Yah, pamerannya sih bagus, tergantung kitanya cari apa.
Jawabannya standard. Tapi memang begitu soalnya pameran ini sebenarnya memenuhi ekspektasi pencinta dan pencari buku. Mau buku anak ada. Buku islam ada. Buku bahasa Inggris ada. Buku mainstream ada. Buku teenlit ada. Sampai buku-buku bekas bahasa asing pun ada. Yang terakhir itulah yang mendorong saya mampir ke Indonesia International Book Fair pagi-pagi di hari Sabtu.
Masuknya gratis. Dan banyak “harta karun” yang kita temukan di sana. Di lobby utama kita disambut oleh robot berbentuk IIBF dan booth KPK yang menawarkan banyak buku gratis tentang anti-korupsi. KPK ini sekarang rajin reach out ke anak-anak. Terbukti selain di luar, booth KPK di dalam juga dipenuhi aktivitas seperti dongeng dan lomba foto. Ada banyak board game yang dipajang, semuanya mengajarkan kejujuran dan anti-korupsi. Sebenarnya Dudu kepengen beli, tapi pas kami sampai di sana, boothnya sedang penuh karena ada acara dongeng anak-anak. Yang ada, Dudu jadi mengambil brosur tentang gratifikasi.
Aneka booth yang ada di IIBF, mulai dari buku edukasi anak sampai diskon buku fiksi |
Jadi kepikiran untuk kembali lagi hahaha.
Menyeberang ke sisi sebelah kiri pintu masuk, kami menemukan booth Gramedia yang dibangun mirip toko buku, lalu ada booth Kinokuniya dan penerbit Haru yang ramai oleh anak remaja. Banyak booth buku islam dan perpustakaan daerah di sini. Sayangnya yang DKI masih ditutup kain ketika kami datang, jadi kami hanya mampir ke booth Perpustakan Nasional yang menyediakan laptop bagi mereka yang ingin mendaftar jadi anggota. Lalu ada pojok editor yang menyediakan meja bagi para pemilik naskah untuk langsung bertemu dengan editor penerbitan.
Dongeng di booth KPK |
Penampilan DS Vida |
Perpustakaan Nasional dan pendaftaran onlinenya |
Di depan booth Grameedia yang seperti toko buku |
Yang paling diingat Dudu adalah penampilan Artis Malaysia DS Vida alias Dato’ Seri Dr. Hajah Vida yang meluncurkan buku sekaligus menyanyikan singlenya I Am Me di panggung utama. Lirik lagunya memang membuat kita mengernyitkan dahi, tapi musiknya catchy dan menyenangkan. Saya jadi browsing tentang milyuner Malaysia, yang kalau di media negara asalnya dikenal dengan Dr. Vida ini.
Bicara soal penampilan di panggung, berkeliling area pameran, saya sering terjebak diantara dua acara di panggung berbeda. Selain panggung utama dan panggung lobby di luar, ada beberapa booth besar yang boleh mengadakan talkshow dan acara sendiri seperti dongeng KPK dan bincang-bincang bersama penulis. Acara-acara tersebut diadakan terlalu mepet jedanya dan membuat suasana jadi bising dan membingungkan karena sound-nya tumpang tindih di beberapa titik. Tapi karena misi kita hanya cari buku, jadi ya tidak masalah.
Bicara soal penampilan di panggung, berkeliling area pameran, saya sering terjebak diantara dua acara di panggung berbeda. Selain panggung utama dan panggung lobby di luar, ada beberapa booth besar yang boleh mengadakan talkshow dan acara sendiri seperti dongeng KPK dan bincang-bincang bersama penulis. Acara-acara tersebut diadakan terlalu mepet jedanya dan membuat suasana jadi bising dan membingungkan karena sound-nya tumpang tindih di beberapa titik. Tapi karena misi kita hanya cari buku, jadi ya tidak masalah.
Pameran buku beda dengan booksale.
Dudu: Nggak cuma buku yang ada di sana. Ada mainan juga.
Mama: Apa lagi?
Dudu: Buku-bukunya nggak ditinggalkan di meja lalu kita ambil semua baru bayar di terakhirnya. Tapi kita ambil buku-bukunya dan kita bayar langsung.
Mama: Menurut kamu lebih seru mana?
Dudu: Lebih seru booksale karena pilihan bukunya lebih banyak.
Tapi Mamanya lebih suka yang ini karena lebih beragam, dan, well, there’s always something about book fair yang membuat buku jadi lebih dari sekedar “barang jualan”.
Cerita tersisa dari GBK
Ketika datang pagi-pagi, saya kira parkirannya masih kosong. Ternyata full karena GBK sedang renovasi dan ada banyak bus sekolahan yang satu pikiran dengan kami untuk datang di jam 9. Dan karena agak seram dengan tukang parkir yang kelewat agresif, saya akhinya keluar lagi dan parkir di Hotel Sultan. Dari dulu saya takut sama tukang parkir di GBK yang minta uang tambahan begitu kita turun mobil, soalnya pernah diancam. Jadi kalau terlalu ramai, dan saya harus jalan jauh anyway, saya memilih parkir di luar GBK. Yang penting kan tujuannya ke pameran di JCC tercapai.
Kontras dengan parkiran yang cenderung semerawut, tempat makan di samping JCC sudah jauh lebih baik. Meskipun tanpa AC, tapi suasananya sudah seperti food court atau kantin karyawan. Jadi ketika cafe di JCC penuh di jam makan siang, saya mengajak Dudu makan di "pinggir jalan." Sudah bisa ditebak bahwa anak yang hobi makan nasi uduk Lele ini langsung suka nasi goreng sosis bakso yang harganya hanya 20rb/porsi itu. Meskipun sistem pemesanannya agak kurang praktis karena tidak bisa menggabungkan bon dari kios berbeda, tapi saya suka makan di sana karena bersih.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.