25 February 2019

Melestarikan Bahasa Ibu Dimulai dari Orang Tua

“Nomor tujuhnya ada di atas.”
Weekend kemarin Dudu (hampir 13 tahun) mengarahkan seorang kakek yang kebingungan menekan tombol lift. Si kakek salah menekan angka 5 dan 3 sebelum akhirnya Dudu membantu menekan nomor 7.
“Thank you. Eyes no good.”
Itu yang diucapkan anak si kakek kepada Dudu, meskipun Dudu dari tadi berbicara bahasa Indonesia. Cuma karena muka si Dudu terlihat bule.

“Anaknya bisa Bahasa Indonesia, Bu?”
Saya sering dapat pertanyaan seperti itu, yang terkadang dijawab langsung sama Dudu, “saya bisa Bahasa Indonesia.”


(Baca Juga: Anak saya Bilingual)

Dudu sekolah di international school, di mana bahasa Indonesia hanya digunakan untuk bicara dengan pak supir, satpam atau cleaner sekolah. Mbak dan suster bisa bahasa Inggris, bahkan Mandarin. Semua percakapan di sekolah menggunakan bahasa Inggris. Bahasa Indonesia hanya materi pembelajaran seperti kita belajar bahasa Inggris di sekolah dulu. 

Official Poster UNESCO
ada yang bisa temukan Bahasa Indonesia di situ?
Tanggal 21 Februari kemarin adalah Hari Bahasa Ibu Internasional sesuai ketetapan UNESCO, berdasarkan hari Gerakan Bahasa di Bangladesh yang merupakan perjuangan untuk pengakuan bahasa ibu mereka di dunia. Tujuan dirayakannya Hari Bahasa Ibu Internasional ini adalah mencegah punahnya bahasa-bahasa di dunia karena ketertarikan generasi millenial dalam mempelajari bahasa asing. Selain itu,dunia yang semakin terbuka, dengan internet dan media sosial, membuat bahasa asing jadi semakin penting untuk komunikasi.

Eh, tapi Dudu masuk generasi millenial tidak ya? Well, millenial ini lahir di pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an. Dudu lahir 2006 jadi mungkin masih borderline millenial ya. Yang agak menyedihkan, kalau saya mampir ke sekolah Dudu adalah banyaknya anak yang lebih nyaman menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Padahal mereka semua orang Indonesia, lahir di Indonesia dalam keluarga Indonesia.

Percaya atau tidak, si bule di rumah saya ini bahasa ibu-nya adalah Bahasa Indonesia. Saya pernah beberapa kali curhat soal ini di blog. Bahasa Indonesia Dudu baku, jadi banyak yang menyangka dia sulit berbahasa Indonesia. Padahal itu gara-gara waktu kecil, dia keseringan nonton Spongebob dan Doraemon. Ups. Tapi seiring pergaulan yang banyak menggunakan bahasa asing, saya harus tetap menjaga Bahasa Indonesia agar tidak ‘dilupakan’ oleh generasi anak saya ini.



Pandangan Kita
Terkadang kita sendiri lupa membanggakan bahasa ibu dan melihat bahwa orang yang bisa bahasa Inggris itu keren. “Lihat tuh, Dek, kakak yang itu Bahasa Inggrisnya bagus.” Anak jadi terpengaruh. Meskipun Dudu terlihat ‘bule’, saya tidak pernah mengajarkan bahwa Bahasa Inggris lebih keren. Betul bahwa bahasa Inggris dan Mandarin itu lebih berguna karena bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan banyak orang. Tapi kalo soal keren? Well, Bahasa Indonesia jauh lebih keren.

Dipake Dong
Punya anak lancar bahasa Inggris sering menggoda kita untuk memperlancar bahasa Inggris kita sendiri. Trus, bahasa Indonesia anaknya gimana kalau kita sendiri lebih niat menggunakan bahasa asing? Di rumah, saya selalu menggunakan Bahasa Indonesia. Why? Soalnya saya malas translate. Lebih nyaman dan enak pakai Bahasa Indonesia. Bahkan berkomunikasi dengan teman-teman Dudu yang Bahasa Inggris semua itu, saya pakai Bahasa Indonesia. Biar saja mereka reply pakai Inggris, toh sebenarnya mereka paham cuma malas menggunakannya. 


Sebutkan Alasannya
Kalau ditanya kenapa Dudu bisa bahasa Indonesia, saya selalu jawab karena banyak keluarga saya yang tidak bisa berbahasa Inggris. Kasihan kalau sampai terkendala bahasa untuk ngobrol dengan keluarga. Begitu juga sebaliknya. Waktu Dudu hanya bisa berbahasa Indonesia, saya ngotot mau memasukkan dia ke International School dan les bahasa Inggris supaya bisa berkomunikasi dengan keluarga di Amerika. Saya merasa wajib bisa bahasa Jawa karena orang tua saya lahir di Jawa Tengah dan mereka sering lebih nyaman bicara bahasa Jawa. Alasan valid dan masuk akal biasanya lebih bisa diterima sama generasi millenial yang biasanya lebih kritis juga.

Kalau menurut Dudu?

“Indonesia juga banyak bagus-bagusnya, dan mereka tidak akan bisa tahu itu kalau tidak bisa Bahasa Indonesia.”
Oke dehhh.

5 comments:

  1. Aku jadi inget sama salah satu anak yang ada di variety show The Superman Returns yang ibunya bisa berbagai bahasa. Kebetulan juga orang tuanya beda negara. Jadi si anak malah bisa berbagai bahasa. Bisa ngobrol sama bapak-ibunya, plus keluarga bapak-ibunya. Pas banget sama alasan di atas yang belum tentu semua keluarga bisa ngomong dalam Bahasa Inggris.

    ReplyDelete
  2. Anak-anak di rumah juga aku biasakan menggunakan bahasa Indonesia. Sedih nanti kalau mereka lebih bangga berbahasa asing dibandingkan bahasa aslinya sendiri. Buat aku yang keluarganya memang berbahasa Indonesia semua dan malah mesti bisa berbahasa Jawa, bahasa asing tetap penting juga sih untuk mendukung aktivitas mereka di masa depan. Tapi, nggak akan aku terapkan sebagai bahasa ibu di rumah. Salam sayang buat Dudu, yaaa ...

    ReplyDelete
  3. Memang banyak orang tua sekarang yang menekankan anak harus bisa bahasa Inggris biar keren tapi lupa bahasanya sendiri, saya kagum sama Dudu mba dia sangat bangga kepada Indonesia

    ReplyDelete
  4. Iya sebenernya sih sah sah aja mau ngajarin anak bahasa inggris tapi jangan sampai kayak jadi sombong ngerasa lebih keren bahasa inggris dan bahasa indonesia jadi ngga keren yaa haha.. Yang terpenting adalah bahasa ibu lebih dahulu

    ReplyDelete
  5. Anak millenial sekarang selain lebih cas cis cus ngomong pake bahasa inggris, mereka juga ngomong dengan bahasa gado-gado alias campur-campur (^_^')

    ReplyDelete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.