Baca buku sambil dengerin musik juga bisa jadi Me Time (Photo by Dudu) |
Hasil browsing menunjukkan definisi yang bervariasi, mulai dari menyediakan waktu untuk diri sendiri hingga melakukan hal yang mengurangi stress agar siap beraktivitas kembali. Me Time tidak melulu berarti sendirian, ada yang bilang berkumpul bersama teman, ngobrol, makan dan nonton bioskop bisa jadi Me Time. Me Time favorit saya apa ya? Baca buku sudah tidak bisa karena buku yang saya baca kebanyakan misteri jadi harus diselesaikan kalau tidak malah jadi kepikiran. Blogging juga sudah berevolusi jadi hobi yang menghasilkan, berarti saya memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga. Nonton film kebanyakan sama anak. Lalu?
Ternyata jawabannya adalah “belajar.” Duduk di kelas, belajar hal baru, berkenalan dengan orang-orang baru yang belum tahu siapa saya adalah beberapa jam yang menyenangkan.
Pertama saya menemukan bahwa belajar bisa jadi “me time” adalah ketika saya secara rutin ikutan kelas Jurnalistik d At America Pacific Place Jakarta. Kelas berjudul Journalism for Social Change ini memberikan saya waktu sekitar 2 jam tanpa gangguan dunia luar dan hanya focus pada materi “kuliah” yang diberikan lecturer hari itu. Padahal kuliahnya malam, sepulang kerja. Plus saya harus menembus macetnya Jakarta menjelang magrib dari kantor ke SCBD, tapi kok menjalaninya senang dan selesai kelas malah semangat log in ke online coursenya dan berpartisipasi di forum yang ada membahas isu-isunya.
Saya dapat apa? Sertifikat? Tidak juga. Teman baru? Well, selain yang saya ajak ngobrol di kelas, saya tidak kenal siapa-siapa lagi. Tapi kok saya senang?
Lalu saya teringat kelas Fun Blogging setahun yang lalu. Seharian ikutan workshop tidak terasa bosan, padahal weekend, dan harus bangun pagi pula. Keluar dari sana, selain membawa pulang ilmu, saya juga membawa pulang perasaan excited. Ada yang penasaran, kenapa saya tidak bisa relax kalau ke spa atau salon? Allison Cohen, seorang terapis keluarga di Amerika menjelaskan pada Webmd (situs kesehatan favorit saya) kalau yang namanya Me Time itu membutuhkan keberadaan kita di sana seutuhnya. “Ada banyak waktu yang kita bisa nikmati, namun hilang karena kita lebih fokus dengan to-do list kita selanjutnya.” Dan begitulah yang terjadi dengan saya di salon dan spa. Badannya santai, bisa perawatan, otaknya kemana-mana. Lalu stress sendiri karena di tengah creambath muncul ide blog post tapi tidak bisa langsung ditulis. Kalau ikut kelas kita fokus pikirannya dengan materi yang diberikan, dan secara fisik juga tidak bisa kemana-mana karena nanti dimarahi gurunya, jadi begitu keluar dari sana rasanya lebih segar.
Ternyata jawabannya adalah “belajar.” Duduk di kelas, belajar hal baru, berkenalan dengan orang-orang baru yang belum tahu siapa saya adalah beberapa jam yang menyenangkan.
Pertama saya menemukan bahwa belajar bisa jadi “me time” adalah ketika saya secara rutin ikutan kelas Jurnalistik d At America Pacific Place Jakarta. Kelas berjudul Journalism for Social Change ini memberikan saya waktu sekitar 2 jam tanpa gangguan dunia luar dan hanya focus pada materi “kuliah” yang diberikan lecturer hari itu. Padahal kuliahnya malam, sepulang kerja. Plus saya harus menembus macetnya Jakarta menjelang magrib dari kantor ke SCBD, tapi kok menjalaninya senang dan selesai kelas malah semangat log in ke online coursenya dan berpartisipasi di forum yang ada membahas isu-isunya.
Saya dapat apa? Sertifikat? Tidak juga. Teman baru? Well, selain yang saya ajak ngobrol di kelas, saya tidak kenal siapa-siapa lagi. Tapi kok saya senang?
Lalu saya teringat kelas Fun Blogging setahun yang lalu. Seharian ikutan workshop tidak terasa bosan, padahal weekend, dan harus bangun pagi pula. Keluar dari sana, selain membawa pulang ilmu, saya juga membawa pulang perasaan excited. Ada yang penasaran, kenapa saya tidak bisa relax kalau ke spa atau salon? Allison Cohen, seorang terapis keluarga di Amerika menjelaskan pada Webmd (situs kesehatan favorit saya) kalau yang namanya Me Time itu membutuhkan keberadaan kita di sana seutuhnya. “Ada banyak waktu yang kita bisa nikmati, namun hilang karena kita lebih fokus dengan to-do list kita selanjutnya.” Dan begitulah yang terjadi dengan saya di salon dan spa. Badannya santai, bisa perawatan, otaknya kemana-mana. Lalu stress sendiri karena di tengah creambath muncul ide blog post tapi tidak bisa langsung ditulis. Kalau ikut kelas kita fokus pikirannya dengan materi yang diberikan, dan secara fisik juga tidak bisa kemana-mana karena nanti dimarahi gurunya, jadi begitu keluar dari sana rasanya lebih segar.
Ikutan kelas-kelas begini di At America |
Menurut pengarang buku The Dreams to Reality Fieldbook, Robert Chen, ada titik kritis dimana kita sebagai orang dewasa berhenti belajar yaitu ketika belajar berubah dari keharusan menjadi pilihan. Sebagai mama di usia 30-an, yang namanya belajar hal baru secara formal memang bukan lagi jadi keharusan. Tapi ternyata di tengah hectic-nya pekerjaan yang terus berulang dan minggu-minggu yang berlalu dengan sama, belajar yang sekaran merupakan pilihan malah memberikan waktu bagi saya untuk menemukan diri sendiri. Soalnya yang namanya “Me Time” itu memang sesuatu yang harus dipaksakan ada tapi kita tidak boleh terpaksa melakukannya.
Minggu ini saya mulai ikut kursus Bahasa Korea sepulang kerja. Jadi saya sekarang punya jadwal Me Time yang tetap sampai akhir tahun.
Minggu ini saya mulai ikut kursus Bahasa Korea sepulang kerja. Jadi saya sekarang punya jadwal Me Time yang tetap sampai akhir tahun.
Apapun bentuknya, me time sebaiknya menyenangkan dan sekaligus bermanfaat.
ReplyDeleteSalam hangat dari Jombang
Setuju Pak De. Terima kasih sudah mampir ya.
Delete