05 November 2010

KALAH!

Siapa sih yang senang anaknya kalah?Apalagi kalau yang menang "ngga lebih baik" dari anak kita. Hehehehe...Tapi, ya, yang namanya ibu... mana ada sih anak yang lebih baik dari anak kita sendiri? Iya ngga?

Saya sering kalah loh. Anak saya beberapa kali nangis karena kalah. Saya sampe mau ikut nangis juga huhuhuhu...Malu-maluin banget ya? Tapi ya dari kekalahan itu, saya jadi koreksi diri. Jadi belajar, apa sih yang bikin orang lain menang?

Kostum: Lihat dress code! Kalo udah ngga sesuai gimana mau menang? Kalo ngga mau usaha mencari celana pantai yang oke buat tema "beach fashion" ya jangan harap dapat nilai bagus di panggung. Kita aja sehari2 ngga mau saltum, apalagi anak yang mau fashion show di panggung.
Kesiapan anak: Lomba menyanyi bisa langsung gagal kalo anaknya malu2 dan suaranya kecil biar mic sudah nempel dengan mulut. Anak kita biasanya OK kok! Yah, biasanya emang OK, tapi di panggung dia ngga keren. Yang dinilai kan di panggung.
Selera juri: Yang ini susah nih. Biarpun anak kita warnainnya udah rapiiiiii... ga keluar garis 1 mili pun, anak kita bisa kalah hanya karena si juri lebih suka merah daripada hijau. Haduhhhh.... Faktor X banget ya, Mom. Tapi ya itulah nasibnya lomba. Kl ga ada faktor "luck" ya ga seru hehehe...

Satu hal yang saya selalu remind diri saya sendiri: mau yang menang itu fotonya ga sesuai tema, mau yang menang itu make-upnya ketebelan, mau yang menang itu anaknya lari-lari ke sana sini bukannya fashion show, mau yang menang itu mewarnainya ga beres, keluar garis... tetap saja DIA yang menang. Dan kita harus terima kekalahan itu dengan lapang dada. Plus, jangan sampe kita nyalahin anak yang sudah berusaha keras untuk tampil di panggung.

Learn how to accept defeat and turn it into a motivation for the next competition.

22 October 2010

Weekend yang ga tau mau ngapain...


Jujur deh, tiap weekend, kendala utama adalah mencari kegiatan yang mengasyikkan bersama anak.

Ke Mall? BOSEN! Belum lagi rame-nya wihhhh.... yang ada anak ngga jadi main. Dulu, sebelum anak saya cukup besar untuk diajak nonton, saya lebih pusing lagi karena suka bener-bener ngga tau mau ngapain. Setelah bisa duduk tenang di bioskop pun blom tentu ada film bagus yang cocok untuk anak-anak. Jadi, beginilah saya kalau weekend:

1. Kesempatan ajak anak main di taman. Keliling komplex, main berkebun di taman belakang, mencuci mobil, berberes rumah hehehe...

2. Ke mall yang banyak mainannya (seperti PIM yang mainannya ada tiap lantai, atau Miniapolis). Datang jam 10 pas buka, habis makan siang langsung pulang. Jadi ga kebagian ramenya.

3. Cari acara seru untuk ibu dan anak (makanya saya punya http://pfenix.multiply.com/calendar) dan jadikan hari itu untuk mommy & me, terutama untuk moms yang bekerja n ketemu anak cuman sabtu minggu aja nih.

4. Cari tau jam buka museum, trus datengin deh museum yang bisa menarik untuk anak kayak museum layang-layang atau museum wayang.

5. Nekat ke luar kota (skalian cari spot bagus buat foto hihihihi). Pernah saya pergi ke puncak jam 6 pagi, trus jam 10 dah pulang cuman buat muter-muter kebon teh aja.

6. Saatnya mencoba resto baru, mall baru, ataupun sekedar shopping di supermarket yang jarang kita datangi (sekalian hunting info lomba hihihihi).
Ada ide lain?


20 October 2010

"Lihat, Ma, Lihat!"

Dari dulu saya orangnya cuek. Setelah punya anak, saya berusaha care supaya saya bisa melihat dan mengabadikan moment berharga yang lewat. Soalnya, sekali lewat kan moment itu tidak akan kembali lagi. Tapi, dasar nasib, saya sering terlalu fokus pada sesuatu sampai sering melewatkan yang dibilang sebagai "Gain Moment" anak saya. Padahal, saya sudah bertekad untuk menghilangkan sifat cuek saya ini demi a moment happens once in a lifetime.


Andrew lahir waktu saya masih kuliah. Sebulan setelah melahirkan, saya kembali kuliah dengan jadwal tidak tentu. Setelah kuliah ya saya pulang ke rumah (karena Andrew ASI waktu itu), tapi kok ya anak saya ini memilih "memutuskan" tali pusar saat saya sedang kuliah. Tahu-tahu Mama saya menyambut saya dengan sisa tali pusar di tissue. "Lihat nih, tali pusar Andrew sudah lepas." Yahhhhhh. Kenapa bukan saya? Terulang lagi waktu Andrew belajar jalan. Saya dan teman-teman sekampus sedang sibuk bikin scrapbook. Saya, saking konsentrasinya, sampai tidak melihat first steps si Andrew. Teman saya sampai heboh. "Ruth, lihat Ruth! Si Andrew JALAN!" Barulah kita nengok semua satu meja and saya segera mengeluarkan kamera. Yahhhhh kelewatan lagi deh!

Setelah menjadi seorang ibu bekerja, saya semakin kehilangan moment tersebut. Pergi pagi pulang malam, duhhh kapan ya saya bisa menyaksikan secara live moment tumbuh kembang anak saya dan bukan laporan dari mama, si mbak atau Andrew sendiri. Sedih rasanya. Dengan spend time 8+jam sehari di luar rumah dan seringnya ketemu anak sudah tidur, I know I'll miss many moments. Argh!Apalagi saya juga punya "kewajiban" mengabadikannya demi si daddy yang tinggal di luar negeri. Kl saya melewatkan moment itu, dia juga jadi ngga bisa lihat karena saya ngga posting blog or kirim foto. Lalu siapa yang mendampingi anak saya melalui moment tumbuh kembangnya? Masa iya si mbak atau cicak di dinding....

Browsing blog pribadi saya ke belakang, saya jadi ketemu solusinya: Travelling. Karena jarang berduaan, saat-saat jalan berdua menjadi ajang pamer buat Andrew untuk menunjukkan ke Mamanya apa yang dia sudah bisa lakukan. Waktu pulang dari Amerika ke Indonesia, dia pertama kali bisa melambaikan tangan di airport Taipei. Waktu itu dia duduk jauh sama mama saya, sementara saya ke kamar mandi. Saya lambaikan tangan saya, eh loh, kok dia balas melambai? Wahhhhh... Yang ada saya ngga jadi ke toilet tapi foto-foto dulu deh! Atau pas saya antar Andrew (saat itu 3 thn) casting, dia disuruh mengancingkan baju. Dia coba dan berhasil. Loh kok? Saya ngga tau dia sudah bisa mengancingkan baju sendiri! Hebat! Biarpun mungkin di rumah sudah pernah, tetap saja saat itu menjadi yang pertama buat saya.

Atau kemarin pas jalan-jalan ke Semarang. Andrew (sekarang udah 4thn) ngotot mau mandi sendiri. Saya pikir, alahhh, apa bisa? Selama ini juga dia mandi berendam di bak sambil dikeramasin sama si mbak. Suruh pegang gayung sendiri, sabunan sendiri... yakin nih? Ternyata begitu saya tinggal, terdengar suara byur byur. Ah, paling main air, pikir saya, masih pesimis. Tahu-tahu dia memanggil. "Ma, lihat, Ma! Aku lagi mandi sendiri." Buru-burulah saya mendekati kamar mandi, dan benar saja. Dia bisa sabunan sendiri, bilasan sendiri, yang perlu dibantu tinggal keramasnya saja. Entah karena sudah terbiasa punya mama cuek atau karena memag suka pamer, Andrew sekarang selalu memanggil saya saat dia mencoba sesuatu yang baru. Dan bagi saya, tidak ada kata sibuk untuk mengiyakan panggilan Andrew dan mendampinginya melewati masa tumbuh kembang itu.

Mendapat laporan orang lain soal Andrew bisa A, B C? Ngga apa-apa deh, saya tau saya pasti dapat replay-nya waktu Andrew teriak "Ma, Lihat, Ma!"

(Tulisan ini menjadi salah satu pemenang lomba menulis yg diadakan oleh Abbott & Ayahbunda. Dibuatkan booklet loh hihihi)






27 September 2010

"Ayo Makan Dong, Nak."

Anak saya termasuk yang picky eating. Hal ini sering membuat saya khawatir terutama saat sedang travelling ke luar kota atau ke luar negeri. Mencoba makanan baru seakan-akan tidak ada dalam kamusnya. Pokoknya kalau rasanya aneh sedikit dia pasti langsung mendorong piringnya dan bilang “nggak suka.”


Kalau pas di rumah, oke, saya bisa mencoba berbagai cara. Misalnya waktu memperkenalkan nasi liwet, nasi kuning, nasi uduk, semua saya pukul rata: NASI. Kalau dia Tanya “Ini apa, Ma?” saya jawab “Nasi” tanpa memberikan embel-embel kuning, liwet, uduk. Jadi dia tidak menolak duluan. Begitu juga dengan sup. Mau soto, mau rawon, mau bakso, semua saya bilang sup. Jadi dia akan, paling tidak, mencoba dulu. Kalau ternyata beneran tidak suka, baru saya ganti. Selain itu, biasanya saya makan dengan menu yang sama, jadi dia melihat saya mencoba dan terlihat enak, dan dia tergerak untuk mecobanya juga.

Selain makanannya, saya juga memberikan alasan kenapa makan tidak bisa hanya nasi.
“Kenapa, Ma?”
“Soalnya untuk jadi tenaga, nasi yang namanya karbohidrat ini harus dipecah sama protein. Jadi harus ada lauknya.”
Sekarang dia mengerti kalau makan harus lengkap, ada karbohidrat ada protein, ada sayur ada buah. Dia bahkan bisa membedakan mana yang mengandung karbohidrat, mana yang protein. Tapi itu tidak menjamin dia mau mencoba makanan baru. Misalnya saat makan di restoran Sunda, saya mengenalkan es kelapa muda sama Andrew di sebuah restoran Sunda. Dia senang mencobanya pada saat awal karena melihat saya asyik mengeruk dan mengaduk kelapa. Sampai punya oma-nya diminta! Tapi setelah beberapa suap dia langsung mundur, “ngga’ enak ah!”

Memang mengenalkan makanan baru pada anak harus pantang menyerah nih!

22 September 2010

Pake Kamera Poket Buat Lomba Foto?


Tiap ikutan lomba, saya suka nyerah duluan. Kenapa? Soalnya kamera saya poket. Awal-awal ikutan lomba, saya penasaran. Kenapa foto-foto saya ngga pernah menang. Padahal anaknya sudah senyum sudah oke, properti sudah beres. Jawabannya satu: biar bagaimana pun kualitas kamera poket ngga bisa menandingi kamera DSLR. Jauhhhhhhh banget appealnya. Kebetulan temen di kantor pernah fotoin anak saya pake DSLR. Trus hasilnya saya print saya bandingin. Halah... jelas aja foto saya ngga pernah menang. Parahnya lg, kamera poket saya juga bukan tipe yang bisa diset manual. Jadi ya nasib deh, kalo habis "click" tinggal terima jadi aja.


Gimana ngga? Mau beli DSLR, harganya selangit -- ngga selangit pun, gaji juga masi ngga nutup. Mendingan buat bayar uang sekolah anak deh. Trus mau foto studio, akhirnya cuman jadi niat aja, secara saya kerja full time and tiap kali bikin janji sama foto studio/temen fotografer, saya batalin juga karena ga sempet.Trus, saya ikutan workshop fotografi memfoto anak yang kebanyakan juga menekankan soal teknik foto dll, yang kebanyakan hanya bisa diaplikasikan di DSLR. Keluar dari workshop itu, kesimpulan saya cuman 1: percuma kalo anaknya ganteng/cantik tapi kameranya poket.


Rasanya langsung mau putus asa.


Jadi gimana dong? Ya, mau ngga mau saya tetep pake kamera poket. Tapi, ya ngga diem gitu aja sih, kamera poket pun bisa dimaksimalkan. Caranya?


1. Saya coba kenali lagi kamera poket saya (padahal buku manualnya dah ga tau ke mana). Feature ini feature itu, satu-satu saya cobain trus saya bandingin hasilnya di layar komputer. Makan waktu memang, tapi, saya jadi tau feature mana yang akan sering saya pakai dan yang hasilnya maksimal tanpa pake blitz. Saya set ke setting itu jadi begitu ada moment ga usah ribet seting-setting lg.


2. Fotonya harus outdoor. Kalo indoor seh, ya jangan harap bisa se-kualitas foto lomba (lomba sekarang makin kompetitif sih ya). Kalopun indoor, harus tempat yang kena matahari langsung! Hasilnya jauh lebih bagus.


3. Outdoornya juga ga asal outdoor. Kalo mendung, biasanya saya ngga foto. Trus pernah nih, saking niatnya, hari Sabtu saya bela-belain keluar rumah pagi-pagi buat ngetes kamera. Begitu hasilnya bagus, langsung anak saya panggil buat foto. Hahahaha... agak maksa sih, tapi ternyata hasilnya cukup memuaskan. Jadi lama-lama saya juga ngafalin kapan cahaya bisa pas dan hasil foto bisa memuaskan banget.


4. Jangan menyerah -- kalo pake DSLR bisa cuman beberapa (beberapa=puluhan) shot bisa dapet yang pas, kalo pake poket bisa lamaaaaaa banget. Bisa juga hari itu gagal total trus harus diulang lagi besoknya. Jadi, saya selalu bawa poket kemana pun saya pergi. Pas anak saya casting, eh, kok tamannya bagus. Eh, kok mataharinya pas. Eh kok difoto ga burem. Langsung deh, anak lg main di taman saya foto!


5. Kalo bisa, latar belakang ga usah rame-rame and properti ga usah banyak-banyak... kenapa? Soalnya poket ga bisa memburamkan background (at least poket saya ga bisa). Jadi, kalo sekeliling anak itu rame and banyak macem-macemnya, ke anak juga ga fokus. Kalo DSLR kan enak,tinggal puter2 fokus, anak yang jelas, background ga penting bisa burem. Hehehehe...


6. Mau foto objek bergerak tapi ngga burem? Foto outdoor seperti biasanya, trus pake blitz/flash. Jadi flat? itu seh tone down aja di editing sedikit. Habis gimana lagi? Hehehehe... saya sampai tahu berapa detik lag blitz kamera saya, jadi saya tau kapan saya bisa tekan tombol supaya hasilnya pas anak saya lagi "terbang" diudara. Tapi ya sejelas-jelasnya, kalo foto objek bergerak emang mendingan panggil yang profesional aja atau kelaurkan DSLR anda. Hehe...


Lebih banyak usaha sih, tapi bukannya ga bisa menang sama sekali loh!


Beberapa foto anak saya (pure hasil foto poket tanpa editan photoshop dll) pernah menang or jadi finalis beberapa lomba besar. Faktor luck mungkin? Bisa aja. Tapi tetep, paling ngga saya jadi tahu, kita masi bisa "bertarung" di ajang lomba walaupun kameranya cuman sebesar telapak tangan kita. Cuman harus usaha lebih aja.


Ini salah satu foto yang berhasil menang:


[kalo saya beneran punya DSLR, pasti saya akan kangen sama poket saya ini]


23 August 2010

Fingerprinting O' Fun

I really love arts and crafts... and akhir-akhir ini sedang sedih karena ide scrapbook saya sedang mandeg. Bukan karena ngga ada bahan, tapi ngga ada waktu.


One day, saya dapat buku dari seorang teman, tentang fingerprinting.
Hm... seru nih kayaknya. Sesuatu yang bisa dilakukan bersama anak. Pas saya buka-buka, wuih, banyak amat macamnya. Dari yang simple-simple seperti bikin anak ayam, babi dan sebagainya, sampe yang complicated seperti bikin pemandangan dan kartu ucapan. Pengarang bukunya, Christina Hong, juga dapat ide dari anak-anaknya. Saya coba di rumah pakai cat air, kok gagal ya? Kebanyakan jadi basah kertasnya trus keringnya juga ga enak. Warna jadi kecampur-campur dan gagal deh bikin anak ayam.

Ngga berapa lama, saya dapat undangan workshopnya dari FB. langsung saya daftarkan anak saya. Hihihihi... bisa mencuri trik nih!

Ternyata benar. Ngga sembarangan cat bisa dipakai untuk finger printing. Beberapa merk menyediakan cat khusus finger printing tapi harganya mahal. Untung di bukunya Christina itu ada cara membuat cat untuk finger printing. Spidolnya pun sebaiknya pakai yang ujungnya lancip. Anak saya sih senang, tapi dia cepat bosan. Setelah beberapa burung, babi, dan anak ayam dia bosan.

It's OK, yang penting minggu ini kita berhasil membuat sesuatu yang baru. Hasil karya kami berdua bisa dilihat di gambar di bawah ini. Semoga suatu hari bisa bikin mahakarya!


05 August 2010

Kenapa oh Kenapa?

1. Ma, kenapa dia ngga mau pinjemin mainannya, kan cuman sebentar trus aku kembalikan lagi?

2. Ma, kenapa jalanan kita (trotoar) diparkirin mobil, sementara di Madrid ngga?(jawaban si Mama: yah, namanya juga Indonesia, nak...)

3. Ma, kenapa orang kerja ada yang punya bos ada yang ngga?

4. Ma, kenapa baby ngga bisa jalan?

5. Kalau masi pakai pampers, namanya baby ya, Ma? (susah dijawab karena anak tersebut seumuran dengan si penanya yang dengan suksesnya nunjuk sambil nanya kenceng-kenceng).

6. Ma, kenapa ibu itu buang sampah sembarangan? Kacau dia, Ma!

7. Ma, kenapa pesawat kalau mau blast off, sayapnya memanjang? (susah dijawab karena Mamanya anak IPS yang passionnya di Bahasa. Untung ada Om Meh yang Mechanical Eng ahahahahaha)

8. Ma, kenapa Spanyol bisa menang Piala Dunia? Aku juga mau dong, Ma!

9. Ma, kapan kita ke Egypt? (waduhhhh kapan ya Nak? Susah dijawab karena Mamanya ngga punya duit hahahaha...)

10. Ma, kenapa anak kecil tidak boleh pegang pisau? Kan aku pasti hati-hati supaya tidak kepotong?

Nah lohhhhhhh.....
Anak pendiam, puyeng. Anak banyak nanya juga sama pusingnya.... dari A-Z ditanya semuanya.

20 July 2010

Ke Mana Liburan? MADRID!




Andrew and Mama went to Madrid. And we arrived on the same day with the World Cup winning team. Here's our story, and how Madrid looks different with the World Cup, Iniesta, Puyol, Villa, Pique, Alonso and red supporters along the main roads.

Mendarat di Barajas, kami disambut oleh keriuhan ala international airport. Barajas terletak di luar kota (walau hotel kami terletak di Barajas) jadi untuk ke kota ada beberapa pilihan. Yang paling praktis adalah Metro. Untuk turis, Anda bisa membeli day pass yang berlaku untuk 1, 3, 5 atau seminggu dengan harga mulai Euro 5.20.. Anak dibawah 4 tahun dapat naik dengan gratis, sementara anak dibawah 11 tahun dapat membeli tiket setengah harga untuk anak-anak. Tiket ini juga bisa digunakan untuk naik bis. Bis di Madrid, selain stroller-friendly juga punya kursi khusus anak-anak


WHERE TO GO?


  • Parque de la Montana dengan Egyptian Temple of Debod adalah salah satu tempat yang kami kunjungi. Temple ini unik karena merupakan temple asli Mesir yang dibangun ulang di Madrid tahun 1968 karena terancam hancur oleh pembangunan The Great Dam of Aswan.Di taman-nya ada children playground, pepohonan sejuk lengkap dengan tempat duduk. Cocok untuk tempat istirahat, terutama jika berkunjung di musim panas yang mataharinya terik tanpa ampun.
  • Estadio Santiago Bernabeu merupakan rumah dari Real Madrid, terletak persis di pintu keluar metro Santiago Bernabeu. Bukan hanya stadionnya saja yang menarik, di sekitar stadion banyak tempat duduk-duduk di bawah pohon yang dipasang pelat bergambarkan bendera dan nama negara. Andrew sempat main tebak-tebakan bendera.
  • Dibangun pada zaman Habsburg, Plaza Mayor dikelilingi tempat yang dulu adalah tempat tinggal penduduk Madrid. Lapangan di tengahnya juga pernah digunakan untuk adu banteng, dan pertandingan bola. Sekarang, bangunan di Plaza Mayor didominasi oleh kantor pemerintah, toko souvenir dan restoran.
  • Grand Via adalah jalan utama di Madrid. Di sini anda bisa menemukan bermacam-macam restoran mulai dari yang menjual paellas (makanan tradisional Spanyol, berupa nasi yang dimasak bersama seafood, sosis, ayam dan lain sebagainya) sampai yang menjual ayam fast food. 

   Madrid adalah kota yang menyenangkan. There are a lot of children playgrounds, making it hard for kids to get bored. Sayang waktu yang singkat (dan satu hari penuh yang tersita oleh kepulangan tim pemenang world cup) membuat kami tidak selesai mengelilingi Madrid.