“Tidak, terima kasih.” Begitu kata Dudu setiap dia mendengar kata “jamu”. Meskipun di mata dia jamu tidak lebih parah dari kopi dan tidak lebih bau dari durian, tapi tetap saja bukan sesuatu yang layak minum. “Lebih baik minum jus wortel dicampur apel, Ma. Itu sudah banyak vitaminnya.”
Dudu yang hobi berkebun sedang panen jeruk. Sekarang pohon ini sudah ditebang dan ditanam ulang. |
Salah satu jamu yang suka saya minum kalau pas tersedia adalah kunyit asam. Dari namanya sudah tertebak kalau jamu ini isinya kunyit dan asam Jawa. Meski terdengar simple dan bahannya sering ditemukan di supermarket, saya belum pernah mencoba membuatnya sendiri sih. Dari hasil browsing, cara membuatnya cukup mudah. Bahan mentahnya (kunyit) cukup dipotong-potong dan diseduh dengan air. Hasilnya kemudian disaring dan dimasak bersama bahan lainnya seperti asam jawa, gula jawa dan lainnya.
Kalau menurut WebMD, zat curcumin yang terkandung dalam kunyit berguna untuk menurunkan kolestrol jahat, mengurangi rasa sakit berkepanjangan pada penderita osteoarthritis dan memperbaiki fungsi ginjal. Ada yang menggunakan kunyit untuk mengatasi asam lambung, diare, dan perut kembung. Sementara hasil ngobrol-ngobrol dengan mbok jamu di area makan pagi hotel dan penjual jamu di Jatim Park beberapa waktu lalu, katanya kunyit asam ini baik untuk yang mau diet. Efeknya mirip kopi ya, mengurangi rasa ingin ngemil.
Saya punya kebun di rumah. Atau tepatnya itu kebun Mama yang dipenuhi berbagai tanaman seperti ubi, pisang, nanas, papaya dan sebagainya. Mama bukan pencinta tanaman herbal atau apotik hidup jadi yang termasuk ke dalam kategori “bumbu dapur” hanyalah Pandan yang digunakan untuk masak nasi. Lalu Dudu diam-diam menambahkan kacang hijau ke dalam koleksi tanaman Mama. Mungkin habis ini saya bisa diam-diam menanam kunyit juga. Haha.
Kacang hijau Dudu |
Kenapa mendadak jadi ngobrolin jamu? Saya pencinta kopi, bisa minum sampai 3 gelas sehari sampai lambung saya protes awal bulan Maret kemarin dan sekarang saya terpaksa berhenti mengaduk kopi tubruk. Bahkan dokter menyarankan saya untuk tidak minum teh dulu untuk beberapa waktu. Hal ini sempat membuat saya kebingungan karena saya tidak punya alternatif minuman lain. Saya juga jadi berhenti duduk di cafe karena minuman lain bikin kantong kempes dan badan melar haha. Karena itulah, saya sempat berharap ada cafe wi-fi modern yang menyediakan jamu sebagai alternatif minuman selain kopi dan teh.
Kebun kopi Luwak di Bali, ada tempat coffee tasting yang juga sedia teh, jamu dan minuman herbal lainnya. |
Terus ada juga kunyit asem pakai topping bubble. Haha, terus saja berkhayalnya mumpung masih siang.
Anak-anakku nggak mau juga minum jamu. Waktu aku kecil dulu aku sukanya jamu sinom, asem segar rasanya. Kalo sekarang minum jamu kunyit asam saat mens, kalo kebetulan mbok jamu lewat :D
ReplyDeleteEnaknya Mba, masih ada Mbok jamu lewat. Aku tinggal di apartment jd pupus harapan ketemu Mbok Jamu haha.
Deletewah, disini sudah jarang banget minum jamu. paling kalau pulang kampung baru minum jamu yang lewat depan rumah. Saya aminkan utk doa terakhir :)
ReplyDeleteTerima kasih Mba :)
DeleteIya nih, kalau di Jakarta susah banget mencari jamu yang beneran jamu seperti di jawa :(
Wah, nanam kacang ijo juga ya, Mbak. Kereeen....
ReplyDeleteSi Dudu itu, biasalah. Awalnya di sekolah, praktikum yang pakai kapas. Sampai rumah ditanam beneran.
DeleteSya juga skrng punya kerjaan bercocok tanam sayuran terutama sawi
ReplyDeletePunya kebun memang asyik ya.
DeleteMenanam tanaman yang berkhasiat itu benar - benar sangat menyenangkan ya mbak. Ulasannya sangat menarik. Senang sekali dapat berkunjung ke laman web yang satu ini. Ayo kita upgrade ilmu internet marketing, SEO dan berbagai macam optimasi sosial media pelejit omset. Langsung saja kunjungi laman web kami ya. Ada kelas online nya juga lho. Terimakasih ^_^
ReplyDelete