09 July 2016

The Legend of Tarzan

Banyak cerita yang berkisah tentang Tarzan, namun belum pernah si raja hutan ini menjadi seorang superhero. Mengikuti trend Superman, Captain America dan X-Men, film yang satu ini menawarkan lebih dari sekedar cerita anak manusia yang dibesarkan sekawanan Gorilla di Africa.


Kemunculan pertamanya membuat saya terkejut, karena bukannya bergelantungan di pohon, Tarzan duduk di meja berhadapan dengan utusan kerajaan sebagai John Clayton III. Undangan kerajaan Belgia untuk melihat daerah jajahannya di Congo berujung pada investigasi perbudakan dan penculikan Jane oleh utusan Raja Belgia, Leon Rom, yang ternyata punya agenda sendiri dalam mengundang Tarzan ke Congo. Ditemani George Washington Williams, seorang mantan tentara perang saudara dari Amerika, mereka menyelamatkan Congo dan Jane.

Mama: Ceritanya apa Du?
Dudu: Tentang seorang Tarzan yang pulang kampung ke Afrika untuk menemui teman-temannya.
Mama: Jadi Tarzannya mudik?
Dudu: Kan kita menontonnya juga pas mau lebaran?

Satu jam pertama saya bosan. Ada flashback di sana sini, tapi tidak ada konflik atau keseruan berarti. Bahkan setelah Jane diculik, pergerakannya masih agak lambat. Setengah jam terakhir baru semangat karena binatangnya keluar semua. Dudu sempat protes karena saya melontarkan prediksi-prediksi hal yang akan terjadi. Terutama saat saya billang si Leon Rom jahat. Lah, kan sudah kelihatan dari mukanya juga kalau dia penjahat?

Mama: Menurut kamu Tarzan gimana?
Dudu: Tarzan bagus
Mama: Paling bagus adegan apa?
Dudu: Bagian akhirnya ketika Tarzan dan Jane akhirnya punya anak.
Mama: Yaelah. Cape deh.


Buat yang nonton bawa anak, coba perhatikan ini:

Tarzan durasinya 110 menit dan ratingnya 13+ kalau di Indonesia. Dan tidak seperti Superhero PG-13 lainnya macam Avengers dan X-Men, film ini jadi PG-13 (sepertinya) karena ada beberapa adegan dewasa yang dipotong. Dan di bagian akhir ada adegan ciuman yang saya rasa kena sensor karena terasa seperti dipotong. Dudu saja berasa kalau Tarzan dan Jane tidak jadi ciuman dan adegannya lompat ke ending cerita.

Bagus? Yes. Awalnya mengira akan benar-benar bosan, dan saya meng-iyakan ajakan nonton ini karena nama pemeran Tarzan haha. Alexander Skarsgard adalah pemeran Eric Northman, vampir kesukaan saya di True Blood. Alexander ini anaknya Stellan Skarsgard pemeran Dr. Eric Selvig di Thor dan Avengers. Ternyata film ini banyak “pesan moral”nya juga. Ketika anak kepala suku Africa membunuh Gorilla ibunya Tarzan, mereka menganggap Gorilla hanya hewan. Di lain pihak, orang-orang Eropa yang datang ke Afrika dan memulai perbudakan juga memandang rendah suku lokal. Serunya lagi, ketika Tarzan mencoba berdebat dengan si kepala suku, dia tidak didengarkan hanya karena dia berasal dari kawanan Gorilla. Namun ketika si Dokter Williams yang juga berkulit hitam mencoba berargumen, si kepala suku menyerah. Jadi, well, banyak yang bisa dianalisa dari film ini. Tapi sebenarnya, semua dimulai dari nama Alexander Skarsgard yang ada di poster film.

Di akhir cerita, saya jadi bertanya-tanya apa Tarzan ini superhero? Rasanya bukan deh. Soalnya meskipun dia termotivasi menyelamatkan teman-temannya di Africa, endingnya dia hanya berusaha menyelamatkan Jane. 


Dan karena saya ribut Tarzan cakep sepanjang film, Dudu jadi penasaran. Selama ini dikiranya saya suka tipe boyband Korea haha.

Dudu: Jadi tipe Mama seperti apa?
Mama: Ya seperti si Tarzan itu.
Dudu: Yang bisa berayun di hutan?
Mama: Bukannnnn. Aktornya... Aktornya.
Dudu: Ooo...

Cape deh.

2 comments:

  1. sangking lamanya gak ke bioskop aku ga tau kalo ada film tarzan hehehe

    ReplyDelete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.