Sebagai orang Jakarta asli, sejak kecil, kalimat itu adalah yang paling ditunggu-tunggu oleh saya dan kedua adik saya. Soalnya pulang ke kampung halaman papa di Semarang berarti makanan enak sudah menanti. Lupakan yang namanya makan 3 kali sehari, karena kalau sudah masuk ke Jawa Tengah, makan jadi 5 kali sehari, plus nyemil yang non-stop.
Emangnya, apa sih yang harus dicoba kalau sampai Semarang?
Lumpia (atau kadang ditulis loenpia)
Masakan ini terbuat dari campuran rebung, telur dan udang yang dibungkus dengan kulit mirip buritto tipis atau yah, martabak telur deh. Bisa disajikan basah (tapi isinya tetap sudah digoreng matang) ataupun digoreng hingga kulitnya crispy. Biasanya dimakan seperti snack dengan bawang dan saus manis, tapi kalau saya biasanya makan lumpia dengan nasi panas.
Beli lumpia di mana? Tiap orang punya kesukaan masing-masing dan sekarang ini di Semarang ada banyak sekali toko yang jual lumpia. Mulai dari yang tradisional di gerobak hingga yang berbentuk toko dengan bangunan beton. Favorit saya adalah Lumpia Gang Lombok. Tapi beli lumpia di sini penuh perjuangan, selain harganya yang lebih mahal, kalau kesiangan datang kita akan kehabisan. “Datang sebelum makan siang, Bu,” saran tukang parkirnya.
Kalau tidak ya yang depan Sanitas. Ini juga ada beberapa gerobak yang semuanya menjual Lumpia, yang bisa membedakan mana yang “asli” hanya papa saya soalnya si penjual dulu teman sekampungnya waktu jaman kemerdekaan. Selain itu ada Lumpia Sari Rasa. Buat yang tidak terlalu suka rebung, kata teman saya mending makan Sari Rasa karena rasio rebung, telur dan udangnya lebih seimbang.
Tahu Petis
Makanan apaan nih? Tahu digoreng trus dioleskan “selai” berwarna hitam pekat yang namanya petis. Rasanya campur aduk, manis tapi agak asin juga. Dan petisnya selalu diberikan berlebih jadi ketika kita gigit pasti petisnya luber dan kita end up harus cari tissue
Trus petis ini apa? Biasanya sih terbuat dari udang yang dicampur dengan gula.
Dulu saya benci tahu petis. Apaan nih hitam dan mengerikan. Tapi lama kelamaan, setelah bolak balik melihat sekeluarga saya dengan senangnya makan tahu petis, saya jadi suka juga. Sayangnya ngga nurun ke si Andrew yang kalau pulang ke Semarang pasti mencari nasi ayam dan bisa habis entah berapa porsi. Biarlah, nanti besar juga akan suka sendiri.
Wingko Babad
Camilan yang ini lebih sering dibawa buat oleh-oleh untuk teman sekantor atau teman sekolah karena dia tahan agak lama dibanding tahu petis (yang meskipun dipisah tahu dan petisnya juga hanya kuat sehari) atau lumpia (yang kalau belum digoreng harus langsung masuk kulkas). Dulu hanya ada 1 rasa dan rasa plain itu yang sampai sekarang saya suka. Sekarang Wingko Babad sudah bervariasi dengan rasa mulai dari coklat hingga nangka.
Apa ini wingko? Camilan ini terbuat dari ketan, kelapa, gula pasir, garam dan air. Wingko sebenarnya bukan makanan asli Semarang tapi berasal dari Babad, Jawa Timur. Tapi karena paling terkenal dibuat di Semarang, jadi banyak yang mengira berasal dari Semarang.
Kalau beli wingko, saya mampirnya ke toko Cap Kereta Api (Jl. Cendrawasih no 14). Ngga inget gimana ke sanannya, yang diingat hanya kalo dari situ belok kanan ktemu Gereja Blenduk haha.
---------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog “Blog Competition #TravelNBlog 3“ yang diselenggarakan oleh @TravelNBlogID.
saya gak terlalu suka wingko babad. Tapi, kalau loenpia lumayan suka ^_^
ReplyDeleteKalau di kantor saya kebalikan lho Mba. Wingko langsung ludes, kalau loenpia bisa ngga ada yag mau hihihi. Padahal saya doyan banget. Thanks sudah mampir ya :)
Delete