Well, saya senang ternyata saya tidak sendirian. Haha.
Lalu saya galau lagi, travel blog yang saya belikan domain berbayar itu maunya pakai bahasa Inggris. Tapi gimana ya? Kan pembaca saya juga kebanyakan orang Indonesia. Entah bagaimana, Prue, begitu biasanya travel blogger yang satu ini dipanggil, juga memberikan jawabannya. “Dengan menjadi spesifik, kita harus tahu apa yang kita lepaskan,” begitu katanya, tapi dengan tambahan yang melegakan hati karena kita juga mendapatkan something in return. “Blogging tentang traveling adalah berbagi kesenangan. Kalau kita berhasil membuat orang lain pergi itu juga berbagi kesenangan.”
Tapi, berbagi kesenangan juga bukan berarti asal cerita. Harus ada manfaatnya bagi orang lain. Karena itulah, Sabtu pagi kemarin saya duduk manis mendengarkan cerita Prue tentang travel writing. Where to start, what to do and how to make the most out of your journey. Who knows, you learn a new knowledge everytime.
1. You don’t have to be a traveller to be a travel blogger.
Kadang kita merasa bahwa untuk menjadi travel blogger sukses, kita harus sering jalan ke tempat-tempat populer. Bagaimana jika kita perginya ke daerah yang dekat saja atau mentok-mentoknya ya pulang kampung? Itu juga termasuk traveling, dan tidak ada salahnya mulai menulis dengan small trips. Yang dekat buat kita bisa jadi tujuan wisata idaman buat orang lain. Lagipula, kata Prue, “don’t worry, satu tempat yang ditulis oleh 10ribu orang pasti berbeda-beda semua. Bukan karena ada yang menulis A, lalu semuanya juga menulis A.”
Benar juga sih, soalnya saya suka kerepotan mengisi si travel blog karena Dudu seleranya beda. Yang buat saya big deal, buat dia biasa saja. Dan yang buat saya remeh, ternyata untuk Dudu, hal tersebut penting banget. Seperti kolam renang hotel misalnya.
2. Yang membentuk blog kita adalah bagaimana kita mengungkapkan rasa kita.
Berbeda dengan blog lifestyle yang rata-rata menggunakan nama sebagai identitas pribadi, banyak hal yang perlu dipikirkan ketika membuat cerita travel yang akhirnya dituangkan dalam blog. Nama itu berpengaruh terhadap blog. Lalu layout juga harus dipikirkan. Editing itu jangan hanya ketika menulis, tapi setelah blog tampil pun kita harus memperhatikan keseluruhan penampilan blognya.
“Kekuatan blog adalah bisa menulis apa saja yang menarik perhatian kita. 5W 1H itu penting tapi kalau ‘who’ lebih menarik ya bisa fokus di ‘who’.” Jangan ragu untuk memecah tulisan jadi beberapa bagian supaya lebih fokus dan menceritakan itinerary di satu postingan sendiri. Ada beberapa tips dari dibagikan oleh Prue untuk membuat tulisan menjadi lebih menarik:
- Kalau menjelaskan sesuatu yang kurang familiar, bandingkan dengan yang lain yang dapat membangun rasa penasaran orang lain. Misalnya rasa makanan di satu daerah.
- Cerita tentang travel tidak harus dimulai dari keberangkatan. Bisa juga mencari moment yang memorable dan memulai cerita dari sana. Jadi alur ceritanya berbeda.
- Fokus mau share bagian apa dari perjalananmu.
- Kalau kita bingung mau sharing apa, coba buat dialog tanya jawab dengan membayangkan kira-kira apa yang akan ditanyakan teman-teman kalau mendengar kita pergi ke satu daerah.
- Ubah pengalaman yang tidak menyenangkan jadi cerita seru yang unik untuk pembaca.
Satu hal yang saya kagumi dari Prue adalah foto-fotonya yang memukau. Kalaupun Anda bukan seorang pembaca yang betah membaca tulisan panjang, Anda pasti betah mampir di blognya Prue karena foto-fotonya yang memanggil-manggil untuk mampir. Jadi, bagaimana caranya supaya foto kita sekeren milik Prue? “Kuncinya adalah sabar,” kata Prue sambil tertawa. “Cuaca adalah factor penentu, karena itulah sempatkan diri untuk do research sebelum berangkat. Kalau masih ada waktu, datang ulang ke satu destinasi.” Sabar juga berarti menunggu kerumunan turis lain pergi dari tempat itu sehingga kita bisa mendapatkan foto yang lebih baik dan sesuai dengan harapan kita.
Prue dapat kaos KEB nih. |
Kamera? Well, Jaman sekarang tentunya kamera, baik DSLR atau Mirorless, sudah jadi barang wajib dibawa ketika traveling. Tapi masih ada kok yang hanya pakai ponsel dan hasilnya bagus. So, I think we can maximize what we have at the moment. Tidak usah memaksakan beli DSLR kalau memang belum mampu. Dan kalau memang bukan fotografer, tidak usah memaksakan fokus di foto karena cerita juga bisa jadi visual.
Lalu apa gunanya foto? “Pengingat rasa,” kata Prue. “Seperti ketika melihat foto Rinjani, gue jadi ingat waktu naik ke atas…” dan lanjutlah Prue cerita mengenang perjalanannya. Jadi foto bukan hanya sebagai pemanis dan penggambaran visual pembaca tapi juga sebagai pemicu kenangan kita ketika mau menulis blog postnya. Apalagi kalau tulisannya tertunda lama. Ups.
4. Monetize. Kenapa tidak?
Ini adalah bagian paling sulit dan paling ditunggu. Meskipun travel blog saya sudah domain berbayar, saya tidak pernah terpikir untuk mencari uang dari situ. Ya, selain karena bahasa Inggris yang tentunya menggeser target pembaca, blognya juga masih malu-malu kucing. Tapi Prue bilang “jangan pernah malu untuk promosi.” Sayang kan tulisan sudah ditulis tapi tidak disharing. Jangan mengkhawatirkan tulisan yang jelek, kalah kece dengan blog sebelah karena “selalu ada audience untuk setiap jenis tulisan.”
Lalu kalau mau monetize, tentunya kita harus belajar sedikit tentang SEO. Foto dipakaikan caption agar muncul di Google search. Ikutan lomba biar banyak dapat promosi, meskipun tidak menang, juga bisa jadi alat untuk membuat blog dilirik potensial klien. Ada banyak jalan menuju Roma berarti ada banyak cara untuk memonetisasi blog kita. Lalu Prue juga mengingatkan kalau blog kita sudah berbayar, jangan sampai kita kehilangan jati diri. Tulis saja dengan gaya sendiri dan jujur dalam tulisan. Satu hal yang selalu diulang-ulang oleh Prue, “Blog itu adalah ‘toko’ kita.” Jadi kita kalau mau promosi ya kita harus menyiapkan dengan baik
Sekarang tergantung kitanya. Berani mencoba?
Lalu apa gunanya foto? “Pengingat rasa,” kata Prue. “Seperti ketika melihat foto Rinjani, gue jadi ingat waktu naik ke atas…” dan lanjutlah Prue cerita mengenang perjalanannya. Jadi foto bukan hanya sebagai pemanis dan penggambaran visual pembaca tapi juga sebagai pemicu kenangan kita ketika mau menulis blog postnya. Apalagi kalau tulisannya tertunda lama. Ups.
4. Monetize. Kenapa tidak?
Ini adalah bagian paling sulit dan paling ditunggu. Meskipun travel blog saya sudah domain berbayar, saya tidak pernah terpikir untuk mencari uang dari situ. Ya, selain karena bahasa Inggris yang tentunya menggeser target pembaca, blognya juga masih malu-malu kucing. Tapi Prue bilang “jangan pernah malu untuk promosi.” Sayang kan tulisan sudah ditulis tapi tidak disharing. Jangan mengkhawatirkan tulisan yang jelek, kalah kece dengan blog sebelah karena “selalu ada audience untuk setiap jenis tulisan.”
Lalu kalau mau monetize, tentunya kita harus belajar sedikit tentang SEO. Foto dipakaikan caption agar muncul di Google search. Ikutan lomba biar banyak dapat promosi, meskipun tidak menang, juga bisa jadi alat untuk membuat blog dilirik potensial klien. Ada banyak jalan menuju Roma berarti ada banyak cara untuk memonetisasi blog kita. Lalu Prue juga mengingatkan kalau blog kita sudah berbayar, jangan sampai kita kehilangan jati diri. Tulis saja dengan gaya sendiri dan jujur dalam tulisan. Satu hal yang selalu diulang-ulang oleh Prue, “Blog itu adalah ‘toko’ kita.” Jadi kita kalau mau promosi ya kita harus menyiapkan dengan baik
Sekarang tergantung kitanya. Berani mencoba?
Suka ngiler liat foto2 di blognya prue... Makasih sharingnya mak :)
ReplyDeleteAkupun hahahaha
DeleteTapi menyerah deh kalau harus bikin foto sebagus itu.
Jadi semangat benerin travel blogku yang jaraaang banget ku update dengan alasan jarang traveling. Hehehe... Btw Date with Dudu kan udah oke banget, mba
ReplyDeleteUpdatenya masih jarang Mba. Pengen beneran ada rutin update gitu.
Delete