25 May 2014

Gingersnaps Mom&Me Fun Day

#DateWithDudu  kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Kapan lagi bisa nge-dance dan bikin sandwich sama-sama? “It’s gonna be fun, Mom!” Well, it was indeed a fun Sunday.



Waktu liat acara ini, dengan pendaftaran super gampang (hanya kirim foto dan biodata) saya langsung ikut. Meski sempat agak pesimis dengan seleksi foto, ternyata saya berhasil mendapatkan spot untuk ikutan di hari pertama tanggal 11 Mei. Hurray!

Jadilah hari Minggu itu saya sudah pagi-pagi nongol di Kota Kasablanka untuk ikutan kelas dance di Rockstar Gym. Biasanya nge-dance barengan anak hanya dilakukan di mesin DDR Timezone terdekat haha. Pernah kepengen ikutan kelas yoga bareng anak juga, tapi belum menemukan kelas yang pas. Eh, kebetulan ada ini. Jadilah kita nge-dance bareng pake lagu Hi-5 yang entah judulnya apa itu haha. Soalnya kita ngga nonton Hi-5. Yang jelas berulang kali teriak “What a surprise!” dan Andrew senang banget meskipun gerakan dia (dan saya) ngga pernah sesuai sama instrukturnya. Yang penting kita nge-dance bareng.



It’s a bonus when he was called up as one of the best dancers.

Udah capek nge-dance yang paling pas adalah makan dong. So, session number 2 was making a sandwich with Yo! Panino. Andrew was so excited with sandwich creation that he drew a sketch the night before. Then it turned out not making the roti tawar kind, but using a real panini! Another surprise for him. Adding smoked chicken, cheese, vegetables and sauces, we decorated the panini with heart-shaped drawing on top, adding two wings on the side with the (super delicious) nachos.



Secretly adding Yo! Panino to the list of restaurants to visit with Andrew next time we have a date.

We were done by mid-day, two simple activities that made us a lot happier. Wish we could find things like this to do some other weekends. Seperti lagu Hi-5, Gingersnaps Mom&Me Fun Day was truly a pleasant surprise!

18 May 2014

Kisah Anak Penurut

Beberapa waktu lalu saya ikutan jajak pendapat di Majalah Sang Buah Hati tentang tips membuat anak menjad penurut. Ternyata pendapat saya terpilih menjadi yang dapat langganan majalah 6 bulan. Horeee...

Horee Masuk Majalah!
Membaca pendapat para ibu-ibu lainnya, saya jadi tahu perspektif orang tua lain tentang anak penurut. Ada Ibu yang menekankan pentingnya ridho/restu seorang ibu dalam semua kegiatan si anak. Tanpa ridho/restu Ibu, anak tidak akan berhasil. Untuk itu anak perlu menjadi penurut agar mendapatkan restu/ridho ibunya. Well, ini sedikit mengejutkan buat saya karena berbeda dengan yang diajarkan orang tua saya. Papa saya selalu bilang “terserah kamu, pokoknya Papa ngga mau ntar sudah meninggal, kamu maki-maki Papa sama Mama di kuburan karena sudah membuat hidup kamu susah dengan memaksa mengikuti keinginan orang tua.”

Sementara anak saya pernah protes dengan membalik pernyataan tersebut: “Kalau Mama ngga dukung aku, berarti Mama ngga sayang aku.” Dan (jreng jreng) rupanya ada juga ibu yang menggunakan cara anak saya untuk mendapatkan anak penurut. Ada ibu yang memberitahukan konsekuensi pembangkangan anak. Tentunya dengan nada agak mengancam... dan saya ngga munafik, kadang pakai cara ini juga kalau malas mikir. Akhir-akhir ini anak saya yang punya naluri “untung-rugi” (kalo untung dikerjain, kalo rugi dia ogah) sudah bisa berpikir dan menimbang-nimbang sendiri. Jadi saya ngga perlu pusing bilang “Kalau kamu ngga mandi ntar bau trus ngga ada cewek mau deketin kamu....” dia sudah ngeh sendiri.

Terus apa dong arti anak penurut buat saya?

Well, yang jelas saya ngga mau anak penurut. Saya mau anak melakukan apa yang menurut dia baik, dan dia harus sadar sendiri melakukan hal tersebut. Bukan karena takut ngga dapat restu ibu, bukan karena takut dimarahi guru, dan bukan karena takut bikin Mama sedih. Saya mau dia melakukan sesuatu hal untuk dirinya sendiri, bukan karena orang lain (termasuk orang tua).

Apa saya salah?

Ngga tau. Yang namanya gaya parenting itu kan (buat saya) ngga ada salah ngga ada bener. Sama kayak 1001 cara bikin nasi goreng. Mau tambah sosis, kalo anaknya ngga suka sosis kan jadi ngga enak. Jadi semuanya tergantung cocok-cocokan aja sama style saya dan style anak saya. Kayak pakai hak tinggi, cantik dan bikin kaki jenjang, tapi kalau ngga bisa jalan ya mendingan ngga usah dipake. Cara saya belum tentu pas buat keluarga lain dan sebaliknya, cara yang efektif buat keluarga lain belum tentu cocok diterapkan buat si Dudu.
Jadi saya suruh si Dudu baca pendapat saya di atas tadi. Dia baca sambil ketawa-ketawa. “Oh, jadi begini caranya Mama membuat aku jadi penurut? Apakah ada cara untuk menangkal cara Mama ini?”
Kasih tau ngga ya? HAHAHAHAHA


10 May 2014

Wajah Bermain Yang Menginspirasi

Mendengar tentang #KidsToday Project dari website The Urban Mama, saya kemudian menemukan satu entry yang berisikan tentang wajah bermain.

Apa itu wajah bermain?
Coba cek video di bawah ini...



Well, pernahkah Anda memperhatikan perubahan expresi wajah anak Anda ketika dia bermain? Saya sering. Pancaran rasa senang dan bahagia yang muncul ketika kita bermain di akhir pekan menjadi reward tersendiri bagi saya yang sudah bekerja dari hari Senin-Jumat.

Wajah bermain anak saya seperti ini:

Saya paling sedang foto dia pas bermain
The Playground Project

Melihat anak saya senang bermain, challenge terbesar saya adalah menemukan tempat bermain yang tepat untuk anak saya. Jaman dulu saya masih berlarian ke luar, main sepeda di komplek sambil petik bunga, main karet main bekel di halaman… sekarang? Saya tinggal di apartment sempit di tengah kota yang “halaman rumah”nya adalah space kosong di atrium Mall terdekat. Trus gimana?

Awal 2014 yang lalu saya membuat goal pribadi yang diberi nama The Playground Project. Setiap libur, saya mencoba membawa anak saya keluar rumah dan bermain. Entah itu sekedar indoor playground di mall atau aktivitas ibu dan anak yang simple tapi seru seperti berolahraga bersama. Foto-foto tempat kami bermain atau “playground” saya kumpulkan dalam satu album tersendiri bernama “The World Playground.” Misi saya adalah menambahkan gambar sebanyak-banyaknya foto tempat bermain ke dalam album tersebut, yang berarti Andrew harus bermain setiap minggu.

Kenapa bermain itu penting? Karena ‘bermain’ berarti spending mom-and-me time yang sangat langka karena kami sama-sama sibuk. Pernah saya bela-belain pulang cepat dari kantor, eh si Andrew ternyata ada jadwal les dan dia belum pulang sampai menjelang waktu tidur. Sia-sia deh. Bermain juga memberikan kesempatan buat kami untuk saling mengenal dan menjadi sahabat.

Namun, terkadang sulit melangkahkan kaki menantang jalanan di Jakarta. Saya dan Andrew yang sudah lelah dengan kegiatan kami pada hari biasa, sering malas keluar rumah pada akhir pekan. Kalau sudah begitu, solusinya adalah bermain di rumah. Sejak kecil Andrew suka menggambar dan corat-coret. Spidol, cat air, dan semua yang berwarna sudah menjadi teman akrabnya.


Boleh kotor itu MENYENANGKAN!
Tambah besar, mainannya bertambah jadi ada pewarna makanan dan benda-benda lain yang digunakan untuk “percobaan”. Andrew yang menyukai science sering membuat experiment di rumah, dengan resiko saya pusing membersihkan kotoran yang tercipta akibat experimentnya itu. Kata “tumpah,” “kotor”, “jadi item deh,” adalah kata-kata yang sering terdengar ketika saya dan Andrew memilih untuk bermain di rumah.

Tidak jarang juga terdengar kalimat begini: “Maaf ya Ma, bedaknya tumpah. Aku ambil lap deh.”

Tapi ya namanya juga belajar, jadi boleh kotor dong. Yang penting saya ngga sia-sia mengelap coretan dia.
Setuju?

08 May 2014

Andrew dan Kesibukannya

Hi, my name is Andrew, I’m 7 years old and here’s how my day goes by…
“Aku harus tidur jam 9 malam, lalu bangun jam 6 pagi. Habis itu 1 jam bersiap-siap lalu pergi ke sekolah. Jam 2 aku pulang dari sekolah. Sampai di rumah jam 2.45 lalu menghabisi waktu dengan nonton TV sampai TVnya selesai. Aku punya 30 menit untuk mengerjakan PR. Setelah itu aku bisa nonton TV sampai malam. Kalau hari Senin aku ada Les Mandarin. Hari Jumat aku ada latihan Wushu. ”
Ya seperti di video berikut:



Jadi terjadilah percakapan sebagai berikut:


Menurut kamu, kamu sibuk ngga?

“Sedikit. Yang aku paling sukai dari hariku adalah jika ngga ada homework sih biasanya aku main. Menurutku aku tidak kekurangan waktu untuk bermain karena jika filmnya membosankan, aku bisa bermain.”

Kalau menurut Mama, kamu sibuk sekali lho! 


Awalnya saya (yang benci banget sama yang namanya sekolah ini) shock, bused padat amat jadwalnya. Setiap malam dia belajar, setiap pagi dia bangun pagi untuk siap-siap sekolah sambil mengulang hafalan untuk test spelling hari itu. Setiap hari ada homework, setiap hari ada test spelling Bahasa Inggris, Indonesia dan Mandarin. Ntar by the time dia SMP apa dia ngga eneg belajar? Lagipula kalo sekarang dia belajar melulu kapan dia main-nya?

“Ini lagi main.” Katanya cuek sambil menunjuk android dan game zombie-nya.

Padahal main yang saya maksud bukan duduk di pojokan sambil pegang segenggam gadget.

“Oh, main sama teman-teman? Iya suka kok di sekolah kan aku paling suka pas lunchtime soalnya aku bisa bermain sama teman-teman.”

Kamu suka sekolah?

“Mama kan sudah tau jawabannya. Aku tidak suka sekolah. Aku harus menunggu 5 jam, dari pagi sampai siang baru aku bisa pulang. Tapi ya aku pasrah saja. Sekolah kan harus. Kalau aku bolos tanpa alasan aku akan jadi anak pemalas. Jadi aku tidak mau jadi pemalas. Tapi yang namanya jalan hidup ya harus dijalani kan?”

Karena kesibukannya, anak saya jadi dewasa lebih cepat. Meskipun buat saya ini hebat, anak 7 tahun sudah tahu jadwal dan disiplin melaksanakan jadwal yang sudah dibuatnya. Tapi kalau melihat dia konsisten belajar dan disiplin sekolah, kok dia jadi seperti orang kantoran yang takut terlambat masuk kerja?

#KidsToday Project mengingatkan orang tua bahwa anak sekarang hidup di jaman berbeda dari jaman kita dulu. Dulu saya pulang jam 2 baru setelah SMA, sekarang anak saya SD pulang jam 3 kalau ada pelajaran tambahan.

Foto: Website Kids Today by Rinso
Mengambil ide #KidsToday project untuk menciptakan anak yang seimbang, saya membuat satu keputusan: Sabtu-Minggu adalah hari “pacaran” kami berdua yang tidak boleh diganggu gugat. Setiap akhir pekan kami akan pergi keluar rumah untuk melakukan sesuatu yang baru. Bisa di mall, mencoba restoran dan makanan baru. Bisa di playground dan bertemu teman baru. Bisa di pasar dan museum untuk belajar hal baru. Pokoknya kami akan melupakan kesibukan sekolah dan ‘bermain’ sepuasnya.


Kegiatan akhir pekan bersama si Andrew
Tapi kalau dibuat jadi rutin gimana? Sekolah lebih sebentar dan bermain lebih lama?
“Tidak masalah. Tapi aku kan sudah SD. Sekolah yang hanya sebentar gitu kan hanya untuk anak TK.”
Anak sekarang memang beda.

03 May 2014

Ketika Harapan Orang Tua Tinggal Harapan…

(lanjutan dari post sebelumnya)

Melanjutkan ke pertanyaan berikutnya dalam daftar polling Nakita, ada dua poin yang saya rasa bisa digabung menjadi satu blog entry: Bagaimana jika kelakuan anak tidak sesuai harapan kita?
1. Selama anak tumbuh dan berkembang, apa saja yang tidak sesuai dengan harapan Anda dan bagaimana menghadapinya? Misal, anak sulit diatur, malas beribadah, sulit didisiplinkan, dll.
2. Ketika anak tidak mau diatur, apa yang orangtua lakukan?

Loh, tadi katanya santai, berarti anak ngga mau diatur ngga apa-apa dong? … AHAHAHAHAHA benar sekali. Lha tapi ntar blog postingnya sampe di sini saja.

Kalo ada yang mau lanjut baca silahkan ya.


Hai, nama saya Andrew
Ketika anak ‘membantah’ berarti anak punya sudut pandang sendiri. Dan cara berpikir bahwa anak tidak tahu apa-apa dan orang tua pasti benar itu sudah saya buang jauh-jauh ke laut. Sekarang adalah jaman dimana anak TK sudah harus bisa baca dan anak yang belum bisa baca pun sudah main iPad. Anak saya yang kelas 2 SD sudah bisa 3 bahasa dan jalan-jalan ke luar negeri… well, you got the point.

Tapi gimana dengan hal-hal kecil seperti mandi, sikat gigi, cuci tangan dan sebagainya? Kalo si Andrew tidak mau diatur, apa yang akan saya lakukan? Saya gunakan teknik negosiasi. Jadi percakapan yang terjadi adalah seperti ini

Mama: Dudu mandi!
Dudu: Kenapa harus mandi Ma?

Mama: Ntar kamu bau, ga ada yang mau dekat-dekat loh.
Dudu: Airnya dingin Ma
Mama: Pake air panas
Dudu: Kata Mama air panas mahal
Mama: Murah kalo dibandingin energi Mama nyuruh kamu mandi.
Dudu: Tapi Ma…
Mama: Jadi, kamu mau mandi doang apa pake keramas?
Dudu: Ya udah aku mandi deh.

Since saya tahu anak saya selalu mengutamakan untung rugi maka negosiasi adalah cara yang paling efektif. Selain tidak buang-buang energy saya buat marah atau mengancam, anak juga jadi merasa dihargai dan didengar pendapatnya. Kalau anak didengar pendapatnya dia juga akan mendengarkan masukan kita sebagai orang tua. Win-win solution deh.


EPILOG...

Trus anak saya diam-diam baca entry ini dan ngomel. Jadi saya tanya balik, kalau dia jadi orang tua, dia akan melakukan apa? “Aku akan memberikan jawaban yang bagus dan berbohong untuk anaknya agar melakukan itu. Ketika anak bilang ‘aku tidak mau lakukan itu’, aku akan bilang ‘blablablabla kamu harus lakukan itu.”

Lah. Jadi kamu tau dong Du, orang dewasa suka bohongin anak kecil?
“Ya tau dong, Ma. Itu kan ideku.”
Eaaaa…
Eh, tapi ini hanya berlaku untuk anak yang lebih besar ya. Jangan dicoba sama batita.

01 May 2014

Ketika Orang Tua Boleh Berharap…

Saat mempir ke FB Tabloid Nakita beberapa waktu yang lalu, ada polling tentang “gaya pengasuhan anak”. Karena harus jawab di kolom komentar, saya jadi ngga bisa jawab panjang, padahal pertanyaan yang diajukan cukup menggelitik dan membuat saya berpikir tentang harapan dan peran saya dalam kehidupan anak.
Ketika ingin punya anak, apa yang orangtua harapkan dari anak? Misal, ingin anak baik/saleh, berbakti, taat, dsb. jelaskan alasannya?

Pertanyaan ini tricky. Saya beberapa kali melihat majalah dan tabloid membahas/melempar pertanyaan tentang anak penurut ke forum. Banyak yang jawab ingin anak saleh dan berbakti. Anak yang taat pada orang tua dan takut akan Tuhan.

Banyak orang tua berharap anak bisa 100% mendengarkan apa kata orang tua. Sampai ada yang bilang “kalau tidak di-ridhoi orang tua mana mungkin anak berhasil.” Saya adalah Mama dari seorang putra, tapi saya juga anak dari kedua orang tua saya… saya tau rasanya jadi anak, sudah pernah berontak dan mempertahankan idealisme yang saya tahu orang tua saya ngga mungkin ridho-in.

Tapi saya jadi belajar dari sikap orang tua saya ngadepin saya yang super nekat ini bahwa… orang tua boleh berharap, boleh memutuskan ridho apa tidak ridho, boleh ngotot mau mengatur anak sampe ke detail pakaian dan make-up (saya ini ibu lomba soalnya hahaha), tapi anak akan berjalan sendiri dan ada kalanya ridho kita ngga ngefek banyak. Seperti kemarin pas ikut semifinalis Gading Model Search. Saya sibuk dandanin anak dan mempersiapkan segala sesuatunya. Tapi saat di panggung dan dinilai juri, saya ngga bisa ikut campur. Saat berjalan ke backstage trus sepatu dia sol-nya copot, saya juga ngga bisa bantu apa-apa selain nunggu di backstage dan bilang “ngga apa-apa” padahal saya tahu dia udah malu banget. Ridho saya ternyata ngga mencegah sepatu copot di atas catwalk tuh.


Aksi Andrew di panggung
Hore masuk finalis!
Dan kalau dia akhirnya masuk final (despite insiden sepatu copot itu), apa itu karena ridho saya? Yang jalan dia, yang pake baju dia, yang pose dia, yang harus mengatasi sepatunya copot juga dia. Saya “hanya” keluar duit modalin beli baju dan kamera buat foto-foto. Yang kelak menjalani hidup adalah si anak… jadi jangan sampai harapan saya menghalangi anak saya menjalani hidupnya sendiri.

Kembali ke pertanyaan tadi… apa yang orang tua harapkan dari anak?

Saya mau anak saya menjadi dirinya sendiri namun bisa menempatkan dan membawa dirinya di masyarakat. Itu aja. Baik, saleh, berbakti dan taat-nya disesuaikan saja dengan situasi dan kondisi yang ada yang penting dia bisa menikmati hidupnya tanpa menyesali banyak hal termasuk menyesali saya sebagai orang tuanya.

Well, saya emang santai.


(Berlanjut ke post berikutnya)

Cerita Andrew Jadi Wakil Spiderman

“I love Spiderman because he’s amazing.”

Itu jawaban pertama Andrew ketika saya tanya kenapa Spiderman jadi idolanya. Jadi ketika majalah XYKids membuat edisi khusus Spiderman dan kuis jadi Wakil Spiderman, Andrew langsung daftar! 


That’s how Andrew (without Garfield) became Spidey’s representatives during its Indonesian Premiere at Gandaria City IMAX on April 29th.Waktu ditelepon sama pihak XYKids, saya sudah bertekad BISA. Hari biasa, Bu. BISA. Malam loh, Bu. BISA. Pokoknya BISA hahaha. Sebenarnya ini ambisi si Mama apa anaknya ya? Tapi begitu saya sampaikan ke Andrew dia juga langsung heboh. “Jadi… aku dapat kostum Spiderman, Ma? Aku jadi wakil Spiderman? Asyikkkk.”


Para Wakil Spiderman di Premier
Foto bersama crew XYKids!
Tanggal yang dinanti tiba. Andrew dapat kostum bersama dengan 5 anak lainnya. Sesorean dia lompat-lompat dari ujung lobi XXI ke ujung satunya dengan kostum Spiderman. Foto bersama crew XYKids dan tepat sebelum film dimulai para perwakilan ini maju ke depan untuk ngobrol-ngobrol dengan MC dan dapat goody bag. Ini lho isi goodybagnya yang bikin Andrew heboh besok paginya.
Isi goody bag dari XYKids! dan Sony banyak banget!
Entah nasib entah apa… nama asli si Dudu itu Andrew. Jadi tiap ditanya namanya, terdengar orang-orang komentar hahaha. 

The Second Story of Spidey

The Amazing Spiderman 2 menceritakan bagaimana Peter Parker maju mundur soal hubungannya dengan Gwen Stacey dan perjuangannya mengungkap masa lalu orang tuanya. Banyak yang dijelaskan di film ini… terlalu banyak malah. Seperti mind map yang dibuat Peter Parker di kamarnya, film The Amazing Spiderman 2 memiliki (terlalu) banyak focus: (1) Hubungan Peter dan Gwen, (2) Nasib orang tua Peter, riset tentang laba-laba mutant dan Oscorp, (3) Hubungan Spiderman dengan masyarakat… karena tidak seperti Batman dan Superman, Spiderman ini cenderung misterius dan sendirian, (4) Memerangi musuh yang beraneka ragam (total ada 4) dan (5) Hubungan Peter dan sahabat lamanya Harry Osborne yang pulang ketika sang ayah meninggal dunia.


Terus apa yang paling diingat Andrew Garfield… eh maksud saya Andrew Dudu tentang Spiderman 2?

“Electro adalah seseorang bernama Max Dillon yang berusaha memperbaiki aliran listrik yang rusak. Dia jatuh dan tercemplung ke kolam belut listrik. Habis itu dia berubah jadi Electro. Yang paling aku ingat ya itu… habis dia berubah jadi batu pasir, batu pasirnya pecah dan dia berubah jadi biru-biru manusia listrik. Spiderman harus melawan Electro pakai baterai.”

Musuh yang lainnya?

The Rhino
“Ada the Rhino dan Green Goblin juga, Ma. Musuh favorit aku adalah The Rhino karena di awal cerita orangnya celananya melorot. HAHAHAHAHAHA.”

Dan muncul pertanyaan… “Kenapa semuanya berawal dari Oscorp, Ma? Semuanya mendapatkan kekuatan dari Oscorp.” Nah loh.


Terlepas dari bagus tidaknya film Spiderman yang kedua ini, pengalaman Andrew jadi extra special karena dia berkesempatan jadi wakil Spiderman. Thanks to XYKids Magazine for the once in a lifetime chance.

Andrew Paundra dan Andrew Garfield