09 June 2015

Jatuh Cinta dengan Lumpia Semarang

Tidak pernah tahu bagaimana saya bisa suka Lumpia. Makanan khas Semarang yang berisi rebung, telur, udang dan dibungkus semacam kulit pangsit itu adalah makanan wajib setiap bertandang ke ibu kota Jawa Tengah.

Apa sih lumpia? Ketika nitip ke teman saya yang pulang kampung, saya sempat repot karena ternyata dia tidak pernah beli lumpia. Walah. Dan ketika sampai di tempat lumpia dia semakin bingung karena ada pilihan rasanya: udang, ayam atau bandeng. Ini juga saya baru tahu. Biasanya beli lumpia pilihannya hanya basah atau goreng (supaya tidak basi kalau dibawa pulang). Jadi, apa sih cerita si rebung yang dibungkus ini.

Lumpia Gang Lombok favorit saya.
Rebung? Teman-teman saya banyak yang mengaku tidak suka lumpia karena banyak rebungnya. Kalau bukan rebung, lantas apa isi lumpianya? Katanya di Semarang ada 1 toko yang menjual lumpia dengan sedikit rebung dan lebih banyak bahan-bahan lain (mungkin telur atau udang/ayam). Hm... ternyata banyak versinya si lumpia ini. Mulai dari mana ceritanya ya?

Lumpia merupakan perpaduan kultur Tionghoa dan Indonesia yang mulai dikenal pada zaman Presiden Soekarno. Lembaran tipis dari tepung gandum digunakan untuk membungkus isian yang bervariasi. Jenisnya ada macam-macam. Kadang ada di dimsum, ada di restoran Vietnam juga dengan nama spring rolls, ada juga di soto mi, namun yang paling mengena buat saya tentu saja lumpia Semarang.

Lumpia Semarang pun ada lebih dari satu macam. Beda daerah bisa beda rasa meskipun konon resepnya berasal dari satu keluarga.

Kios Lumpia Gang Lombok ada di sebelak kanan Kelenteng

Katanya ini Kapal Ceng Ho, adanya di dekat kios Lumpia.
Biasanya jadi tempat main anak saya sambil menunggu
Tempat saya membeli Lumpia adalah Gang Lombok. Kalau ke sini biasanya pasrah sama Papa yang menyetir, belok-belok masuk pecinan lalu mendadak sampai di pinggir kali dan parkir di dekat Klenteng dan tiruan kapal Ceng Ho yang berlabuh di sungai. Sementara saya beli lumpia, si Dudu biasanya bermain di kapal, berlari-lari di halaman atau mengintip Klenteng. Lumpia Gang Lombok ini terakhir saya beli harganya Rp15,000/buah. Tapi yang beli bisa antri panjang dan habis makan siang biasanya sudah sold out. Terutama di akhir pekan musim liburan pada saat banyak yang belanja oleh-oleh.


Lalu ada Lumpia Mataram seberang Sanitas. Sepanjang jalan Mataram ada banyak gerobak penjual lumpia dan kadang sulit menemukan yang asli. Saya sendiri belum pernah (atau tidak ingat) pernah beli lumpia di sini. Kalau makan yang ini pasti dibelikan orang dari oleh-oleh atau titip teman atau saudara yang either kehabisan atau tidak tahu letak Gang Lombok. Meski berbeda, tapi Lumpia ini rasanya tidak kalah sama Gang Lombok. Maklum, kalau menurut cerita nostalgia Papa saya, pemilik kedua kios lumpia itu kakak beradik... yang dulu orang tuanya tinggal di kampung sebelah kampung Papa saya.

Yang ini Lumpia Mataram
Selain yang dua ini, yang katanya dari satu resep, lumpia yang lain saya masukkan ke kategori lumpia modern. Baik yang ada di sepanjang jalan Pandanaran, di ruko-ruko dekat hotel Telomoyo (apa itu nama jalannya ya?) atau yang ada di pusat perbelanjaan. Lumpia yang sudah berevolusi seperti lumpia express biasanya dibuka oleh mantan karyawan penjual lumpia yang pertama.

Yang ini Lumpia beli di toko oleh-oleh,
rebungnya juga sudah lain bentuknya
Ada yang senang makan lumpia sebagai snack, ada juga yang dijadikan lauk. Ada yang senang pakai saus dan bawang, ada yang makan polosan. Ada yang sedang basah (tapi rebungnya tetap sudah digoreng) ada yang senang kulitnya garing. Bagaimanapun, lumpia tetap sesuatu yang patut dicoba jika Anda menjejakkan kaki di ibukota Jawa Tengah itu. Temukan mana yang jadi kesukaan Anda dan coba berbagi ceritanya dengan saya.

By the way, kalau ada yang penasaran, si Dudu tidak suka sama makanan yang satu ini, meski kalau diseludupkan rebungnya sebagai lauk, dia suka cuek dan tetap makan. Kalau makanan Semarang, Dudu paling suka sama nasi ayam, bisa habis entah berapa porsi. Tapi itu beda cerita ya.



4 comments:

  1. Kyaaa, sesama pencinta Lumpia Gang Lombok tosss dulu dong .. ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yeay ada yang "sealiran" dengan saya. Salam kenal yaaaa

      Delete
  2. Tiga kali ke Lunpia gang lombok dan selalu tutup. Hiks :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yahhh... iya, ini lumpia jam 2 siang udah tutup. Aku biasanya datang jam 10 pagi.

      Delete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.