Ini selalu jadi pesan saya bagi mereka yang bertanya. Kelinci ini binatang peliharaan yang lucu dan banyak yang tertarik memeliharanya karena terlihat mudah. Bisa dipelihara di rumah, dan sekilas terlihat harmless alias tidak merepotkan. Lalu, setelah kelincinya ada di rumah, barulah kita sadar bahwa semua ini hanya kamuflase di depan.
Jadi, ketika memutuskan untuk mengadopsi kelinci, siapkan mental bahwa si kelinci bisa tiba-tiba berpulang, meskipun kita sudah memberikan yang terbaik. Patah hati berkali-kali, dan tendensi menyalahkan diri sendiri biasanya terjadi. Ketika godaan untuk mengadopsi kelinci lucu yang menggemaskan datang, coba pikir sekali lagi. Siapkah untuk patah hati?
Kelinci mengajarkan saya bahwa hidup itu dijalani saja setiap hari dengan senang hati. Kelinci-kelinci yang saya pelihara, keluarganya, dan kelinci lain yang saya kenal punya sejuta alasan untuk meninggalkan dunia. Mulai dari keselek makanan, sakit karena lingkungan yang kotor, sakit ketularan kucing liar yang lewat dekat kandangnya, kena jamur anjing tetangga, berantem sama tikus, berantem sama kucing, kedinginan, kepanasan, kebanyakan makan, masalah pencernaan, kaget, stress dan lain sebagainya.
Kalau kelinci mudah mati, berarti kita wajib memberikan yang terbaik setiap hari. Karena, besok bisa saja dia sudah tidak ada.
Namun, terlepas dari semua hal yang bikin sedih, ada banyak hal menyenangkan yang membuat saya akhirnya tetap memelihara kelinci. Walau dititipkan ke rumah orangtuanya si kelinci.
Yang pertama: Kelinci tidak merepotkan.
Lho, katanya tadi susah memelihara agar tidak mati? Iya, betul, tapi sehari-harinya, kelinci ini tidak merepotkan. Seperti kucing, kelinci ini mandi sendiri. Jadi dia bersih. Almarhum Sentaro adalah kelinci rumah yang super bersih. Tidurnya di kamar saya dan tidak pernah pup sembarangan. Pup dan pipis selalu di kamar mandi, dekat selokan pembuangan air. Dia tidak mau makan dan pup di tempat yang sama. Jadi, kalau saya kasih makanan di kamar mandi, dia akan bawa ke luar makanannya.
Sayangnya, tidak semua kelinci begini karena kelinci saya yang berikutnya, mendiang Kichi, adalah kelinci yang jorok, cuek dan berantakan. Sering bertengkar dengan saya hanya masalah dia tidak “cuci kaki” setelah main di luar dan jejak cokelat bertebaran di lantai rumah yang warnanya putih itu.
Yang kedua: Kelinci biayanya murah.
Yes, banyak yang bilang sebaliknya. Tapi, kelinci saya main di taman, makan rumput, hay dan snack home made. Sesekali ada sih makan pelet, tapi biayanya tidak semahal makanan anjing atau kucing. Karena tidak main ke luar rumah, dan bertemu binatang lain, jadi kelincinya ya tidak vaksin atau steril. Makanya jadi rentan sakit, bahkan ketika papasan sama kucing liar yang lewat di tembok, besoknya tiba-tiba jadi jamuran. Kelinci saya juga tidak ada yang beli baju atau punya kandang mewah sih. Malah, Sentaro tidak punya kandang dan tidurnya di ranjang saya.
Yang ketiga: Kelinci tidak butuh perhatian sepanjang waktu.
Cocok buat saya yang cuek. Mereka asyik sendiri bermain, dan banyak menghabiskan waktu buat tidur di siang hari. Kalau saya pulang kantor, mereka akan menyambut dan minta makan. Downside-nya, mengajak bermain kelinci ini agak challenging karena mereka sulit dilatih. Ya, setidaknya kelinci-kelinci yang saya pelihara adalah kelinci yang asyik sendiri. Bukan yang seperti anjing bisa dilempar bola lalu dikejar.
Kangen sebenernya untuk pelihara kelinci sendiri, tapi punya pets adalah sebuah tanggung jawab besar. Kita tidak bisa meninggalkan kelinci lebih dari 24 jam tanpa pengawasan karena mereka jarang bisa mengontrol makanan. Mereka juga hewan pengerat, kalau ditinggal sama kursi rotan, kayu bahkan tembok, semua bisa habis digigitin.
Kelinci mengajarkan saya bahwa hidup itu dijalani saja setiap hari dengan senang hati. Kelinci-kelinci yang saya pelihara, keluarganya, dan kelinci lain yang saya kenal punya sejuta alasan untuk meninggalkan dunia. Mulai dari keselek makanan, sakit karena lingkungan yang kotor, sakit ketularan kucing liar yang lewat dekat kandangnya, kena jamur anjing tetangga, berantem sama tikus, berantem sama kucing, kedinginan, kepanasan, kebanyakan makan, masalah pencernaan, kaget, stress dan lain sebagainya.
Kalau kelinci mudah mati, berarti kita wajib memberikan yang terbaik setiap hari. Karena, besok bisa saja dia sudah tidak ada.
Namun, terlepas dari semua hal yang bikin sedih, ada banyak hal menyenangkan yang membuat saya akhirnya tetap memelihara kelinci. Walau dititipkan ke rumah orangtuanya si kelinci.
Yang pertama: Kelinci tidak merepotkan.
Lho, katanya tadi susah memelihara agar tidak mati? Iya, betul, tapi sehari-harinya, kelinci ini tidak merepotkan. Seperti kucing, kelinci ini mandi sendiri. Jadi dia bersih. Almarhum Sentaro adalah kelinci rumah yang super bersih. Tidurnya di kamar saya dan tidak pernah pup sembarangan. Pup dan pipis selalu di kamar mandi, dekat selokan pembuangan air. Dia tidak mau makan dan pup di tempat yang sama. Jadi, kalau saya kasih makanan di kamar mandi, dia akan bawa ke luar makanannya.
Sayangnya, tidak semua kelinci begini karena kelinci saya yang berikutnya, mendiang Kichi, adalah kelinci yang jorok, cuek dan berantakan. Sering bertengkar dengan saya hanya masalah dia tidak “cuci kaki” setelah main di luar dan jejak cokelat bertebaran di lantai rumah yang warnanya putih itu.
Yang kedua: Kelinci biayanya murah.
Yes, banyak yang bilang sebaliknya. Tapi, kelinci saya main di taman, makan rumput, hay dan snack home made. Sesekali ada sih makan pelet, tapi biayanya tidak semahal makanan anjing atau kucing. Karena tidak main ke luar rumah, dan bertemu binatang lain, jadi kelincinya ya tidak vaksin atau steril. Makanya jadi rentan sakit, bahkan ketika papasan sama kucing liar yang lewat di tembok, besoknya tiba-tiba jadi jamuran. Kelinci saya juga tidak ada yang beli baju atau punya kandang mewah sih. Malah, Sentaro tidak punya kandang dan tidurnya di ranjang saya.
Yang ketiga: Kelinci tidak butuh perhatian sepanjang waktu.
Cocok buat saya yang cuek. Mereka asyik sendiri bermain, dan banyak menghabiskan waktu buat tidur di siang hari. Kalau saya pulang kantor, mereka akan menyambut dan minta makan. Downside-nya, mengajak bermain kelinci ini agak challenging karena mereka sulit dilatih. Ya, setidaknya kelinci-kelinci yang saya pelihara adalah kelinci yang asyik sendiri. Bukan yang seperti anjing bisa dilempar bola lalu dikejar.
Kangen sebenernya untuk pelihara kelinci sendiri, tapi punya pets adalah sebuah tanggung jawab besar. Kita tidak bisa meninggalkan kelinci lebih dari 24 jam tanpa pengawasan karena mereka jarang bisa mengontrol makanan. Mereka juga hewan pengerat, kalau ditinggal sama kursi rotan, kayu bahkan tembok, semua bisa habis digigitin.