09 August 2024

Sebuah Cerita Tentang Keputusan untuk Menunda

Awal tahun ini, Dudu dan saya mengambil sebuah keputusan besar untuk menunda kuliah. Alasannya karena keluarga.

Sebenarnya hal ini wajar, karena di sekeliling saya, dia bukan satu-satunya yang menunda kuliah. Penyebabnya juga banyak. Ada yang karena dana, ada yang ingin langsung mandiri dan ada yang memang mengambil pendidikan tinggi lainnya. Kasus Dudu juga termasuk yang ringan, soalnya menunda kuliahnya cuma 6 bulan, alias berencana masuk di Januari 2025. Yah, saya juga dulu ada “break” 6 bulan dari lulus SMA ke masuk kuliah. Alasannya malah lebih parah, saya capek belajar yang diharuskan dan mau senang-senang saja.

Bisa #DateWithDudu lagi

Jadilah, saya mengambil les Bahasa Perancis selama 6 bulan, sambil menunggu tanggal keberangkatan. Sekarang, Dudu mengambil kursus bahasa Mandarin sambil melanjutkan les gitar.

Jika memutuskan untuk tidak langsung masuk kuliah, bagaimana kita mengisi gap year? Well, ini yang kami lakukan:
  • Ambil kursus dan pelatihan. Karena sudah tidak ada kegiatan sekolah secara rutin, maka sekarang Dudu bisa ikut kelas dan pelatihan. Selain kursus bahasa asing dan les gitar, dia juga jadi sering ikutan workshop yang sesuai dengan jurusan kuliahnya kelak. Misalnya kalau ada kelas menulis script atau kelas tentang film. Kegiatan ini juga bisa jadi latihan untuk kuliah. Maksudnya latihan mengatur jadwal sendiri dan mengambil hanya kelas-kelas yang disuka.
  • Volunteer / Menjadi Relawan. Meskipun menarik, hal ini juga sedikit tricky. Banyak yang membuka posisi relawan namun mengharuskan pelamar sudah masuk kuliah. “Pengangguran” yang hanya punya ijazah SMA seperti Dudu sering kesulitan memposisikan diri. Sebulan terakhir ini, dia sedang gencar mendaftar jadi relawan di beberapa event yang sesuai dengan minatnya. Namun, belum ada yang berhasil diterima.
  • #DateWithDudu. Karena technically dia nganggur, kita jadi bisa nge-date lagi. Jadi waktu gap months ini bisa dipergunakan untuk quality time sebelum dia masuk kuliah. Kita jadi lebih sering mencoba restoran baru, pergi ke event barengan dan nonton film bersama. PRnya tinggal menuliskannya di blog.
  • ‘Me time’. Dudu jadi bisa melakukan hal-hal yang dia sukai seperti menamatkan game PS yang sudah lama ditundanya atau mabar bersama teman-temannya. Menulis script film yang kemarin tertunda karena belajar ujian dan menyelesaikan baca komik yang kemarin ditinggalkannya. Belajar masak untuk siap-siap hidup mandiri dan magang di coffee shop juga jadi pilihannya untuk ‘me time’. Kalau menurutnya, dia lega karena sebelumnya khawatir tidak akan sempat main PS4 lagi sebelum kuliah.

Kapan boleh menunda?

Dari kejadian ini saya jadi belajar bahwa terkadang menunda itu bukan hal yang buruk. Justru lebih baik daripada memaksakan diri, namun kurang persiapan. Ketika mendaftar kuliah kemarin, semua serba terburu-buru. Ujian SAT yang bertumpukan dengan mid-semester. Lalu universitas yang dilamar juga tidak dipikirkan dengan baik karena sambil mempersiapkan As dan A Level. Intinya, semua dilakukan di 3 bulan yang sama. Hasilnya jadi kacau dan berantakan karena tidak ada yang dilakukan dengan konsentrasi penuh.

Jadi, menurut saya, menunda boleh dilakukan ketika dapat memberikan hasil lebih baik. Ketika kita memang benar-benar membutuhkan waktu untuk melakukan sesuatu dengan sepenuh hati. Boleh dilakukan ketika kita tahu, apa langkah kita selanjutnya. Bukan hanya sekedar menunda tetapi juga sudah ada timeline dan rencana untuk berikutnya. Tidak jadi berangkat kuliah bulan Juli, ya kita mau masuk kuliah di Januari.

Menunda boleh dilakukan jika tidak membahayakan dan menimbulkan kekacauan. Pastikan dulu bahwa dengan menunda ini tidak ada yang dirugikan secara fatal. Ketika saya dan Dudu memutuskan menunda kuliah, saya memastikan bahwa memang bisa masuk kuliah di Januari. Jadi Dudu tidak ‘menganggur’ satu tahun. Ketika menunda pun, saya memastikan bahwa anaknya siap. Siap menjawab pertanyaan orang, siap “menganggur”, siap mencari kegiatan sendiri dan siap mental untuk kuliah setelah setengah tahun bersantai.

salah satu kegiatannya ya ikutan komunitas.

Karena perginya ke negara empat musim, kita juga jadi harus siap ketemu cuaca ekstrem ketika tiba di sana. Saya yang berencana mengantar juga harus siap bertemu kembali dengan musim dingin. Tapi ya, kalau itu sih sudah lebih dari siap. Sudah kangen dengan salju.

Rasanya jadi nostalgia karena dulu saya juga berangkat di musim dingin. Saya juga masuk kuliah di bulan Januari dan “menganggur” setengah tahun. Lebih parah malah karena informasi tidak semudah sekarang, jadi yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu hanya sedikit kegiatan. Tapi saya tidak menyesal menunda kuliah. Saya harap Dudu juga sama.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.