30 March 2016

Saudara itu Beda Bahasa, Mainnya Tetap Sama

Suatu hari, saya dapat whatsapp dari Papa, mengabari bahwa Andrew menginap di rumah tante saya karena saudara-saudara yang dari Jawa sedang datang liburan ke Jakarta. Lah, tumben. Biasanya anak ini rewel tidak bisa tidur kalau tidak ada saya. Ternyata kalau banyak teman jadi lain ceritanya.


Andrew anak tunggal. Saya single parent dan anak paling tua. Otomatis Andrew tidak punya sepupu dan tumbuh besar dikelilingi orang dewasa. Teman sebayanya hanya ada di sekolah. Tapi ternyata yang namanya teman dari pendidikan formal jaman sekarang lebih banyak dramanya daripada akrabnya. Plus, bersekolah di international school dengan jadwal super padat, membuat Andrew hampir tidak pernah main ke rumah teman sekolahya.


Sepupu kandung Andrew adanya di belahan dunia sebelah sana. Terakhir bertemu tatap muka ketika semuanya belum keluar dari usia batita dan Andrew waktu itu belum bisa Bahasa Inggris. Hebatnya mereka tetap bisa nyambung lewat surat dan lewat Facebook Mamanya. Saya masih berharap, suatu hari mereka bisa bertemu kembali dan bermain bersama lagi. 

Saudara sepupu tapi tidak mirip ya begini
Kesempatan bermain bersama teman sebaya baru hadir ketika berkumpul bersama keluarga besar, terutama dari pihak Papa. Papa saya punya 10 orang adik. Jadi diantara om, tante dan sepupu yang kalau foto tidak muat satu frame itu, ada beberapa yang sebaya Andrew. Karena kebanyakan saudara yang seumuran tinggalnya jauh, seringnya mereka berkumpul karena ada acara pernikahan atau merayakan ulang tahun nenek buyut. Tapi, sama dengan saudara di Amerika, yang ini pun ada kendala bahasa. Soalnya, sepupu-sepupu yang sebaya seringkali berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari dan membuat bingung Andrew yang bahasa Indonesianya baku.

Lalu mereka pakai bahasa apa? Saya pernah nguping Andrew dan para sepupunya ngobrol, dan guess what, mereka pakai bahasa Inggris. Canggih amat anak jaman sekarang ya. Sudah siap menghadapi MEA dong. Hahaha.

Jadilah setiap mereka datang, atau kita yang pulang kampung, liburan jadi berbeda. Tapi bukan hanya di Jakarta atau di kampung Papa, keseruan bersama saudara ini kami bawa sampai ke negara tetangga favorit kita berdua, Singapura. Suatu hari saya dan Dudu didaulat mengantar tante sekeluarga pergi perdana ke luar negeri. Waktu itu sempat ragu karena Andrew sudah lama tidak bertemu dengan sepupu saya yang ini. Apa mereka bisa akrab ya? Ternyata Andrew lebih senang pergi ke Singapura bersama sepupu-sepupu saya itu, dan bolak-balik bertanya kapan pergi bersama Koko, Cici dan Meimei lagi. Cerita selengkapnya tentang pergi ke Singapura dengan sepupu ini pernah saya tulis di blog juga.


Universal Studio lebih seru kalau sama-sama
Setiap berkumpul, selalu ada yang baru dipelajari Andrew dari saudara-saudaranya. Ketika ada pernikahan saudara yang membawa kita berkumpul menginap di satu hotel, maka Andrew akan menggunakan kesempatan itu untuk mengajak para saudara untuk berenang dan bermain petak umpet di lobby hotel. Tidak perlu waktu lama bagi anak-anak ini untuk akrab satu sama lain, walaupun ada yang sudah belasan tahun tidak bertemu. Kalau tidak ingat dengan salah satu saudara karena waktu pertama bertemu masih terlalu kecil, dengan mudahnya mereka kenalan lagi. Kalau biasanya di Jakarta dia bertemu TV dan gadget, di kampung dia bertemu ayam dan anjing peliharaan keluarga. Belum lagi ikut nongkrong di bengkel milik Om saya atau dibonceng sepeda motor keliling kota oleh sepupu saya. Kalaupun main gadget ya mainnya rame-rame. Masih ada interaksi.

Menunggu pemberkatan nikah sambil main
Terus lanjut malamnya kumpul di satu kamar
Mengutip kata sepupu saya, “mau bule mau jawa, anak-anak ya permainannya sama.” Masih main tembak-tembakan (walau kini dengan nerf gun), masih main skuter dan sepeda (walau di dalam rumah), dan yang tidak pernah ada matinya adalah petak umpet. Di mana pun, kapan pun, petak umpet selalu jadi andalan karena tidak memerlukan alat. Dan ketika jaman sekarang di TK sudah berlajar berhitung, saudara yang lebih kecil jadi bisa ikutan mencari. Tentunya, kalau main sama Dudu, yang kebagian mencari dimodifikasi jadi zombie. Yang pasti, setiap pulang dari menginap atau bermain bersama mereka, Andrew mendadak jadi medok. Termasuk waktu kita pergi ke Singapura bersama-sama itu.
"O’hana means family. Family means no one got left behind or forgotten." ~Lilo & Stitch

12 comments:

  1. aih serunya, punya saudara beda bangsa. Suka baca blognya, fotonya keren2... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir Mom. Seru memang, tapi jadi jarang ketemuan.

      Delete
  2. ahahah seru banget ya Dudu dan sepupunya, tetep nyambung meski beda bahasa, karena pake bahasa anak2 dan bahasa persaudaraan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bikin kaget ternyata mereka nyambung haha. Aku udah waswas.

      Delete
  3. Anak-anak selalu membuat suasana menjadi menyenangkan walau sering riuh rendah
    Salam hangat dari Jombang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener Pakde. Terima kasih sudah mampir. :)

      Delete
  4. anak2 itu sebenarnya lebih cepat akrab kok , jadi natural mereka akan mendekati satu sama lainnya, kadang kita sebagai ortu yang terlalu takut dan ragu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener Mba Tira. Aku juga awalnya waswas ini gimana nyambungnya.

      Delete
  5. Andrew ganteng yaa... hihii
    Bener tuh. Anak-anak lebih mudah akrab. Anakku kalo ketemu sepupunya di Jawa atau Ambon langsung deh akrab :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, seru banget Mba ada saudara di Ambon. Aku pengen travel ke sana belum kesampaian nih.

      Delete
  6. Punya saudara yang berbeda bahasa, negara menyenangkan ya mbak. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seru hehe. Jadi belajar adaptasi dan toleransi juga anaknya

      Delete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.