dengan manusia. 

Bagaimana memilih komunitas yang tepat?

  • Cari tahu dulu kebutuhannya apa. Mencari teman? Mencari ilmu? Support group? Karena setiap komunitas memiliki tujuan dan visi-misinya tersendiri. Kalau senang menulis fiksi, mungkin lebih tepat masuk ke komunitas penulis daripada blogger. Begitu juga dengan hobi yang lain, merajut atau memasak misalnya. Mencari resep masakan kekinian atau info beli benang di mana mungkin akan lebih ada supportnya di grup terkait. 
  • Satu frekuensi. Nah ini penting. Apalagi kalau tujuannya adalah mencari teman di komunitas. 
  • Lokasi. Kenapa ini penting? Karena kalau kita membutuhkan teman yang bisa ketemuan, sebaiknya mencari komunitas yang ada di daerah kita. Kalau komunitas yang kita ikuti skalanya nasional, ya kita bisa mencari cabang wilayah yang terdekat dengan kita.

Kalau sudah masuk komunitas, bagaimana caranya bisa punya banyak teman begitu? 

Sekali lagi diingatkan ya teman saya tidak banyak. Hahaha. 

Tapi karena komunitas blogging ini cenderung santai dan bahasannya tepat sasaran tentang dunia kepenulisan yang saya sukai, pertemanan saya juga jadi tanpa beban. Tentu saja, tetap ada step-by-step-nya ketika masuk ke sebuah komunitas dengan tujuan membuka pergaulan yang lebih luas lagi.

  • Jika bergabung dengan sebuah komunitas, pertama-tama biasanya saya akan jadi silent reader. Cuma baca chat. Lalu ketika WhatsApp bisa menggunakan reaction, saya akan memberikan reaction ke beberapa quotes, tanggapan, atau kalimat yang saya suka. 
  • Setelah itu baru mulai sesekali menjawab “Selamat pagi”, “Selamat siang”, “Terima kasih”, dan kalimat-kalimat pendek lainnya. Ini bisa berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, karena saya tidak tahu harus mulai pembicaraan dari mana. 
  • Jika sudah nyaman, ketika ada topik yang pas saya bisa sharing lebih panjang. 
  • Lalu lama-lama kenal, hadir event offline. Ini pun tidak langsung halo dan memperkenalkan diri. Biasanya tetap jadi “silent reader.” Senyum-senyum sendiri, menyaksikan jalannya acara sampai ada yang menyapa. Kalau tidak ada yang menyapa? Ya, tidak apa-apa juga. Kita coba lagi di event berikutnya. “Hah, ini kok kayak bukan lo banget?” Iya, saya ini sebenarnya dua orang. Mungkin kemarin, di event sebelumnya, ketemu saya yang satu lagi hahaha.
  • Setelah beberapa kali event, biasanya baru kenalan lagi secara offline.

Dulu lebih mudah karena ada Dudu yang jadi duta kenalan nasional. Saya tinggal senyum-senyum di belakangnya. Sekarang anaknya sudah mau kuliah, sudah tidak saya bawa-bawa ikutan event lagi. 

Let me close this blog post with a research finding.

Konon, dibutuhkan waktu sekitar 50 jam untuk mengubah hubungan menjadi pertemanan, dan sekitar 200 jam untuk mengubahnya menjadi pertemanan akrab. Makanya kenapa, menurut saya, pertemanan akrab di komunitas itu lebih memungkinkan untuk dilakukan. Soalnya kita menghabiskan hampir seluruh hari kita di depan handphone, chatting atau scrolling media sosial. Hal-hal remeh seperti komen di blog teman, membalas chat di WAG komunitas atau sekedar kasih reaction tadi adalah tabungan menuju 50 jam pertemanan tadi. 

Belum pernah ketemuan langsung, tapi bisa ngobrol seperti teman lama. Ya begitulah kira-kira rasanya.




No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.