Sebagai pengguna mobil di Jakarta, saya akrab dengan radio. Setelah anak saya mulai bicara, radio jadi sahabat akrab teman seperjalanan saya itu. Di mobil saya, meskipun radio menyala, saya sering tetap mengobrol dengan siapapun yang sedang semobil. Suara penyiar dan lagu yang diputar seringkali hanya menjadi latar belakang.
Sampai suatu saat, ketika saya sedang ngobrol seru dengan sahabat saya, anak saya protes. “Mama dan Tante Nia diam dong. Kan aku sedang mendengarkan radio.” Saya jadi merasa tertegur. Setelah dipikir-pikir, memang radio ada untuk didengarkan, bukan hanya saat kita semobil dengan orang-orang yang ‘kurang akrab’ atau sebagai penghilang kekakuan di mobil. Setelah ‘teguran’ itu, untuk beberapa menit saya diam, mengamati bagaimana anak saya tertawa mendengar lelucon penyiar dan menyanyikan lagu-lagu yang diputar (yang ternyata dia hafal!).
Sejak saat itu, radio adalah peringatan buat saya (yang emang bawel ini) bahwa saya perlu berhenti dan mendengarkan apa yang terjadi di sekitar kita. Dari radio, saya belajar menjadi seorang ‘pendengar’.
Postingan ini diikutkan lomba menulis di Heartline FM Nov 2012
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.