Padahal katanya bikin podcast gampang.
Ada teman saya yang punya podcast hanya dengan monologue iseng yang direkam. Lalu ada juga yang merekam obrolan berdua sahabatnya lalu diupload. Tidak pakai studio, tidak pakai peralatan profesional. Hanya pakai hape. Tanpa di-edit. Jadi, ini saya yang overthinking atau terlalu perfeksionis?
Pernahnya jadi penyiar Radio |
Ketika ada seseorang yang meminta saya jadi project manager buat podcast-nya, saya mencari insight yang lebih serius tentang bagaimana seharusnya kita memulai sebuah podcast. Selain teknis, seperti equipment, ada beberapa hal yang memang perlu diperhatikan.
Misalnya bertanya pada diri sendiri, apa tujuannya bikin podcast?
Apa yang kita mau share? Ada tidak audiencenya? Menjawab pertanyaan ini cukup mudah buat saya dan Dudu. Sama seperti status Facebook yang sering saya tuliskan, atau isi blog ini, podcast kami bisa jadi obrolan seru ibu dan anak tentang isi dunia. Tujuannya tentu saja berbagi, sharing tentang perspektif ibu dan anak. Audience-nya juga sudah pasti ada, karena sudah ada demand-nya. Banyak yang penasaran dan ingin mendengarkan dari sudut pandang anak namun tidak berani bertanya sama anak sendiri.
Setelah yakin bahwa kita mau memulai podcast, waktunya memilih nama.
Bagaimana kalau kita nobody alias bukan siapa-siapa. Nama podcast sebaiknya dicari yang catchy dan bikin orang penasaran namun masih sesuai konsep yang kita tetapkan. Apa niche podcast-mu? Bisnis? Lifestyle? Komedi? Bentuknya apa? Interview atau monologue atau ngobrol bareng co-host. Dari kedua hal tersebut, nama podcast bisa ditemukan. Kalau saya tidak menggunakan nama #DateWithDudu misalnya, mungkin saya akan memberikan nama "Podcast Bareng Anak" atau "Perspective Anak" atau "Oh, Ternyata Begitu" yang merepresentasikan isi podcast saya.
Terus bisa mulai?
Sebenarnya bisa, jika bikin podcast-nya buat happy-happy tanpa beban. Tapi jika ingin membuat podcast jadi sesuatu yang serius dan dimonetisasi, memulai episode nol atau episode pilot ini berarti sudah siap konsisten update episode secara berkala.
Terus bisa mulai?
Sebenarnya bisa, jika bikin podcast-nya buat happy-happy tanpa beban. Tapi jika ingin membuat podcast jadi sesuatu yang serius dan dimonetisasi, memulai episode nol atau episode pilot ini berarti sudah siap konsisten update episode secara berkala.
Ada yang bilang podcast ini mirip sama blog.
Begitu juga dengan marketingnya. Sharing podcast itu ya per-episode. Sama seperti meninggalkan link blog ketika blogwalking atau sharing postingan di komunitas, yang saya share ya yang relevan dengan audience-nya. Sepertinya podcast juga sama. Setiap episode bisa jadi kesan pertama pendengarnya, dan setiap episode bisa di-share secara mandiri ke komunitas berbeda.
Jadi, kendalanya apa buat saya (dan Dudu)?
Yang pertama sekarang adalah waktu. Podcast membutuhkan komitmen berdua untuk bertemu, ngobrol, briefing, latihan dan akhirnya rekaman. Belum lagi kalau ternyata perlu editing, misalnya ada kata-kata kasar, nama orang lain yang tidak sengaja kesebut. Jadi, dibandingkan dengan blog, podcast tentunya membutuhkan investasi waktu yang cukup besar.
To recap apakah Podcast ini medium yang tepat untuk #DateWithDudu? Tujuan sudah ada, nama juga sudah dapat, yang belum tinggal menyediakan waktu untuk planning dan eksekusinya. Jadi, kayaknya belum sekarang deh.
bisa juga pake script mbak kalau mau serius. jadi bikin pertanyaan dan jawaban, dan sesedikit mungkin improvisasi. kalau bisa rekam beberapa eps sekaligus, bisa langsung edit dan tinggal dijadwalkan aja update nya.
ReplyDeletekalau semua udah terencana, bisa editnya sangat sedikit. yang penting emang udah yakin punya waktu buat update berkala