18 August 2017

Bahasa Baku Si Dudu di Training Dubbing dan Voice Over

Familiar dengan Bahasa Indonesia super baku ala film kartun dubbingan? Yes, saya mendengar itu setiap hari dari si Dudu yang kalau berbicara pakai “saya” dan tata Bahasa yang baik dan benar. Semua itu terjadi bukan karena Dudu tidak bisa Bahasa Indonesia seperti yang dikira semua orang selama ini. Tapi karena anaknya belajar bicara bersama Spongebob dan Doraemon di TV. Kita semua tahu kalau anak kecil adalah peniru yang ulung.

Contohnya seperti ini: “Mama ayo bangun. Aku tidak mau tahu kalau Mama jadi terlambat bekerja karena tidak bangun-bangun juga.”



Bahasa Indonesia itu Bahasa pertama si Dudu kok. Dia native speaker Indonesia meskipun sekarang lebih banyak berbicara dan mensulih suarakan cerita action figurenya dalam Bahasa Inggris.

Pendek cerita, poster In House Training Blogger Reporter ID muncul di timeline social media saya. Temanya Dubbing dan Voice Over Bersama Kak Agus Nurhasan yang mengisi suara Suneo di Doraemon (2006 – 2008) dan Pria Bertopi Kuning di Curious George. Ikutan Training BRID ini ada perjuangannya sendiri. Mulai dari request approval untuk bergabung BRID yang ternyata masih digantung (maaf ya, saya memang jarang share link blog di FB karena di sana banyak sanak saudara dan teman masa lalu hahaha) hingga lokasi yang tidak familiar.



In House Traning BRID ini diadakan tanggal 12 Agustus kemarin di Wisma Riat (Rumah Internet Atmanto) di Pengadegan Utara. Secara lokasi dekat dengan Stasiun Cawang, tapi karena saya menyetir sendiri, GPS mengarahkan saya ke ujung Pengadegan yang lain. Ketika pulang baru tahu ternyata lokasinya hanya 5 menit dari Stasiun Cawang. Positifnya, saya jadi menambah satu daerah jajahan lagi. Terlambat 30 menit dari janji hadir jam 9, saya dan Dudu semangat mengikuti workshop, sharing dan training yang juga disponsori oleh Gogobli ini.

Wisma Riat sendiri adalah sebuah rumah sederhana yang memiliki misi luar biasa. Didirikan oleh Amy Atmanto dan suami, rumah ini mengenalkan makna teknologi, terutama untuk kaum disabilitas. Karena itulah, menurut Amy, dirinya sangat mendukung pelatihan-pelatihan serperti yang diadakan oleh BRID ini.

Lalu, bagaimana menjadi seorang dubber? Menurut Kak Agus Nurhasan, semua itu dimulai dari modal suara. Kalau sudah punya modal suara, kita tinggal mencari komunitas dan belajar lebih lanjut. “Menjadi dubber yang utama adalah penghayatan. Suaranya tidak harus cantik atau ganteng yang penting sesuai. Misalnya untuk karakter seperti Suneo, harus mencari yang suaranya mengejek,” kata Kak Agus Nurhasan, sambil mencontohkan perbedaan suara Suneo dan Pria Bertopi Kuning. Dan untuk mencari jenis suara itu, kita harus rajin-rajin berlatih dan mencari karakter suara yang cocok. Langkah selanjutnya adalah mencari studio dan tempat berlatih sambil membangun network karena banyak audisi dubber yang diadakan secara tertutup.

Sayangnya banyak dubber bagus yang berguguran di tengah jalan karena tidak mudah menjadi seorang dubber terkenal yang banyak dicari orang dan memiliki penghasilan tetap. Perjalanannya panjang, jadi dubber yang berhasil pun belum tentu yang terbaik di kelas dan komunitasnya. Saran Kak Agus, kalau ingin jadi dubber sebaiknya memang punya passion di bidang itu jadi tidak menyerah di tengah jalan.

Dudu paling semangat ikutan praktek sulih suara yang diadakan di akhir workshop, meskipun hanya mendapatkan peran kecil sebagai anak bungsu di tengah konflik keluarga. Yang pertama kita pelajari di workshop ini adalah power alias tenaga atau bobot. Di awal workshop kita berlatih mengeluarkan suara vocal, yang kata Dudu mirip dengan latihan yang dilakukannya pada saat ikut choir sekolah. Lalu kita belajar artikulasi. “Kalau artikulasi jelas, kita juga jadi berwibawa,” jelas Kak Agus Nurhasan. Artikulasi ini jadi tantangan tersendiri buat saya dan Dudu yang kalau bicara lebih sering cepat dan akhirnya tidak jelas. Tempo suara juga harus diatur. Misalnya kalau sedang marah, kita bisa bicara cepat. Atau kalau sedang memerankan orang tua, kita bisa bicara lebih lambat dan hati-hati.

Ini maksudnya sih senam wajah latihan AIUEO
  

Praktek jadi dubber di akhir workshop
Wajah gembira para pemenang dubbing terbaik
Untuk sulih suara dari serial berbahasa asing ada beberapa peraturan yang perlu diperhatikan: 

  • Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena program yang ditayangkan adalah untuk seluruh Indonesia. Tapi, meskipun bahasanya baku, intonasinya harus seperti percakapan sehari-hari. 
  • Tetap menggunakan intonasi bahasa Indonesia dan sebisa mungkin tidak terpengaruh intonasi bahasa aslinya. Misal untuk telenovela, sebaiknya jangan sampai mengucapkan kalimat Bahasa Indonesia dengan intonasi bahasa Spanyol. Atau coba bayangkan kalimat Bahasa Indonesia yang diucapkan Doraemon menggunakan nada aslinya dalam bahasa Jepang. Kan aneh kedengarannya. Intonasi ini bisa merubah arti.
  • Menyesuaikan gerakan bibir dengan kalimat yang diucapkan adalah teknik tingkat tinggi. Kata Kak Agus Nurhasan, seorang dubber sebaiknya bisa mengatur kalimat yang telah dibuat oleh translator. “Misalnya ketika syuting VO atau Dubbing, ternyata kalimatnya kepanjangan atau kurang pas, kita harus bisa mengatur ulang kalimatnya.”
Tantangan terbesar seorang dubber adalah bagaimana memerankan tokoh yang asing dan mengalami kejadian yang tidak pernah kita alami. Misalnya menjadi seorang penjual di pasar, atau tokoh-tokoh seperti di film kartun yang kebanyakan adalah cerita fantasi. Kan kita tidak punya kucing seperti Doraemon atau monyet seperti George. “Rahasianya adalah observasi. Melihat di sekitaran misalnya perasaan orang yang berjualan di pasar atau tukan ojek online yang kita tumpangi,” saran Kak Agus Nurhasan. Seorag dubber harus bisa melihat, mendengar, membaca dan merasakan dalam satu waktu.

Terdengar sulit?

Well, ketika saya tanyakan ke Dudu, apakah dia mau mencoba menjadi seorang dubber, jawabannya hanya “mungkin bisa dicoba.” Kalau menurut Kak Agus Nurhasan, dubber di Indonesia sedang krisis regenerasi. Pengisi suara sekarang ini rata-rata berusia 30-40an dan jarang ada dubber muda yang siap menggantikan mereka. Alasannya ya itu, jalan menjadi dubber seringkali berliku dan penuh perjuangan sehingga banyak yang menyerah di tengah jalan.

BRID, Ibu Amy Atmanto dan Kak Agus Nurhasan
Sebagian isi goody bag dari Gogobli, banyak brand yang familiar kan?
Untung hari itu, saya dan Dudu tidak menyerah di tengah jalan meskipun perjalanan ke Pengadegan termasuk salah satu perjalanan nge-date paling rumit. Jadi kita bisa ketemu Kak Agus Nurhasan, mendapatkan ilmu dubbing dan dapat goody bag dari Gogobli. Buat yang belum kenalan sama toko online yang satu ini, silahkan diintip Gogobli yang ada di bidang kesehatan dan kecantikan sejak tahun 2011. Jangan khawatir belanja di sini karena Gogobli ini terpercaya, dan selalu menjaga kualitas produk yang dijual termasuk memperhatikan apakah produk tersebut sudah didaftarakan di BPOM. Banyak brand yang familiar, yang memang kita gunakan sehari-hari, ada dijual di Gogobli. Contohnya seperti yang ada di “oleh-oleh” acara kemarin itu.

Jarang-jarang kita bisa ikutan workshop berdua dengan topic yang bisa dibahas bersama. Date With Dudu yang begini memang lebih seru dan bisa dapat ilmu baru. Besok belajar apa lagi ya?

8 comments:

  1. Seru bangeeet mba... Bisa belajar dubbing. Enaknya jd blogger gitu yaa... Bisa banyak tau hal baru

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener banget. Ini kalau ngga gara2 blogging ngga bakalan kenal dubbing.

      Delete
  2. Wah Dudu sebentar lagi mencoba belajar dubber ya, thanks for sharing Mom

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih, dianya sudah menanyakan. Semoga ada kesempatan ntar habis UTS.

      Delete
  3. Wow, belajar dubbing yang menyenangkan. Saya jadi tertarik. Semoga ada regenerasi dunia dubbing dengan memperlihatkan adanya peluang terbuka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga ya. Sayang kan kalau tidak ada regenerasi. :)

      Delete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.