Museum yang terletak di kawasan Marina Bay Sands itu adalah salah satu tujuan utama kita di Singapura. Rasanya ada yang kurang kalau belum ke sana, apalagi ketika mereka menghadirkan pameran baru. Kekecewaan dan rasa penasaran karena gagal mengunjungi museum ini ketika Playdate Singapore-Legoland bulan Juni kemarin terbayar dengan kunjungan kali ini.
And guess what, kita masih bisa menyaksikan Big Bang Data sebelum pameran yang satu itu kembali melanglang buana.
Jumlah foto yang diuplad di Flickr selama 24 jam di thn 2011 |
Datang di Jumat siang lewat MRT Bayfront, saya yang membawa sepasang anak mau ABG ini memutuskan makan siang di Marina Bay Sands. Ternyata begitu masuk ArtScience Museum, tempat membeli tiket di lantai 1 sudah berubah jadi café yang menggoda untuk mampir. Loketnya sendiri pindah ke basement, yang tadinya digunakan untuk penjualan merchandise. Jumat adalah Family Free Friday, di mana anak-anak berusia 12 tahun ke bawah bisa masuk gratis dengan pembelian 1 tiket dewasa. Jadi saya hanya membayar SGD 30 untuk masuk ke semua bagian. Akibatnya, museum jadi penuh dan beli tiketnya antri panjang.
Baca: 24 Hal gratis untuk wisata keluarga di Singapura
Banyak yang bilang The Future World adalah “must-visit” (dan saya tidak bisa lebih setuju lagi setelah masuk dan mencobanya sendiri) tapi karena bagian yang ini memiliki jam masuk tertentu (10am, 11.30am, 1pm, 2.30pm, 4pm dan 5.30pm), maka saya memutuskan untuk mampir ke pameran yang sudah hampir berakhir itu: Big Bang Data.
Big Bang Data
Pameran karya seni visualisasi data ini menarik karena selama ini data hanyalah sederetan angka di layar computer atau gadget. Pameran ini berakhir tanggal 16 Oktober ini, jadi “menangkap” semua data ini di minggu terakhir perhentiannya membuat saya excited. Dudu? Well, tadinya saya ragu karena bicara data biasanya membosankan bagi anak-anak. Tapi ternyata anak-anak yang saya bawa tidak kalah tertariknya untuk membaca, mengexplorasi dan mendengarkan interview tentang data.
Baca: 24 Hal gratis untuk wisata keluarga di Singapura
Banyak yang bilang The Future World adalah “must-visit” (dan saya tidak bisa lebih setuju lagi setelah masuk dan mencobanya sendiri) tapi karena bagian yang ini memiliki jam masuk tertentu (10am, 11.30am, 1pm, 2.30pm, 4pm dan 5.30pm), maka saya memutuskan untuk mampir ke pameran yang sudah hampir berakhir itu: Big Bang Data.
Big Bang Data
Pameran karya seni visualisasi data ini menarik karena selama ini data hanyalah sederetan angka di layar computer atau gadget. Pameran ini berakhir tanggal 16 Oktober ini, jadi “menangkap” semua data ini di minggu terakhir perhentiannya membuat saya excited. Dudu? Well, tadinya saya ragu karena bicara data biasanya membosankan bagi anak-anak. Tapi ternyata anak-anak yang saya bawa tidak kalah tertariknya untuk membaca, mengexplorasi dan mendengarkan interview tentang data.
Dibagi dalam 8 bab, kedatangan kita disambut oleh sebuah tayangan tentang data. Lalu kita belajar tentang cloud dan tempat penyimpanan data. Sebagai pengguna sosial media, saya tentunya penasaran dengan digital footprint yang ditinggalkan manusia. Dibawa dari Centre de Cultura Contemporània de Barcelona (CCCB) di Spanyol, pameran ini berkeliling dunia sebelum akhirnya tiba di Singapura. Ada satu bagian yang dikurasi khusus untuk menunjukkan hubungan Singapura dengan data.
Saya paling suka bagian data center. Sebuah tembok dengan foto data center di seluruh dunia mulai dari Google hingga IBM, mulai dari yang bentuknya gedung modern, gudang hingga yang berbentuk rumah hobbit. Si Dudu bertahan lama di bagian milik Christopher Baker yang berjudul "Hello World! Or: How I Learned to Stop Listening and Enjoy the Noise." Bagian ini merupakan sekumpulan video yang dinyalakan bersamaan, dimana kita duduk di kursi yang sudah disediakan, lalu mendengarkan dengungan suara yang tercipta dari kumpulan video berisi orang berbicara tersebut.
Bagi anak-anak yang sudah sangat akrab dengan dunia digital, pemaparan data ini jadi menarik. Terutama bagi Andrew si penasaran yang sempat bingung melihat disket kotak tipis berwarna hitam, yang dulu digunakan dengan DOS.
Mama: Ini apa?
Dudu: Ini disket. Saya tahu disket.
Mama: Ini apa?
Dudu: Ini kaset. Saya tahu kaset juga kok. Saya pernah lihat di rumah. Waktu itu Mama bilang kalau disket untuk komputer dan kaset untuk musik sebelum ada CD dan USB.
Mama: Kalau ini?
Dudu: Ini apa?
Mama: Ini disket jaman dahulu, sebelum disket yang satunya itu.
Dudu: (melihat tulisan di bawahnya) Isinya sedikit sekali.
Well, jaman dahulu itu sudah banyak, sudah bisa untuk main game.
Big Bang Data cocok untuk anak kelas 3 SD ke atas, dengan beberapa bagian interaktif yang membuat penasaran. Dudu bahkan berhenti di beberapa monitor dan mendengarkan penjelasan tentang data dari interview yang ditayangkan. Gambar-gambar seperti peta dan bola dunia juga menarik perhatiannya meskipun tidak membaca satu per satu seperti yang saya lakukan. Anak yang lebih kecil mungkin tertarik dengan bola dunia yang menyala, tapi akan lebih cepat bosan. Menjelang bagian akhir, ada satu area di mana kita bisa menuliskan sesuatu tentang diri kita dan menggantungkannya sebagai bagian dari data. Andrew menuliskan keinginannya berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, sementara saya (sebenarnya karena spidolnya kering haha) hanya menuliskan angka.
Meskipun museumnya ramai, tapi ada kalanya kita sendirian di sebuah bagian pameran, seperti ketika kita tiba di tumpukan foto yang menggambarkan banyaknya data gambar yang diuplad ke internet setiap harinya. Data yang tadinya hanya ada dalam bentuk angka digital kini terlihat banyaknya secara nyata. Tidak terasa sudah hampir 1 jam kami berkeliling, sebenarnya belum puas tapi kita harus pindah ke The Future World jam 1 siang atau menunggu lagi hingga jam 2.30. Well, setidaknya saya sudah mengintip ke dalam Big Bang Data dan bisa merelakan pameran itu berangkat mengunjungi negara selanjutnya minggu depan tanpa rasa penyesalan.
The Future World
Dari Big Bang Data, kita tinggal menyeberang ke The Future World. Pameran yang merupakan kerjasama dengan TeamLab dari Jepang ini dipuji banyak orang dan sering muncul di instagram Christian Sugiono dan Titi Kamal. Kabar baiknya, The Future World ini pameran permanen yang setidaknya akan ada selama 3 tahun ke depan, jadi tidak perlu khawatir akan ketinggalan exhibition seru yang satu ini.
Pergi ke The Future World wajib bawa anak, soalnya tempat seluas 1500m2 ini adalah playground digital yang akan disukai oleh anak-anak. Di dalam pameran ini ada 4 bagian. Yang pertama adalah Nature, yang diawali dengan ruangan bertaburan bunga-bunga digital lengkap dengan bau harumnya. Setiap tembok menghadirkan bunga yang berbeda dengan siklus yang berbeda. Bisa saja Anda bertemu bunga layu di sudut kanan dan bertemu kupu-kupu di sudut kiri. Lalu kita bisa menyaksikan 100 Years Sea Animation Diorama, wallpaper bergerak yang mengingatkan saya pada How to Train Your Dragon di pameran Dreamworks tahun lalu. Andrew semangat mengejar-ngejar pulau dan melarikan diri dari ombak.
Tidak bisa berlama-lama di sini karena anak-anak sudah terlalu semangat pindah ke bagian utama. Ada sebuah slide menyambut, yang diawali dengan lorong-lorong menarik. Jadi Andrew dan sepupu saya, Audrey/Audretto, yang usianya sudah menjelang ABG itu masih tertarik untuk main. Bagian ini namanya Town. Selain slide, anak-anak bisa membuat jalanan, sungai dan kereta api hanya dengan balok-balok di Connecting! Train Block. Namun karena terlalu ramai dengan anak yang lebih kecil-kecil, akhirnya Dudu dan Audrey (check out her instagram here) pindah ke Sketch Town. Di Sketch Town, anak-anak dan orang dewasa dapat mengambil kertas yang bergambar rumah, gedung, UFO, mobil atau pesawat terbang, mewarnainya sesuka hati dan membawanya ke scanner untuk kemudian menjadi bagian dari kota digital di dinding.
Sebelum pindah ke tempat berikutnya, Dudu mampir ke Media Block Chair yang berubah warna ketika didekatkan satu dengan yang lainnya. Jadi tidak pernah ada kombinasi yang sama. Dudu super penasaran dengan yang satu ini dan hampir tidak mau pergi.
Dari Town yang sibuk, kita pindah ke Park yang lebih mirip taman bermain dengan warna warni cahaya. Agak sulit memotret di tempat-tempat ini karena cenderung gelap, namun sekalinya berhasil, warnanya bagus haha. Universe of Water Particles, air terjun virtual setinggi 7 meter langsung dilewati oleh anak-anak karena terlalu banyak yang mencoba foto ala “instagramable prewed” di sana. Dudu bahkan sempat berkomentar “so romantic,” pada satu pasangan yang sedang berfoto sebelum saya buru-buru usir ke bagian selanjutnya. Menit-menit selanjutnya, anak-anak bermain di area Light Ball Orchestra yang menghadirkan bola-bola besar yang berubah warna ketika bertabrakan dengan bola lainnya. Suara orchestranya agak tenggelam dengan teriakan keseruan anak-anak. Untuk anak balita, ada area bola yang lebih kecil dan lebih aman untuk mereka.
Di Park juga ada sketching! Sketch Aquarium menghadirkan angel fish, kura-kura, kuda laut, cumi-cumi dan ikan hiu. Surprisingly, Dudu bukannya menggambar ikan hiu malah menggambar kura-kura dengan dialog bubble bertulisan “join Ninja Turtles” serta Angelfish yang bicara “join angelfish club”, dan karena di-scan terbalik maka kedua binatang laut tersebut berenang terbalik di dinding. Buat yang penasaran, saya juga ikutan mewarnai haha.
Park tidak berhenti di sketching. Meskipun proyeksi digital “Story of the Time When Gods Were Everywhere” dilompati oleh Dudu dan Audrey, tapi mereka betah lama di “Create! Hopscotch for Geniuses”. Melompat mengikuti bentuk dan warna, Andrew bisa bolak balik 10 kali di landasan petak gunung yang satu ini.
Space adalah bagian akhir dari The Future World, dan sebagai penutup, ruangan Kristal (begitu Dudu menyebut tempat ini) memang spektakuler. Crystal Universe memikat anak-anak dan orang dewasa karena instagramable. Ada yang mampir ke sini niat dengan dress and high heels lalu sibuk menangkap moment. Merupakan gabungan Interactive 4-D vision dan 170,000 lampu LED, tempat ini memberikan kesempatan bagi kita untuk merasakan seperti apa berdiri di luar angkasa. And it feels great.
Kalau belum puas, kita bisa balik lagi ke Town dan Park. Tapi anak-anak sudah penasaran untuk pameran berikutnya. Lagipula kita tidak bisa kembali terlalu malam karena harus bersiap-siap pergi ke Halloween Horror Night 6, yang adalah alasan sebenarnya kenapa kita ada di Singapore weekend kemarin itu.
Journey to Infinity: Escher's World of Wonder
Pameran ini menempati lokasi pameran Singapore STories: Then, Now, Tomorrow di SG50 tahun lalu. Dan yang ini tidak kalah uniknya. Pameran di lantai atas cenderung lebih pasif dengan berbagai gambar dan foto dipajang di dinding. Tapi karya seniman grafis Belanda M.C. Escher ini berbeda. Sering melihat karya seni seperti ini di beberapa film, video klip dan gambar, saya bahkan tidak kenal siapa M.C. Escher yang menggambarnya. Masuk ke dalam pameran ini seperti masuk ke dalam dunia Escher yang penuh keajaiban, mungkin seperti Alice ketika pertama masuk ke Wonderland. Eits, tapi bukan ArtScience Museum namanya kalau tidak ada bagian interaktifnya. Selain panel yang bisa digeser-geser di bagian metamorfosa, anak-anak juga bisa mencoba membuat ubin, kotak dan partitur yang bisa dimainkan pada kotak musik dengan cara diputar.
We love ArtScience Museum, and we tried our best to visit each exhibition which seems interesting for Andrew. Di kunjungan sebelumnya kita sempat mengintip dapur Dreamworks (yes, Shrek dan Madagascar) serta menyelam di kedalaman laut. Berikutnya, petualangan apa lagi ya yang menunggu kita?
Halo mbak, sebelumnya salam kenal ya ^^
ReplyDeleteSuka traveling juga, keren nih bisa kompak sama anaknya jalan-jalan. Salam kenal juga buat Dudu yaaa ^^
Marina Bay Sands masih jadi bucket list nih, semoga suatu saat kesampaian bisa mengunjungi ArtScience Museum juga ^^
Salam kenal Ya Mba :)
DeleteSemoga bisa cepat mampir ya. Seru banget museum ini soalnya. Saya pengen ke sana lagi awal tahun depan.
ArtScience Museum ini sudah lama masuk list destinasi wisata aku tapi sampai sekarang belum kesampaian >___< Semoga nanti pas anakku sudah agak besar bisa main kesana karena sepertinya lebih seru kalau bawa anak ya Mbak, hehe :)
ReplyDeleteSemoga kesampaian ya Mba. Kalau masih kecil sebenarnya bisa ke Singapore Science Center, tapi itu agak jauh dari kota sih. Apa kita pergi barengan Mba? Hehe
DeleteWah, aku belum pernah ke Singapura. Jadi semangat nih ke sana dan berkunjung ke tempat2 bagus ini :)
ReplyDeleteAyo pergi Mba. Hehehe.
DeleteSaya belum kunjungi nih yg Science Art Museum. Tiketnya mahal juga ya, 30 sgd :D Tapi sebanding ya, keren banget.
ReplyDelete30 SGD itu tiket terusan 3 exhibition. Kalau cuma 1 biasa 10-12an SGD aja. Dan kalau jumat anak-anak masuk gratis jadi makin untung.
Deletehaloo mbak salam kenal. Saya belum pernah ke singapore tapi seneng bgt liat museum ini. Wajib kesitu itu maah tempatnya keren banget.
ReplyDeleteSalam kenal juga Mba. Iya kalau ke Singapore emang banyak museum bagus-bagus. Saya sih berharapnya di Jakarta juga banyak yg begini biar ga usah jauh-jauh hehe.
Deletemuseum ini lagi ngetrend banget di instagram yaa :)
ReplyDeleteserunya kalau museum-museum di indonesia juga dibuat begini, gak hanya pajangan aja tapi juga bisa sekalian bermain dan mencoba hal-hal baru :)
Iya Mba, aku berharapnya juga begitu. Soalnya kalau sama anak-anak perginya selalu cari yang interaktif, bisa dimainin dan dipegang gitu. Coba di Indonesia ada.
Delete