20 January 2015

Lihat Kebunku Penuh Dengan Resolusi Hijau

Belum punya resolusi? Kenapa ngga menjadikan panen dari kebun sendiri sebagai resolusi? Selain mengajarkan anak tentang alam dan bagaimana cara merawatnya, makan hasil kebun sendiri rasanya lebih senang dan puas lho.

Ketika saya sudah masuk kerja lagi di antara Natal dan Tahun Baru yang kejepit kemarin, Andrew ikut si Oma berkebun di rumah. Jadi sampai kantor saya dapat kiriman foto hasil panen. Wah, banyak amat!


Begitu saya sampai di rumah, Dudu langsung pamer.
Dudu: Mama, kita panen pumpkin lho!
Mama: Pumpkin?

Perasaan kita ngga pernah menanam labu? Terbayang, labu orange yang siap disihir jadi kereta kuda Cinderella. Tinggal tangkap tikusnya aja dari got depan buat jadi kuda.

Lalu si Opa masuk membawa sebongkah ubi berwarna putih yang masih berlumuran tanah.
Dudu: Ini lho, Ma, Pumpkin!
Mama: Ini Ubi namanya Du.
Dudu: Bahasa Inggrisnya apa?
Mama: Sweet Potato, Du.
Dudu: Ayo kita timbang Ma!

Si ubi 4kg
Alhasil, si ubi yang beratnya ternyata 4 kg itu menginspirasi #DateWithDudu versi berkebun. Hari Minggu bangun pagi-pagi cuma buat menggali tanah demi panen ubi. Selama berkebun kita bertemu semut, cacing tanah, walang sangit, juga beberapa kecoak dan kucing yang penasaran.

Dudu: Cacing tanah! Bisa buat umpan mancing!
Mama: Ngga boleh, ntar siapa yang mau menggemburkan tanah kita? Biarin aja dia di situ.
Dudu: Tapi, Ma, aku mau mancing.
Mama: No! Cacing tanah tetap di tanah. Mama masih butuh dia buat menyuburkan tanah



Dudu menyerah dan melanjutkan menggali. Hari itu kita dapat 5 bongkah ubi yang semuanya raksasa. Kok bisa sebesar ini sih? Usut punya usut, si Oma (yang menguasai kebun di rumah) pernah menanam ubi. Tapi hanya untuk diambil daunnya, digoreng kering atau di-cah pakai bawang putih. Suatu hari tanah di pojokan naik ke atas, seperti digali oleh tikus tanak. Pas diselidiki, ternyata itu ulah ubi 4kg. Panen ubi, pake jijik karena harus berurusan dengan tanah dan lumpur, apalagi si anak kota yang kerjanya main di mall. Kena tanah sedikit, lari ke kran air buat cuci tangan. Yah, kapan selesainya nih panen?




Dari ubi merembet ke nanas, jeruk limau, kacang hijau (ini Dudu yang menanam gara-gara kelas IPA di sekolah) sampai ke sirsak, pepaya dan pisang. Ya, pisangnya masih harus menunggu beberapa minggu sih sepertinya. Semoga liburan tengah semester bulan Maret depan kita bisa panen lagi. Menjaga alam dimulai dari hal kecil seperti menjaga kacang hijau agar tumbuh dan menghasilkan. Kacang hijau ini ternyata rapuh, batangnya kecil dan kalau ditanam terlalu dalam atau terlalu dangkal malah tidak tumbuh.

Resolusi hijau yang sesungguhnya jauh lebih luas daripada ini. Misalnya seperti yang sekarang dilakukan oleh The Nature Conservancy Program Indonesia: melindungi terumbu karang, memulihkan hutan bakau, dan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggung jawab. Program ini juga mendukung upaya konservasi spesies yang hampir punah seperti orangutan dan pembangunan hijau di masyarakat. Sesekali mungkin boleh juga mengajak Andrew ikutan program konservasi, kalau ada yang ramah anak (maksudnya mudah dimengerti oleh anak-anak). Toh, anak-anak inilah generasi selanjutnya untuk melestarikan sumber daya alam kita. Sekarang ini kita mulai dengan mengenalkan kegiatan bercocok tanam, pupuk dan menikmati hasil kebun sendiri. Siapa tahu kalau sudah besar bisa jadi penyelamat hutan.

Ayo yang semangat berkebunnya!

Jadi, resolusi 2015 ini jangan lupa selipkan yang hijau juga ya. Sapa tau nantinya bisa sehebat yang dilakukan The Nature Conservancy Program Indonesia. Yuk, berkebun!

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen. Mohon maaf untuk yang meninggalkan link hidup dan komen bersifat spam atau iklan akan dihapus.