10 March 2016

3 Life Lessons From Kungfu Panda 3

Saya selalu punya soft spot untuk Panda. Bukan hanya karena mereka lucu, dan kita share kesenangan makan bambu (maksudnya ini saya suka rebung isi lumpia lho), tapi karena saya punya boneka Panda yang seumur Master Shifu. Lalu muncul hari libur kejepit tengah minggu dengan ajakan nonton Kungfu Panda 3. 


Cerita Kungfu Panda 3 masih tentang Panda bernama Po yang sekarang sudah jadi Dragon Warrior. Ketika dia berpikir cerita hidupnya sudah selesai, Master Shifu menyuruhnya jadi guru. Dan Po, tentu saja, gagal. Di saat dia sedang memikirkan nasehat Master Shifu untuk menjadi dirinya sendiri agar dapat menguasai Chi, desanya kedatangan seekor Panda bernama Li Shan yang ternyata adalah ayah kandung Po. Karena konon para Panda dapat mengajarkan Chi, dan tenaga itu diperlukan untuk mengalahkan Jendral Kai yang mengancam desa maka Po ikut dengan ayah kandungnya ke Desa Rahasia Panda. 

Ini penampakan Kai, musuh Kungfu Panda 3
Po seperti Dudu, suka main action figure
Dudu, yang mengikuti sejak film pertama langsung berkomentar,“Aku paling suka saat Kungfu Panda bertarung dengan Kai. Lalu saat Kai menyerang the Valley. Aku juga suka itu, saat Po menyiapkan strategi dengan makanan, lalu makanannya dimakan oleh anak-anak Panda.”

Filmnya bagus. Namanya sequel, apalagi sudah yang ke-3 biasanya membuat satu seri jadi membosankan. Tapi film Kungfu Panda 3 yang berdurasi 1 jam 35 menit ini, mengangkat hal yang baru (the idea of Chi) dan melibatkan banyak karakter termasuk anak-anak panda yang lucu. Surprisingly, sementara saya sibuk dengan kelucuan Panda, Dudu tetap paling suka sama Tigress. Meskipun masih mengedepankan adegan yang membuat semuanya tertawa, di bagian awal, Jendral Kai yang bentuknya antara kerbau dan banteng itu cukup menakutkan bagi anak batita. Sempat ada yang nangis waktu pertarungan antara Master Oogway dan Kai dimulai. Keseruannya sendiri baru dimulai setengah film ke belakang.


Lessons from the Pandas
“Kau tidak diajar untuk jadi berbeda tapi untuk jadi dirimu sendiri.” - Dudu
Untuk film sesederhana Kungfu Panda, konsep chi, mindfulness dan compassion yang ada di dalam film membuat saya kangen duduk di kelas Buddhism of East Asia jaman kuliah dulu. Chi (atau qi) merupakan aliran energi yang ada di dalam tubuh kita. Dengan menguasai Chi, kita bisa jadi lebih tenang dan menguasai emosi yang kemudian membawa kita kepada konsep “mindfullness” yang diajarkan oleh Master Shifu kepada Po, lalu Po kepada seluruh penduduk desa Panda. Mindfullness secra singkat berarti kesadaran diri.

Lesson 1: Be who you are. But to do that, you have to know who you are.


Po yang kebingungan apakah dia Panda, apakah dia Dragon Warrior, apakah dia guru atau dia murid Master Shifu akhirnya mengerti bahwa kesemua peran itu membentuk siapa dirinya. Dalam kehidupan kita sebagai orang tua, kita juga suka main peran ganda. Jadi ibu, jadi guru, jadi teman curhat dan sebenarnya kita tidak harus memilih. Kalau pas bergaul dengan teman ya jadi teman curhat, kalau pas di rumah ya jadi ibu. Jangan pas jadi teman curhat kita keluar jati diri“ibu-ibu” dan sibuk menguliahi teman tersebut.

Lalu ada konsep compassion yang berhubungan dengan kesadaran diri. Setelah menyadari siapa kita, kita bisa berbagi kepada orang lain.

Lesson 2: Know our limit. If we can’t do it alone, let it go or ask for help.

Master Oogway dengan tenangnya menyerah kalah dan menyerahkan urusannya dengan Kai kepada Po dan teman-temannya. Po sendiri ketika putus asa, membuka diri untuk mendapatkan bantuan dari bangsa Panda. Memang terkadang perlu pengorbanan dan merelakan sesuatu itu sulit. Namun melihat Master Oogway bisa menyerahkan urusan sebesar Kai kepada Po, membuat saya berpikir bahwa sebagai orang tua kadang kita perlu mempercayai dan merelakan anak untuk menyelesaikan urusannya sendiri.

Po bertemu ayah kandungnya
Lesson 3: Sharing doesn’t mean less, it means more for the other person.

Ketika Li Shan datang, Ayah kandung Po (si Angsa itu) merasa terancam. Dia sudah membesarkan Po bertahun-tahun dan kini si Ayah Kandung datang dan dia harus berbagi peran ayah dengan seekor Panda. Tapi akhirnya dia menyadari bahwa berbagi bukan berarti dia kehilangan Po tapi lebih banyak cinta yang ada buat Po.


Oops, ini subjek kesukaan saya. Kalau diteruskan nanti film anak-anak ini jadi terlalu berat maknanya. Intinya, Kungfu Panda 3 mengajarkan kita untuk tahu siapa kita, peran kita di dunia ini apa, sampai mana kemampuan kita dan ikhlas melepaskan sesuatu yang tidak kuat kita hadapi sendiri. Pasrah, tapi bukan apatis. Seperti Master Oogway, yang meskipun kalah di awal film tapi tersenyum paling lebar di akhirnya.

Dan film ini memberikan energi untuk saya menjadi seseorang yang lebih baik.

5 comments:

  1. Udah film ketiga aja. Kayaknya aku ketinggalan nonton yang nomor dua deh. Hehehe..

    Pesannya bagus banget mbak. Gak cuma buat anak-anak tapi untuk orang dewasa juga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener nih. Aku pikir tadinya film anak-anak banget, ternyata yang 3 bagus juga buat org dewasa

      Delete
  2. Belum nonton filmnya huhuhuhu, bagus beneran ya mbak? Kyknya dalem banget life lessons yg didapat ya? :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo nontooon. Hehe. Adegan yang bikin ketawa juga banyak lho

      Delete
  3. Setuju, mulut gak bisa mingkem, ketawa teruuus, haru juga sih

    Salam,
    Roza.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.