Romantic Dinner with Dudu at Cocorico

Coba tanya Andrew, apa sih serunya makan di Cocorico Cafe Bandung? “Pemandangannya menakjubkan dan tempatnya tidak panas meskipun tidak pakai AC.”

Pemandangan dari tempat kita duduk

Oalah, yang diingat itu duluan. Maklum, si Jack Frost, alias si Dudu ini paling tidak tahan panas. Jadi, makan malam di restoran dengan pemandangan kota Bandung dari ketinggian, plus angin semilir yang bikin ngantuk memang jadi tidak terlupakan. Ketika reservasi, grup kita yang totalnya ada 6 orang ini dapat di bawah. Soalnya kalau di atas dan dekat jendela rata-rata hanya untuk ber-4. Setelah minta ke waiternya, disarankan naik ke lantai atas dan melihat apakah ada yang kosong. Akhirnya, kita duduk di pinggir, yang tinggal nengok ke kanan langsung bertemu dengan pemandangan kota.

Bukan berarti harus duduk di atas. Buat yang tidak tahan dingin, di bawah pun tidak kalah indah. Interior Cocorico ini romantis, sedikit remang-remang. Sambil menunggu makanan, kita bisa naik ke rooftop untuk melihat pemandangan tanpa terhalang tembok dan lainnya. Sayangnya ada beranda rumah sebelah yang selalu masuk frame ketika saya mencoba menangkap pemandangan malam. Di rooftop ini anginnya cukup kencang dan buat yang membawa anak kecil sebaiknya jangan dibiarkan naik ke atas sendirian. Penasaran sih, kalau siang atau sore pas matahari terbenam pasti tempat ini lebih bagus. Dan pastinya leih bagus buat foto makanannya.

Pemandangan dari rooftop

Dari tadi membahas pemandangan terus, makannya kapan? Well, makanan di Cocorico ini termasuk campur-campur. Ada yang Western, Asian dan Indonesian. Di orderan kita ada Beef Tenderloin Grill (Rp155k), Blue Label Grilled Sirloin (Rp135k), Nasi Goreng Kambing (Rp47k) dan Iga Bakar Black Sweet (Rp79k). Andrew yang tadinya mau dipesankan roast chicken seperti yang dia pernah makan di Artotel, tapi karena sold out akhirnya pilihan jatuh ke Egg Pilaf Rice (Rp40k) tanpa chili oil. Untung dia ternyata suka dengan butter rice yang dimasak dengan telur dan daging ini.

Egg Rice Pilaf

Jika memesan steak, yang Blue Label lebih empuk dari yang lainnya. Dan tidak kering meskipun requestnya well-done. Setiap steak datang dengan saus dan side dish. Untuk yang Blue label, saya memesan mushroom sauce dan mashed potato. Nasi Goreng Kambing (kata Mama yang pesan ini) ya nasi goreng kambing. Nothing really special kecuali porsinya yang bisa untuk sharing. Iga Bakar (kata adik saya) enak juga dan tidak terlalu manis meskipun sepertinya pakai saus kecap. Kalau begitu, mendingan stick to the Western side of the menu ya.

Blue Label Sirloin dengan Mashed Potato dan Mushroom Sauce

Yang seru malah minumannya. Banyak pilihannya dan unik-unik campurannya. Cafe Cocorico (Rp30k) misalnya, mirip dengan Yin Yang, minuman yang mencampur kopi, teh dan susu. Namun di sini teh yang digunakan adalah green tea. Meskipun satu meja hampir semuanya suka, saya menyerah dengan yang satu ini. Yin Yang biasa saja masih berusaha suka, apalagi yang pakai green tea. Jadi pilihan saya jatuh kepada Strawberry Mojito (Rp28k) yang non-alkohol. Andrew sih sudah happy dengan air putih.

Cafe Cocorico, Strawberry Mojito dan Strawberry Classico

Tempat ini sebenarnya tidak jauh dari kota. Kalau kemarin dari tempat saya menginap di Geger Kalong, memakan waktu 1 jam-an karena macet di beberapa titik. Tapi sampai ke Cocorico, rasa kesal dan sebal karena macet langsung hilang. Apalagi staffnya ramah. Jangan ragu untuk bertanya, meminta saran atau request personalized makanan karena mereka merespon dengan baik. Yang harus diperhatikan hanyalah tangga yang lumayan banyaknya mulai dari pintu masuk. Jadi untuk yang traveling bawa anak kecil dan kakek-nenek seperti saya kemarin, agak hati-hati saja naik turunnya. Parkiran ada banyak, bisa parkir di seberang restauran. 

Tempat duduk di lantai bawah

station untuk pesan makanan di lantai atas

Selain itu, well, enjoy the view.

Where is this?
Cafe Cocorico
Jl. Bukit Pakar Timur (Dago) no 19, Bandung
(022) 2503262