18 January 2013

The Adventure of Banjir

Dibalik kegelisahan seorang ibu bekerja yang ngga bisa ngantor karena banjir, ada senyum dan tawa bahagia anaknya yang senang karena ibu-nya ada di rumah.

That's how I began my Thursday.
Banjir.
Dan anak saya stuck di sekolahnya di daerah timur Kelapa Gading. Sementara rumah saya di Boulevard Barat. Waduh.

Dipulangkan jam 9.45, saya belum bisa jemput sampai pukul 1 siang karena banjir. Itu pun saya berangkat jalan kaki karena banjir sepaha orang dewasa membuat mobil tidak ada yang berani lewat. Lumayan... olahraga sore. Ternyata saya belum tua-tua banget ya. Jalan kaki 3 km masih kuat. Hahaha...

Anyway, sampai di sekolah anak saya, guru-gurunya heran. Saya sudah siap bawa sendal karet trus sepatu anak saya bungkus dan tas saya gendong. Anak umur 6 tahun mau diajak menerjang banjir? Jalan kaki 3 km pula. Tapi saya yakinkan mereka bahwa Andrew ngga apa-apa. Asal mendung, Andrew pasti senang karena tidak panas.

Benar saja, melihat genangan pertama, Andrew langsung teriak:
"Hore! Petualangan Mama dan Dudu menembus banjir dimulai."
Saya langsung "sttt" setelah menyadari banyak orang di sekitar kami yang menoleh dan menatap saya dengan pandangan tidak setuju. Ups.
Meskipun sempat ragu-ragu untuk nyemplung lantaran air yang berwarna dan sampah yang ikut hanyut, akhirnya dia semangat juga dan sibuk memberi tahu semua orang kalau "Aku belom pernah kebanjran loh, Om."
*tepok jidat*

Tapi, "petualangan" itu merupakan yang terseru buat kami berdua. Seribu pertanyaan terlontar dari si anak penasaran. 
"Kenapa air banjir warnanya cokelat?"
"Oh, itu karena kena tanah Du."
"Kenapa daun kelapa yang jatuh warnanya hitam? Gosong tersambar petir ya, Ma?"
"Waduh, itu Mama juga ngga tau."
"Kenapa ada balon spongebob hanyut tuh, Ma."
*gubraks* Kok dia liat aja sih yg aneh-aneh begitu?

Kami melihat pelangi di aspal basah yang tergenang air.
"Aspalnya kenapa Ma?"
"Pelangi, Du. Kan pelangi itu air yang kena cahaya matahari."
"Bagus ya, Ma. Ternyata pelangi tidak hanya di langit saja."

Kami melihat kebahagiaan anak-anak yang bermain air di jalan. 
"Anak-anak itu kok boleh berenang, Ma?"
"Iya, soalnya mereka ngga punya kolam renang."
"Kalau begitu, kalau banjir mereka senang ya?"
Dan anak saya ikut bersyukur bahwa banjir membawa kebahagian bagi semua orang.

Kami berdiskusi soal sampah, soal bagaimana mobil dan motor mengeringkan knalpot, soal mancing... sampai akhirnya menemukan truk yang bersedia memberikan tumpangan sampai dekat rumah. Dan naik truk menjadi highlight of the journey. Anak saya sibuk main tembak-tembakan.
"Ngapain, Du? Pegangan ntar jatuh."
"Ada zombie itu Ma. Ayo tembak, mobil belakang yg naik kan zombie."
"Du, ini bukan di Timezone."

Tapi yang jelas, kita selamat sampai di rumah. Dan Andrew punya sebuah "petualangan" lagi untuk diceritakan kepada dunia.




03 January 2013

Meet My New Pet Peeve: iPad




Graduation TK anak saya adalah hal yang paling membanggakan. 

Apalagi anak TK sekarang lulusnya gaya, pake toga, terima ijasah dan lain sebagainya. Saya, seperti juga ratusan ibu-ibu lain di hall sekolah, tidak mau melewatkan golden moment anak saya. Graduation TK kan tidak akan terulang dua kali. Saat anak-anak berbaris menerima ijasah dari kepala sekolah di atas panggung, semua ibu-ibu dan bapak-bapak berebutan maju ke depan. Semua berusaha mengabadikan momen tersebut. Ada yang pake DSLR besar, kamera poket imut, BB, Android… dan iPad. Yup... ibu itu foto pake iPad.

Um… apa yang salah dengan iPad?

Saya bukan pembenci iPad karena saya sadar betul bahwa gadget itu sering ‘menyelamatkan hidup’ saya. Tapi disaat sebuah gadget dengan layar sebesar itu digunakan untuk memotret di tengah kerumunan, dan andalah yang berada di ‘belakang layar’, saya yakin anda juga kesal. (1) Anda tidak bisa melihat apa yang terjadi di depan sana. Banyak ibu-ibu yang terjebak di belakang, akhirnya mengulurkan tangan ber-kamera pocket atau ber-bb untuk memotret. Dengan adanya iPad di udara, yang terpotret jelas iPadnya. (2) Okelah kamera iPad bagus, mungkin lebih bagus daripada beberapa kamera pocket, tapi saya rasa, benda dengan layar sebesar itu sebaiknya tidak digunakan untuk memotret. Anda yang pernah memotret menggunakan iPad pasti tahu bahwa susah ternyata fotonya. Beda dengan kamera beneran yang tinggal klik, focus dan foto.

Beberapa waktu lalu di timeline, saya sempat membaca postingan beberapa org yang kesal karena ada yang foto pake iPad di konser kesayangannya, di fashion show (yg jelas ganggu banget karena di beberapa acara kan suasananya gelap, dengan layar segitu besar, sama aja nyalain senter). Jadi saya tahu saya tidak sendirian.

Lalu apa yang saya lakukan?

Well, saya colek baju ibu tersebut dan bilang, “Maaf, Bu, iPadnya nutupin kita semua yang mau foto dan melihat prosesi graduation.” Sambil nyelak ke depan dan foto menggunakan kamera yang sesungguhnya.